Asosiasi Perunggasan Diminta Pacu Produksi dan Kesejahteraan Peternak
A
A
A
SOLO - Kementerian Pertanian (Kementan) terus mendorong para pelaku perunggasan di Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Perunggasan Nasional untuk meningkatkan kualitas kebutuhan protein hewani masyarakat, kesejahteraan peternak, dan ekspor produk unggas. Hal itu disampaikan oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita saat menghadiri Pelantikan Pengurus Pinsar Petelur Nasional di Solo.
"Kita patut bersyukur dan berbangga atas dilantiknya pengurus baru Pinsar Petelur Nasioanal (PPN), saya berharap semoga pengurus baru bisa membawa PPN benar-benar menjadi wadah perjuangan para peternak (khususnya peternak petelur) dan dapat bersinergi dengan pemerintah dalam membangun dunia perunggasan, sehingga dapat terus memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat dan terciptanya kesejahteraan bagi para peternak" ungkap Ketut.
Acara itu dihadiri juga oleh Gubernur Jawa Tengah diwakili Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah, Tokoh Perunggasan, Rektor Universitas Negeri Surakarta (UNS), Pimpinan Akademi Peternakan Karanganyar, Ketua Pengurus Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Petelur Nasional/PPN Pusat dan Daerah, Pimpinan Asosiasi Perunggasan (Pinsar Indonesia, PLN, PPUN, PPRN), dan Para peternak ayam ras (Broiler dan Layer).
Ketut juga menyampaikan bahwa sumbangan produksi pangan hewani di Indonesia khususnya ayam ras telah menyumbang sekitar 55% kebutuhan daging dan 71% telur nasional. Sedangkan ayam Buras mampu menyumbang 11% daging dan 11% telur. Berkembangnya usaha ayam ras menjadi industri terus diikuti oleh tumbuhnya industri pendukungnya yaitu industri pakan, bibit, obat-obatan dan industri pendukung lainnya.
Industri perunggasan ini akan terus berkembang sesuai dengan kemajuan global atau modernisasi usaha perunggasan untuk memperoleh tingkat efisiensi usaha yang optimal, sehingga mampu bersaing dengan produk-produk unggas dari luar negeri. Oleh karena itu pembangunan industri perunggasan yang memiliki daya saing produk yang tinggi, harus terus dilakukan secara simultan dan berkesinambungan dengan mewujudkan harmonisasi kebijakan yang bersifat lintas sektoral/institusi.
"Peluang usaha perunggasan ini sangat besar, saya berharap peternak UMKM harus benar-benar bisa memanfaatkan peluang ini sehingga dapat mendukung program nasional dalam mempertahankan swasembada telur konsumsi, meningkatkan kesejahteraan peternak, dan mendukung ekspor produk unggas," harap Ketut.
"Komoditas unggas khususnya telur merupakan salah satu bahan pangan asal hewan yang kaya akan protein hewani dan sangat menjanjikan secara bisnis karena memiliki prospek pasar yang bagus, mudah diperoleh, mudah diolah, harga terjangkau dan sangat diminati oleh masyarakat luas sebagai upaya pemenuhan konsumsi protein hewani, sehingga komoditas ini merupakan pendorong utama penyediaan protein hewani nasional," tambahnya.
Berdasarkam data Kementan, populasi ayam petelur (layer) komersil tahun 2019 per bulan berkisar antara 226 juta – 248 juta ekor dengan rataan populasi layer komersil umur produktif (19-88 minggu) sebanyak 167 juta ekor. Perkembangan produksi dan kebutuhan telur konsumsi berdasarkan jumlah penduduk dan konsumsi perkapita pertahun yakni.
Tahun 2018 sebanyak 2,57 juta ton (rataan perbulan sebesar 213.755 ton) dengan kebutuhan telur sebesar 1,77 juta ton (rataan perbulan sebesar 147.201 ton), sehingga terdapat kelebihan produksi telur tahun 2018 sebesar 798.654 ton. Tahun 2019 potensi produksi telur sebanyak 2,88 juta ton (rataan perbulan sebesar 239.884 ton) dengan kebutuhan telur sebesar 1,82 juta ton.
"Surplus/cadangan produksi telur ini harus mampu diolah untuk bahan baku industri sehingga produkstifitas bisa terus meningkat, peluang ini perlu di sikapi dengan mengembangkan ekspor unggas dan produk unggas serta peningkatan industri pengolahan" jelas Ketut.
"Konsumsi telur perkapita pertahun pada tahun 2018 sebesar 6,53 kg/kapita/tahun dan tahun 2019 sebesar 6,69 kg/kapita/tahun, ini menunjukkan konsumsi telur masyarakat kita masih sangat rendah oleh karena itu sudah menjadi tugas kita Bersama untuk meningkatkan konsumsi telur perkapita pertahun guna meningkatkan gizi masyarakat serta mewujudkan tujuan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa," pintanya.
Sementara itu, Ketua Presidium PPN, Yudianto Yogiarso menyatakan dukungannya kepada Kementan dalam upaya peningkatan kualitas kebutuhan protein hewani masyarakat, kesejahteraan peternak, dan ekspor produk unggas. Lebih lanjut Yudiantono juga menegaskan dukungannya dalam penerapan aturan-aturan biosecurity yang lebih baik untuk mengatasi penyakit dan memerangi AMR pada seluruh peternakan ayam petelur di Indonesia.
