Tanpa Didukung Aksebilitas, Bandara Kertajati Bakal Tetap Sepi
A
A
A
JAKARTA - Rencana perpindahan penerbangan domestik dari Bandara Internasional Husein Sastranegara Bandung ke Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati dikhawatirkan tidak mendapat sambutan masyarakat. Hal tersebut mengingat belum memadainya infrastruktur dan aksesbilitas ke Bandara Kertajati.
Pengamat penerbangan yang juga anggota Ombudsman, Alvin Lie menilai hingga kini jalan tol Cileunyi, Sumedang, dawuan (Cisumdawu) belum selesai dan belum ada aksesbilitas kereta maupun bus. “Kondisi itu membuat konsumen berpotensi pindah ke Bandara Halim Perdana Kusuma atau Bandara Internasional Soekarno Hatta, sebab aksesibilitas kesana jauh lebih mudah,” ujarnya di Jakarta, Senin (17/6).
Ahli penerbangan ini juga menelisik, proses pemindahan yang sudah diumumkan sejak 2-3 pekan lalu tersebut tidak direspons cepat oleh maskapai. Menurut dia, harusnya perpindahan sudah terlaksana sejak 15 Juni 2019, akan tetapi PT BIJB menyatakan pemindahan 12 rute penerbangan dari Bandara Husein Sastranegara ke Bandara Kertajati yang seharusnya akhir pekan lalu dibatalkan karena masalah administrasi.
Akan tetapi Alvie Lie menduga proses administrasi bukan alasan utama, melainkan tidak disambut konsumen sehingga menjadi beban berat maskapai. "Maskapai butuh memasarkan kepada pengguna jasa bahwa penerbangannya akan menggunakan Bandara Kertajati. Kalau konsumen tidak terima, artinya tiket tidak jadi dibeli oleh konsumen," ungkapnya.
Tanpa aksesibilitas yang memadai, biaya transportasi konsumen juga tinggi karena perjalanan ke Kertajati lebih mahal. Perum Damri belum melayani dengan optimal, sedangkan jika menggunkan kendaraan pribadi atau taksi, ongkos perjalanan jadi mahal. "Ini sangat membebani masyarakat. Saya gak yakin masyarakat akan terima. Kalau gak ada penumpangnya maskapai juga akan menutup penerbangannya kan," kata dia.
Perpindahan operasional pun menjadi biaya lebih bagi maskapai. Selain memindahkan petugas bandara, kru pesawat, tiketing hingga manajemen, seluruh pegawai juga membutuhan tempat tinggal sementara. Sedangkan di kawasan Kertajati belum ada hotel dan transportasi yang memadai. "Di tengah kondisi maskapai seperti sekarang, akan semakin sulit bagi mereka untuk memutuskan segera bergabung," katanya.
Ritel dan tenan pun dipastikan belum akan meramaikan Bandara Kertajati, bila melihat jumlah penumpang paling banyak 10 orang per hari. Kondisi tersebut akan membuat tenan urungkan niat membuka gerainya di sini. Dia menilai perpindahan penerbangan domestik ini langkah panik dari pemerintah pusat dan daerah. Padahal Bandara BIJB Kertajati belum menunjukan potensinya.
Sementara itu, pejabat Humas BIJB Kertajati Adrian mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan PT Angkasa Pura II untuk perpindahan maskapai. Dari sisi operasional bandara, telah siap seluruhnya. Dia mengklaim, moda transportasi lanjutan dari dan menuju Bandara Kertajati telah tersedia. Setidaknya ada 12 operator yang bersedia melayani penumpang di sekitar Jawa Barat.
Ke-12 operator itu adalah Damri, CTU Shuttle, Lintas Shuttle, ECA Shuttle, P-Trans, Barat, Mekarsari, Arnes, Budiman, Bhineka Shuttle, BJT, Grab. Total armada yang disiapkan sebanyak 20 unit. "Kami sudah sangat siap," katanya.
Terpisah Humas PT Angkasa Pura II Yado Yarismano mengungkapkan, hingga saat ini belum ada maskapai yang pindah. Mereka berproses sampai sebulan hingga Juli 2019. "Sampai sekarang ini masih berproses. Rencananya coba dikekar bertahan bulan ini," katanya.
