Penerimaan Iuran BPJSTK Capai Rp21,9 Triliun
A
A
A
JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJSTK) mencatat hingga April 2019 penerimaan iuran mencapai Rp21,9 triliun atau tumbuh 11% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Direktur Utama BPJSTK Agus Susanto mengatakan, jumlah iuran tersebut diterima dari peserta aktif yang hingga April 2019 30,6 juta atau tumbuh 10% dari periode yang sama tahun sebelumnya.
“Dengan total pekerja terdaftar mencapai 51 juta, Indonesia boleh berbangga, cakup an jaminan sosial ketenaga kerjaan telah mencapai 56% dari total pekerja yang eligi bledengan jumlah 93 juta, yaitu tidak termasuk ASN, TNI Polri dan pekerja diluar usia tanggungan,” ujar Agus pada acara Berbuka Bareng Media di Jakarta, kemarin.
Menurut Agus, untuk perusahaan atau pemberi kerja aktif hingga April 2019 tumbuh 9% dari periode yang sama tahun 2018 mencapai 589.933 pemberi kerja. Agus menambahkan, cakupan peserta jaminan sosial di Indonesia lebih unggul dibandingkan Filipina (47%), Vietnam (38%) dan India (19%).
“Bahkan secara global, cakupan masyarakat yang telah memiliki minimal 1 perlindungan jaminan sosial di seluruh dunia hanya mencapai 45%,” jelasnya.
Sementara itu hingga April 2019, jumlah total pekerja migran Indonesia (PMI) yang telah mendapatkan perlindungan program BPJSTK men capai 455.000 peserta yang tersebar di berbagai negara penempatan dan yang masih mendapatkan pelatihan di Indonesia.
Dari sisi pembayaran, klaim jaminan pada April 2019, terdapat kenaikan mencapai 17% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 atau mencapai Rp9,4 triliun. Pembayaran klaim Jaminan Hari Tua (JHT) mencapai 92% dari seluruh klaim, disusul Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebanyak 5%, Jaminan Kematian (JKM) sebanyak 2% dan Jaminan Pensiun (JP) sebanyak 1%.
“Tingginya tingkat pencairan JHT yang mencapai 732.000 kasus sampai dengan April 2019, menjadi salah satu tantangan utama bagi kami karena menyebabkan penurunan sisi cakupan kepesertaan,” tegas Agus.
Agus menambahkan, klaim JKK juga mengalami peningkatan 37% atau mencapai 59.000 kasus, dengan rincian 60% terjadi di lingkungan kerja, 27% terkait kecelakaan lalu lintas dan 13% terjadi di luar lingkungan kerja.
“Banyak masyarakat belum menyadari manfaat JKK, padahal manfaatnya sangat luar biasa, meliputi perawatan tanpa batas biaya sesuai ke butuhan medis, santunan pengganti upah bahkan bantuan persipan mental dan fisik untuk kembali bekerja.
Kami banyak menemukan kasus JKK yang membutuhkan perawatan dalam waktu lebih dari 12 bulan dan memerlukan biaya miliaran. Bayangkan jika pekerja atau pemberi kerja harus menanggung semua biaya tersebut,” jelas Agus.
Walaupun manfaatnya sudah luar biasa, menurut Agus, BPJSTK terus berusaha meningkatkan manfaat dari program JKK dan JKM. Saat ini peningkatan manfaat yang sebelumnya tertuang di dalam PP No. 44 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian sedang dalam proses pengesahan oleh Pemerintah.
“Salah satu yang ditingkatkan adalah manfaat santunan kematian yang sebelumnya Rp24 juta menjadi maksimal Rp42 juta. Selain itu, manfaat beasiswa bagi anak peserta yang meninggal dunia juga akan diberikan bantuan beasiswa untuk 2 orang anak sampai dengan lulus kuliah, sebelumnya hanya 1 orang anak saja sebesar Rp12 juta,” pungkasnya.
Menurut Agus, dalam Peta Jalan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang disusun oleh Bappenas, telah ditetapkan sampai dengan tahun 2021 target Cakupan Kepesertaan untuk Pekerja Penerima Upah (PU) sebanyak80%, Bukan Penerima Upah (BPU) sebanyak 15%, Jasa Konstruksi 100%, dengan jumlah peserta aktif mencapai 51,71%.
“Tantangan utama dalam mencapai target cakupan kepesertaan berada pada segmen BPU yang merupakan mayoritas pekerja di Indonesia. Untuk dapat menjangkau mereka, kami mengembangkan inisiatif Perisai (Penggerak Jaminan Sosial Indonesia) yang merupa kan program keagenan dengan pem berdayaan masyarakat komunitas sebagai perpanjan gan tangan kami,” paparnya. (Rakhmat Baihaqi)
Direktur Utama BPJSTK Agus Susanto mengatakan, jumlah iuran tersebut diterima dari peserta aktif yang hingga April 2019 30,6 juta atau tumbuh 10% dari periode yang sama tahun sebelumnya.
