Wapres JK Tepis Anggapan Indonesia Alami Deindustrialisasi
A
A
A
TANGERANG - Wakil Presiden Jusuf Kalla (Wapres JK) menepis sejumlah anggapan bahwa Indonesia mengalami deindustrialisasi. Menurut JK, sektor industri masih berkontribusi tinggi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Beberapa hari ini banyak dikatakan Indonesia telah terjadi deindistrialisasi. Namun melihat angka-angka yang ada itu tidak benar. Pada 2014-2017 rata-rata tumbuh 21,30%. Artinya industri tetap yang tertinggi dalam pendapatan nasional kita," ujar JK di acara Indonesia Industrial Summit 2019, di BSD Covention Center, Tangerang Selatan, Senin (15/5/2019).
Menurut dia deindustrialisasi memang pernah terjadi pada pemerintahan Presiden Soeharto yakni dalam kurun waktu 2008-2009 karena terjadi krisis ekonomi sehingga industri terkena dampak negatif. Namun untuk saat ini industri di domestik terus berkembang dan tidak terjadi deindustrilisasi. Pasalnya, kemajuan teknologi mendorong produksi lebih cepat.
Apalagi, imbuhnya, saat ini Indonesia sudah memasuki revolusi indutsri 4.0. Fase ini menuntut sumber daya manusia (SDM) dalam penguasaan teknologi dan hasil industri berdaya saing tinggi sehingga perusahaan kecil pun bisa mendunia. "Perusahaan kecil dapat mendunia dan bekerja dapat dilakukan dimana-mana. Dan sekarang perusahaan kecil tidak dapat dipisahkan dengan industri besar," ujar dia.
Meski begitu, untuk menghadapi industri 4.0, JK berpendapat masih ada yang perlu dievaluasi dari kebijakan pemerintah saat ini. Hal itu salah satunya terkait penggunaan Big Data sektor industri yang digunakan untuk membuat peta industri secara lebih rigid. "Dewasa ini data yang menentukan, karena itulah sumber-sumber saat ini yang bisa memajukan masing-masing industri," kata JK.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menambahkan, sektor industri masih menjadi kontributor terbesar terhadap PDB nasional. Sektor industri pada 2018 lalu mampu berkontribusi terhadap PDB nasional sebesar 19,86%.
Dari kontribusi tersebut, sebanyak 30% dari total penerimaan perpajakan negara tahun 2018 dihasilkan dari sektor industri. Selain itu, sektor industri menjadi penyumbang investasi terbesar dalam empat tahun terakhir (2014-2018) dengan jumlah sebesar 41,8% dari total realisasi investasi.
Melalui peta jalan revolusi industri keempat, kata dia, Indonesia dapat merevitalisasi sektor industri manufaktur sehingga pada tahun 2030 dapat menjadi negara 10 ekonomi terbesar dunia.
"Dampak dari industri 4.0 antara Iain dapat meningkatkan kontribusi ekspor netto terhadap PDB sebesar 10%, meningkatkan dua kali produktivitas terhadap biaya, dan meningkatkan 2% untuk pengeluaran R&D terhadap PDB," ujarnya.
"Beberapa hari ini banyak dikatakan Indonesia telah terjadi deindistrialisasi. Namun melihat angka-angka yang ada itu tidak benar. Pada 2014-2017 rata-rata tumbuh 21,30%. Artinya industri tetap yang tertinggi dalam pendapatan nasional kita," ujar JK di acara Indonesia Industrial Summit 2019, di BSD Covention Center, Tangerang Selatan, Senin (15/5/2019).
Menurut dia deindustrialisasi memang pernah terjadi pada pemerintahan Presiden Soeharto yakni dalam kurun waktu 2008-2009 karena terjadi krisis ekonomi sehingga industri terkena dampak negatif. Namun untuk saat ini industri di domestik terus berkembang dan tidak terjadi deindustrilisasi. Pasalnya, kemajuan teknologi mendorong produksi lebih cepat.
Apalagi, imbuhnya, saat ini Indonesia sudah memasuki revolusi indutsri 4.0. Fase ini menuntut sumber daya manusia (SDM) dalam penguasaan teknologi dan hasil industri berdaya saing tinggi sehingga perusahaan kecil pun bisa mendunia. "Perusahaan kecil dapat mendunia dan bekerja dapat dilakukan dimana-mana. Dan sekarang perusahaan kecil tidak dapat dipisahkan dengan industri besar," ujar dia.
Meski begitu, untuk menghadapi industri 4.0, JK berpendapat masih ada yang perlu dievaluasi dari kebijakan pemerintah saat ini. Hal itu salah satunya terkait penggunaan Big Data sektor industri yang digunakan untuk membuat peta industri secara lebih rigid. "Dewasa ini data yang menentukan, karena itulah sumber-sumber saat ini yang bisa memajukan masing-masing industri," kata JK.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menambahkan, sektor industri masih menjadi kontributor terbesar terhadap PDB nasional. Sektor industri pada 2018 lalu mampu berkontribusi terhadap PDB nasional sebesar 19,86%.
Dari kontribusi tersebut, sebanyak 30% dari total penerimaan perpajakan negara tahun 2018 dihasilkan dari sektor industri. Selain itu, sektor industri menjadi penyumbang investasi terbesar dalam empat tahun terakhir (2014-2018) dengan jumlah sebesar 41,8% dari total realisasi investasi.
Melalui peta jalan revolusi industri keempat, kata dia, Indonesia dapat merevitalisasi sektor industri manufaktur sehingga pada tahun 2030 dapat menjadi negara 10 ekonomi terbesar dunia.
"Dampak dari industri 4.0 antara Iain dapat meningkatkan kontribusi ekspor netto terhadap PDB sebesar 10%, meningkatkan dua kali produktivitas terhadap biaya, dan meningkatkan 2% untuk pengeluaran R&D terhadap PDB," ujarnya.
(fjo)