Tahun 2019, Kementan Targetkan Cetak Sawah Baru 6.000 Hektar

Rabu, 08 Mei 2019 - 23:18 WIB
Tahun 2019, Kementan Targetkan Cetak Sawah Baru 6.000 Hektar
Tahun 2019, Kementan Targetkan Cetak Sawah Baru 6.000 Hektar
A A A
DEPOK - Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan dapat mencetak sawah seluas 6.000 hektar pada 2019. Program cetak sawah dimulai sejak April kemarin. Adapun yang menjadi target utama pencetakan adalah lahan di luar Jawa dan bekerjasama dengan TNI.

"Alokasi cetak sawah tahun 2019, sesuai Survei, Investigasi dan Desain (SID) seluas 6.000 hektar bekerjasama dengan TNI. SID sebagai syarat pelaksanaan dan sudah di validasi," ujar Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian, Sarwo Edhy di Depok, Rabu (8/5/2019).

Sarwo Edhy merinci untuk lokasi pelaksanaanya adalah di Aceh seluas 500 hektar, Lampung 600 hektar, Kalimantan Utara 300 hektar, Kalimantan Tengah 300 hektar, Sulawesi Selatan 1.250 hektar, Sulawesi Tengah 1.300 hektar, Sulawesi Utara 750 hektar, dan Papua 1.000 hektar.

Ia menambahkan, sampai dengan tahun kelima, program cetak sawah sudah terealisasi seluas 220.000 hektar. Sementara target pemerintah adalah 240.000 hektar.

"Sejak program berjalan pada 2015, Kementan merealisasikan 20.070 hektar, kemudian pada 2016 menghasilkan 129.096 hektar. Lalu di tahun 2017 seluas 60.243 hektar dan pada 2018 sebanyak 6.000 hektar," sebutnya.

Sementara itu, dalam program Nawacita periode Jokowi-JK mencanangkan kegiatan cetak sawah 1 juta hektar yang ditargetkan tercapai hingga akhir pemerintahan. Akan tetapi minimnya realisasi cetak sawah pada lahan konvensional membuat Kementan membidik area lain yaitu lahan rawa mulai tahun 2018.

Tahun lalu, pengelolaan lahan rawa ditargetkan 500.000 hektar. Namun setelah divalidasi target realisasi pemanfaatan lahan rawa berkurang 100.000 hektar pada 2019.

Sarwo Edhy mengatakan, penurunan target tidak bisa dielak karena petani di beberapa daerah meminta ganti rugi atas lahan yang diubah menjadi aliran irigasi tersier. Sementara lahan rawa tidak bisa diolah kalau tidak membanggun aliran tersebut. Pemerintah pun, lanjutnya, tidak memiliki dana untuk ganti rugi tersebut.

"Ketentuan kami untuk membangun lahan rawa adalah petani mau tanam, ada lahan dan ketika dibuatkan irigasi tidak minta ganti rugi. Tapi saat sosialisasi dia minta ganti rugi kami tidak ada dana anggaran. Desa yang tidak mau dikeruk lahan untuk jaringan tersier, ya ditinggal. Jadi lahannya berkurang 100.000 hektar," jelas Sarwo Edhy.

Adapun anggaran yang disediakan untuk Program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (Serasi), lanjutnya adalah Rp2,5 triliun pada 2019. Edhy menjelaskan dengan berkurangnya target realisasi maka anggaran yang dipakai juga menurun. Dia berjanji anggaran yang berlebih akan dikembalikan ke kas negara.

Tapi sejauh ini, pihaknya belum melakukan penghitungan ulang anggaran yang dibutuhkan. Dana tersebut semula akan digunakan untuk rehabilitasi jaringan tersier, meninggikan tanggul, membuat pintu pompa dan lain-lain dengan biaya Rp4,3 juta per hektar.

"Target berkurang setelah validasi yang mempengaruhi luas lahan berkurang dan bantuan. Tinggal menghitungnya tapi belum selesai," pungkasnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5311 seconds (0.1#10.140)