“Dengan total pekerja terdaftar mencapai 51 juta, Indonesia boleh berbangga, cakup an jaminan sosial ketenaga kerjaan telah mencapai 56% dari total pekerja yang eligi bledengan jumlah 93 juta, yaitu tidak termasuk ASN, TNI Polri dan pekerja diluar usia tanggungan,” ujar Agus pada acara Berbuka Bareng Media di Jakarta, kemarin.
Menurut Agus, untuk perusahaan atau pemberi kerja aktif hingga April 2019 tumbuh 9% dari periode yang sama tahun 2018 mencapai 589.933 pemberi kerja. Agus menambahkan, cakupan peserta jaminan sosial di Indonesia lebih unggul dibandingkan Filipina (47%), Vietnam (38%) dan India (19%).
“Bahkan secara global, cakupan masyarakat yang telah memiliki minimal 1 perlindungan jaminan sosial di seluruh dunia hanya mencapai 45%,” jelasnya.
Sementara itu hingga April 2019, jumlah total pekerja migran Indonesia (PMI) yang telah mendapatkan perlindungan program BPJSTK men capai 455.000 peserta yang tersebar di berbagai negara penempatan dan yang masih mendapatkan pelatihan di Indonesia.
Dari sisi pembayaran, klaim jaminan pada April 2019, terdapat kenaikan mencapai 17% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 atau mencapai Rp9,4 triliun. Pembayaran klaim Jaminan Hari Tua (JHT) mencapai 92% dari seluruh klaim, disusul Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebanyak 5%, Jaminan Kematian (JKM) sebanyak 2% dan Jaminan Pensiun (JP) sebanyak 1%.
“Tingginya tingkat pencairan JHT yang mencapai 732.000 kasus sampai dengan April 2019, menjadi salah satu tantangan utama bagi kami karena menyebabkan penurunan sisi cakupan kepesertaan,” tegas Agus.
Agus menambahkan, klaim JKK juga mengalami peningkatan 37% atau mencapai 59.000 kasus, dengan rincian 60% terjadi di lingkungan kerja, 27% terkait kecelakaan lalu lintas dan 13% terjadi di luar lingkungan kerja.
“Banyak masyarakat belum menyadari manfaat JKK, padahal manfaatnya sangat luar biasa, meliputi perawatan tanpa batas biaya sesuai ke butuhan medis, santunan pengganti upah bahkan bantuan persipan mental dan fisik untuk kembali bekerja.
Kami banyak menemukan kasus JKK yang membutuhkan perawatan dalam waktu lebih dari 12 bulan dan memerlukan biaya miliaran. Bayangkan jika pekerja atau pemberi kerja harus menanggung semua biaya tersebut,” jelas Agus.
Walaupun manfaatnya sudah luar biasa, menurut Agus, BPJSTK terus berusaha meningkatkan manfaat dari program JKK dan JKM. Saat ini peningkatan manfaat yang sebelumnya tertuang di dalam PP No. 44 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian sedang dalam proses pengesahan oleh Pemerintah.
“Salah satu yang ditingkatkan adalah manfaat santunan kematian yang sebelumnya Rp24 juta menjadi maksimal Rp42 juta. Selain itu, manfaat beasiswa bagi anak peserta yang meninggal dunia juga akan diberikan bantuan beasiswa untuk 2 orang anak sampai dengan lulus kuliah, sebelumnya hanya 1 orang anak saja sebesar Rp12 juta,” pungkasnya.
Menurut Agus, dalam Peta Jalan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang disusun oleh Bappenas, telah ditetapkan sampai dengan tahun 2021 target Cakupan Kepesertaan untuk Pekerja Penerima Upah (PU) sebanyak80%, Bukan Penerima Upah (BPU) sebanyak 15%, Jasa Konstruksi 100%, dengan jumlah peserta aktif mencapai 51,71%.
“Tantangan utama dalam mencapai target cakupan kepesertaan berada pada segmen BPU yang merupakan mayoritas pekerja di Indonesia. Untuk dapat menjangkau mereka, kami mengembangkan inisiatif Perisai (Penggerak Jaminan Sosial Indonesia) yang merupa kan program keagenan dengan pem berdayaan masyarakat komunitas sebagai perpanjan gan tangan kami,” paparnya. (Rakhmat Baihaqi)
(nfl)