KKP Apresiasi Penerapan Prinsip Berkelanjutan Budidaya Tilapia
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengapresiasi komitmen penerapan budidaya berkelanjutan dalam meningkatkan produksi ikan nila nasional oleh perusahaan Regal Springs Indonesia (RSI).
"Dengan begitu, manfaat sebesar-besarnya dan berkesinambungan bagi ekonomi masyarakat benar-benar dapat dirasakan. KKP berharap komitmen tersebut juga dapat dilakukan oleh seluruh perusahaan swasta maupun masyarakat yang melakukan usaha budidaya ikan," ujar Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, Slamet Soebjakto, Sabtu (15/6/2019).
Apresiasi tersebut merujuk kepada keberhasilan RSI yang menjadi produsen tilapia/nila terbesar di dunia dan mampu menerapkan secara penuh prinsip-prinsip cara budidaya ikan yang baik (CBIB). Selain itu, pengolahan limbah dan peningkatan nilai tambah dalam budidaya nila dengan KJA di Danau Toba, Sumatra Utara dan daerah lainnya di Indonesia melalui anak usahanya PT Aquafarm Nusantara.
Atas keberhasilan itu, RSI berhasil mengantongi sertikasi Aquaculture Stewardship Council (ASC) dan Best Aquaculture Practice (BAP). Sehingga produknya dapat di ekspor ke pasar internasional seperti Amerika Serikat, Jepang, Eropa, dan Australia. Selain itu, secara ekonomi, RSI telah berhasil menciptakan lapangan kerja di Indonesia.
"Kami menyadari kualitas produk tilapia premium dengan sertifikasi dan standar internasional yang dihasilkan oleh PT Aquafarm dapat menjadi contoh yang baik untuk menjamin keberterimaan produk ikan Indonesia di pasar Internasional," ucap Slamet.
Sebagai Informasi, RSI merupakan perusahaan asal Swiss yang bergerak dalam bisnis budidaya ikan. Perusahaan ini dikenal karena mampu melibatkan orang-orang yang kurang beruntung di wilayah sekitar usahanya, sehingga memberikan peluang bagi masyarakat setempat untuk memiliki pendapatan dan mata pencaharian yang layak.
Hingga kini, RSI memberikan dampak penyediaan lapangan pekerjaan dengan menyerap lebih dari 4.000 orang tenaga kerja di seluruh Indonesia. Komitmen penerapan budidaya berkelanjutan dan keamanan produk hasil perikanan budidaya oleh pemerintah dan stakeholder seperti yang dilakukan RSI, ujar Slamet, berhasil mendapat apresiasi dunia internasional.
"Terkait keamanan produk perikanan budidaya, kami informasikan bahwa hasil audit DG Sante dari Uni Eropa tahun 2018 lalu menyimpulkan tak ada temuan mayor pada proses produksi perikanan budidaya. Sehingga tim auditor UE menyampaikan apresiasi terhadap upaya pemerintah Indonesia untuk bisa meyakinkan konsumen masyarakat Eropa," lanjut Slamet.
Untuk itu, lanjut Slamet, pemerintah Indonesia terus mengembangkan sistem sertifikasi IndoGAP dan monitoring residu yang dapat menjamin mutu produk perikanan budidaya dan meningkatkan keberterimaan di pasar internasional.
Dalam kesempatan itu, Slamet juga menyampaikan kebijakan pemerintah dalam kerjasama penanaman modal asing yakni investor melakukan kemitraan dengan stakeholder Indonesia.
Tidak hanya berbasis corporate based, namun ada pemberdayaanmasyarakat. Sehingga ada share ekonomi ke masyarakat sekitar yang akan menjamin keberlanjutan usaha perikanan budidaya dan tidak memicu kecemburuaan sosial.
"Seperti kesuksesan Regal Springs yang berhasil membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Kami berharap agar Regal Springs dapat memberikan pembinaan ke kelompok pembudidaya mitra sehingga pembudidaya mampu memenuhi syarat sertifikasi internasional," harap Slamet.
Menurut Slamet, potensi lahan budidaya air tawar Indonesia masih sangat besar dan belum termanfaatkan secara optimal. Ini bisa menjadi peluang usaha. Namun, harus dilakukan secara berkelanjutan, bertanggung jawab, dan tidak merusak lingkungan.
Tentang keberlanjutan usaha, hal senada juga disampaikan oleh Duta Besar Swiss untuk Indonesia, Kurt Kunz, "Saya mengharapkan RSI selalu menjaga kualitas air serta lingkungan budidaya. Dan saya berharap agar produksi serta ekspor dari RSI dapat ditingkatkan," ucap Kunz.
Selain itu Kunz juga menyampaikan penghargaan atas kerjasama yang baik dengan KKP dalam kegiatan SMART Fish Indonesia, peningkatkan keberterimaan produk tuna, patin, dan rumput laut Indonesia di dunia.
Sementara itu, CEO PT Aquafarm Nusantara, Sammy Hamzah, menyampaikan kebanggaanya atas produk tilapia Indonesia. "Kita patut bangga bahwa produk tilapia Indonesia sangat disukai oleh konsumen luar negeri, 90% dari produk RSI diekspor dan diterima dengan baik oleh dunia internasional," ungkapnya.
Berdasarkan data KKP, selama kurun waktu 2015-2018, produksi ikan nila nasional mengalami peningkatan 12,85%, dimana secara berurutan yakni 1,084 juta ton (2015); 1,114 juta ton (2016); 1,265 ton (2017); dan 1,185 juta ton (2018). Adapun provinsi yang secara tradisional menjadi sentra budidaya ikan nila yakni Jawa Barat, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, dan Sulawesi Utara.
