Bank Indonesia Diprediksi Tahan Diri Soal Suku Bunga Acuan

Rabu, 15 Mei 2019 - 00:18 WIB
Bank Indonesia Diprediksi...
Bank Indonesia Diprediksi Tahan Diri Soal Suku Bunga Acuan
A A A
JAKARTA - Sejalan dengan tren regional, ekspor dan impor cenderung tetap lemah. Neraca perdagangan mungkin kembali ke zona defisit bulan ini setelah mengalami surplus selama dua bulan berturut-turut.

"Pertumbuhan ekspor akan tetap lemah di Asia, seperti pada data perdagangan Singapura, India, dan Indonesia," ujar Ekonom DBS Group Research Masyita Crystallin di Jakarta, Selasa (14/5).

Sementara itu, defisit transaksi berjalan kemungkinan akan melebar pada kuartal II tahun 2019 dan seterusnya. Hal tersebut dikarenakan pembangunan infrastruktur akan mulai meningkat setelah pemilihan umum, di samping kenaikan harga minyak dan peningkatan perang dagang AS-China, yang akan berdampak negatif pada perdagangan Asia.

"Meskipun lingkungan inflasi rendah, Bank Indonesia (BI) kemungkinan masih menahan diri dan tidak menurunkan suku bunga acuannya pada pertemuan kebijakan minggu ini," kata Masyita.

Kemungkinan tersebut didorong oleh pertumbuhan PDB yang masih tetap kuat jika dibandingkan dengan perlambatan di seluruh Asia. Sementara rupiah kemungkian tetap di bawah tekanan karena ketegangan perdagangan AS-China meningkat dan defisit transaksi berjalan melebar.

SVP Chief Economist BNI Ryan Kiryanto juga menilai, keputusan RDG BI akan tetap mempertahankan BI 7 day repo rate, Deposit Facility maupun Lending Facility. "Hal tersebut dengan mempertimbangkan faktor tekanan eksternal dan domestik terkini dan ekspektasi ke depannya," ungkap dia kemarin.

Faktor eksternal itu misalnya efek negatif trade war, brexit dan ketegangan atau risiko geopolitik yang kesemuanya berdampak negatif bagi perekonomian RI. Sedangkan dari internal terkait dengan defisit neraca transaksi berjalan yang sebesar 2,6% terhadap PDB serta lingkungan makroekonomi yang belum kembali kondusif pasca pemilu.

"Selain itu, keputusan RDG BI juga dengan mempertimbangkan perkembangan nilai tukar rupiah yang masih dalam tekanan eksternal," tukasnya.

Direktur Group Surveilans dan Stabilitas Sistem Keuangan LPS Doddy Ariefianto memprediksi, kenaikan BI 7-day reverse repo rate di tahun 2019 berpotensi berakhir, seiring arah Fed rate yang menjadi lebih dovish serta tekanan pada nilai tukar rupiah yang mulai mereda.

"Kendati demikian, arah kebijakan moneter diperkirakan masih tightening bias dan belum terindikasi melonggar dalam waktu dekat di tengah masih adanya risiko volatilitas di pasar keuangan dan risiko persistensi defisit neraca berjalan," ungkap Dody.

Adapun suku bunga antar bank (JIBOR) diperkirakan juga akan stabil. Hal tersebut dipengaruhi oleh dinamika kondisi likuiditas antar bank dalam penyaluran kredit serta recovery pertumbuhan di sisi simpanan.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5464 seconds (0.1#10.140)