Diakhir acara, Ketut menyampaikan harapannya agar PPN dapat segera berkarya dan bersinergi dalam mendukung program pembangunan dan pengembangan unggas di Indonesia yang lebih baik dan memberikan kesejahteraan bagi semua pihak.
"Kita patut bersyukur dan berbangga atas dilantiknya pengurus baru Pinsar Petelur Nasioanal (PPN), saya berharap semoga pengurus baru bisa membawa PPN benar-benar menjadi wadah perjuangan para peternak (khususnya peternak petelur) dan dapat bersinergi dengan pemerintah dalam membangun dunia perunggasan, sehingga dapat terus memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat dan terciptanya kesejahteraan bagi para peternak" ungkap Ketut.
Acara itu dihadiri juga oleh Gubernur Jawa Tengah diwakili Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah, Tokoh Perunggasan, Rektor Universitas Negeri Surakarta (UNS), Pimpinan Akademi Peternakan Karanganyar, Ketua Pengurus Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Petelur Nasional/PPN Pusat dan Daerah, Pimpinan Asosiasi Perunggasan (Pinsar Indonesia, PLN, PPUN, PPRN), dan Para peternak ayam ras (Broiler dan Layer).
Ketut juga menyampaikan bahwa sumbangan produksi pangan hewani di Indonesia khususnya ayam ras telah menyumbang sekitar 55% kebutuhan daging dan 71% telur nasional. Sedangkan ayam Buras mampu menyumbang 11% daging dan 11% telur. Berkembangnya usaha ayam ras menjadi industri terus diikuti oleh tumbuhnya industri pendukungnya yaitu industri pakan, bibit, obat-obatan dan industri pendukung lainnya.
Industri perunggasan ini akan terus berkembang sesuai dengan kemajuan global atau modernisasi usaha perunggasan untuk memperoleh tingkat efisiensi usaha yang optimal, sehingga mampu bersaing dengan produk-produk unggas dari luar negeri. Oleh karena itu pembangunan industri perunggasan yang memiliki daya saing produk yang tinggi, harus terus dilakukan secara simultan dan berkesinambungan dengan mewujudkan harmonisasi kebijakan yang bersifat lintas sektoral/institusi.
"Peluang usaha perunggasan ini sangat besar, saya berharap peternak UMKM harus benar-benar bisa memanfaatkan peluang ini sehingga dapat mendukung program nasional dalam mempertahankan swasembada telur konsumsi, meningkatkan kesejahteraan peternak, dan mendukung ekspor produk unggas," harap Ketut.
"Komoditas unggas khususnya telur merupakan salah satu bahan pangan asal hewan yang kaya akan protein hewani dan sangat menjanjikan secara bisnis karena memiliki prospek pasar yang bagus, mudah diperoleh, mudah diolah, harga terjangkau dan sangat diminati oleh masyarakat luas sebagai upaya pemenuhan konsumsi protein hewani, sehingga komoditas ini merupakan pendorong utama penyediaan protein hewani nasional," tambahnya.
Berdasarkam data Kementan, populasi ayam petelur (layer) komersil tahun 2019 per bulan berkisar antara 226 juta – 248 juta ekor dengan rataan populasi layer komersil umur produktif (19-88 minggu) sebanyak 167 juta ekor. Perkembangan produksi dan kebutuhan telur konsumsi berdasarkan jumlah penduduk dan konsumsi perkapita pertahun yakni.
Tahun 2018 sebanyak 2,57 juta ton (rataan perbulan sebesar 213.755 ton) dengan kebutuhan telur sebesar 1,77 juta ton (rataan perbulan sebesar 147.201 ton), sehingga terdapat kelebihan produksi telur tahun 2018 sebesar 798.654 ton. Tahun 2019 potensi produksi telur sebanyak 2,88 juta ton (rataan perbulan sebesar 239.884 ton) dengan kebutuhan telur sebesar 1,82 juta ton.
"Surplus/cadangan produksi telur ini harus mampu diolah untuk bahan baku industri sehingga produkstifitas bisa terus meningkat, peluang ini perlu di sikapi dengan mengembangkan ekspor unggas dan produk unggas serta peningkatan industri pengolahan" jelas Ketut.
"Konsumsi telur perkapita pertahun pada tahun 2018 sebesar 6,53 kg/kapita/tahun dan tahun 2019 sebesar 6,69 kg/kapita/tahun, ini menunjukkan konsumsi telur masyarakat kita masih sangat rendah oleh karena itu sudah menjadi tugas kita Bersama untuk meningkatkan konsumsi telur perkapita pertahun guna meningkatkan gizi masyarakat serta mewujudkan tujuan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa," pintanya.
Sementara itu, Ketua Presidium PPN, Yudianto Yogiarso menyatakan dukungannya kepada Kementan dalam upaya peningkatan kualitas kebutuhan protein hewani masyarakat, kesejahteraan peternak, dan ekspor produk unggas. Lebih lanjut Yudiantono juga menegaskan dukungannya dalam penerapan aturan-aturan biosecurity yang lebih baik untuk mengatasi penyakit dan memerangi AMR pada seluruh peternakan ayam petelur di Indonesia.
Diakhir acara, Ketut menyampaikan harapannya agar PPN dapat segera berkarya dan bersinergi dalam mendukung program pembangunan dan pengembangan unggas di Indonesia yang lebih baik dan memberikan kesejahteraan bagi semua pihak.
(akr)