"Dengan begitu, manfaat sebesar-besarnya dan berkesinambungan bagi ekonomi masyarakat benar-benar dapat dirasakan. KKP berharap komitmen tersebut juga dapat dilakukan oleh seluruh perusahaan swasta maupun masyarakat yang melakukan usaha budidaya ikan," ujar Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, Slamet Soebjakto, Sabtu (15/6/2019).
Apresiasi tersebut merujuk kepada keberhasilan RSI yang menjadi produsen tilapia/nila terbesar di dunia dan mampu menerapkan secara penuh prinsip-prinsip cara budidaya ikan yang baik (CBIB). Selain itu, pengolahan limbah dan peningkatan nilai tambah dalam budidaya nila dengan KJA di Danau Toba, Sumatra Utara dan daerah lainnya di Indonesia melalui anak usahanya PT Aquafarm Nusantara.
Atas keberhasilan itu, RSI berhasil mengantongi sertikasi Aquaculture Stewardship Council (ASC) dan Best Aquaculture Practice (BAP). Sehingga produknya dapat di ekspor ke pasar internasional seperti Amerika Serikat, Jepang, Eropa, dan Australia. Selain itu, secara ekonomi, RSI telah berhasil menciptakan lapangan kerja di Indonesia.
"Kami menyadari kualitas produk tilapia premium dengan sertifikasi dan standar internasional yang dihasilkan oleh PT Aquafarm dapat menjadi contoh yang baik untuk menjamin keberterimaan produk ikan Indonesia di pasar Internasional," ucap Slamet.
Sebagai Informasi, RSI merupakan perusahaan asal Swiss yang bergerak dalam bisnis budidaya ikan. Perusahaan ini dikenal karena mampu melibatkan orang-orang yang kurang beruntung di wilayah sekitar usahanya, sehingga memberikan peluang bagi masyarakat setempat untuk memiliki pendapatan dan mata pencaharian yang layak.
Hingga kini, RSI memberikan dampak penyediaan lapangan pekerjaan dengan menyerap lebih dari 4.000 orang tenaga kerja di seluruh Indonesia. Komitmen penerapan budidaya berkelanjutan dan keamanan produk hasil perikanan budidaya oleh pemerintah dan stakeholder seperti yang dilakukan RSI, ujar Slamet, berhasil mendapat apresiasi dunia internasional.
"Terkait keamanan produk perikanan budidaya, kami informasikan bahwa hasil audit DG Sante dari Uni Eropa tahun 2018 lalu menyimpulkan tak ada temuan mayor pada proses produksi perikanan budidaya. Sehingga tim auditor UE menyampaikan apresiasi terhadap upaya pemerintah Indonesia untuk bisa meyakinkan konsumen masyarakat Eropa," lanjut Slamet.
Untuk itu, lanjut Slamet, pemerintah Indonesia terus mengembangkan sistem sertifikasi IndoGAP dan monitoring residu yang dapat menjamin mutu produk perikanan budidaya dan meningkatkan keberterimaan di pasar internasional.
Dalam kesempatan itu, Slamet juga menyampaikan kebijakan pemerintah dalam kerjasama penanaman modal asing yakni investor melakukan kemitraan dengan stakeholder Indonesia.
Tidak hanya berbasis corporate based, namun ada pemberdayaanmasyarakat. Sehingga ada share ekonomi ke masyarakat sekitar yang akan menjamin keberlanjutan usaha perikanan budidaya dan tidak memicu kecemburuaan sosial.
"Seperti kesuksesan Regal Springs yang berhasil membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Kami berharap agar Regal Springs dapat memberikan pembinaan ke kelompok pembudidaya mitra sehingga pembudidaya mampu memenuhi syarat sertifikasi internasional," harap Slamet.
Menurut Slamet, potensi lahan budidaya air tawar Indonesia masih sangat besar dan belum termanfaatkan secara optimal. Ini bisa menjadi peluang usaha. Namun, harus dilakukan secara berkelanjutan, bertanggung jawab, dan tidak merusak lingkungan.
Tentang keberlanjutan usaha, hal senada juga disampaikan oleh Duta Besar Swiss untuk Indonesia, Kurt Kunz, "Saya mengharapkan RSI selalu menjaga kualitas air serta lingkungan budidaya. Dan saya berharap agar produksi serta ekspor dari RSI dapat ditingkatkan," ucap Kunz.
Selain itu Kunz juga menyampaikan penghargaan atas kerjasama yang baik dengan KKP dalam kegiatan SMART Fish Indonesia, peningkatkan keberterimaan produk tuna, patin, dan rumput laut Indonesia di dunia.
Sementara itu, CEO PT Aquafarm Nusantara, Sammy Hamzah, menyampaikan kebanggaanya atas produk tilapia Indonesia. "Kita patut bangga bahwa produk tilapia Indonesia sangat disukai oleh konsumen luar negeri, 90% dari produk RSI diekspor dan diterima dengan baik oleh dunia internasional," ungkapnya.
Berdasarkan data KKP, selama kurun waktu 2015-2018, produksi ikan nila nasional mengalami peningkatan 12,85%, dimana secara berurutan yakni 1,084 juta ton (2015); 1,114 juta ton (2016); 1,265 ton (2017); dan 1,185 juta ton (2018). Adapun provinsi yang secara tradisional menjadi sentra budidaya ikan nila yakni Jawa Barat, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, dan Sulawesi Utara.
(ven)