Dari sisi operasional, Bandara Husein Sastranegara dan BIJB Kertajati akan saling melengkapi. Keduanya mendukung satu sama lain, untuk mendukung pertumbuhan sektor penerbangan nasional secara efektif dan efisien.
Pengamat penerbangan yang juga anggota Ombudsman, Alvin Lie menilai hingga kini jalan tol Cileunyi, Sumedang, dawuan (Cisumdawu) belum selesai dan belum ada aksesbilitas kereta maupun bus. “Kondisi itu membuat konsumen berpotensi pindah ke Bandara Halim Perdana Kusuma atau Bandara Internasional Soekarno Hatta, sebab aksesibilitas kesana jauh lebih mudah,” ujarnya di Jakarta, Senin (17/6).
Ahli penerbangan ini juga menelisik, proses pemindahan yang sudah diumumkan sejak 2-3 pekan lalu tersebut tidak direspons cepat oleh maskapai. Menurut dia, harusnya perpindahan sudah terlaksana sejak 15 Juni 2019, akan tetapi PT BIJB menyatakan pemindahan 12 rute penerbangan dari Bandara Husein Sastranegara ke Bandara Kertajati yang seharusnya akhir pekan lalu dibatalkan karena masalah administrasi.
Akan tetapi Alvie Lie menduga proses administrasi bukan alasan utama, melainkan tidak disambut konsumen sehingga menjadi beban berat maskapai. "Maskapai butuh memasarkan kepada pengguna jasa bahwa penerbangannya akan menggunakan Bandara Kertajati. Kalau konsumen tidak terima, artinya tiket tidak jadi dibeli oleh konsumen," ungkapnya.
Tanpa aksesibilitas yang memadai, biaya transportasi konsumen juga tinggi karena perjalanan ke Kertajati lebih mahal. Perum Damri belum melayani dengan optimal, sedangkan jika menggunkan kendaraan pribadi atau taksi, ongkos perjalanan jadi mahal. "Ini sangat membebani masyarakat. Saya gak yakin masyarakat akan terima. Kalau gak ada penumpangnya maskapai juga akan menutup penerbangannya kan," kata dia.
Perpindahan operasional pun menjadi biaya lebih bagi maskapai. Selain memindahkan petugas bandara, kru pesawat, tiketing hingga manajemen, seluruh pegawai juga membutuhan tempat tinggal sementara. Sedangkan di kawasan Kertajati belum ada hotel dan transportasi yang memadai. "Di tengah kondisi maskapai seperti sekarang, akan semakin sulit bagi mereka untuk memutuskan segera bergabung," katanya.
Ritel dan tenan pun dipastikan belum akan meramaikan Bandara Kertajati, bila melihat jumlah penumpang paling banyak 10 orang per hari. Kondisi tersebut akan membuat tenan urungkan niat membuka gerainya di sini. Dia menilai perpindahan penerbangan domestik ini langkah panik dari pemerintah pusat dan daerah. Padahal Bandara BIJB Kertajati belum menunjukan potensinya.
Sementara itu, pejabat Humas BIJB Kertajati Adrian mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan PT Angkasa Pura II untuk perpindahan maskapai. Dari sisi operasional bandara, telah siap seluruhnya. Dia mengklaim, moda transportasi lanjutan dari dan menuju Bandara Kertajati telah tersedia. Setidaknya ada 12 operator yang bersedia melayani penumpang di sekitar Jawa Barat.
Ke-12 operator itu adalah Damri, CTU Shuttle, Lintas Shuttle, ECA Shuttle, P-Trans, Barat, Mekarsari, Arnes, Budiman, Bhineka Shuttle, BJT, Grab. Total armada yang disiapkan sebanyak 20 unit. "Kami sudah sangat siap," katanya.
Terpisah Humas PT Angkasa Pura II Yado Yarismano mengungkapkan, hingga saat ini belum ada maskapai yang pindah. Mereka berproses sampai sebulan hingga Juli 2019. "Sampai sekarang ini masih berproses. Rencananya coba dikekar bertahan bulan ini," katanya.
Dari sisi operasional, Bandara Husein Sastranegara dan BIJB Kertajati akan saling melengkapi. Keduanya mendukung satu sama lain, untuk mendukung pertumbuhan sektor penerbangan nasional secara efektif dan efisien.
(akr)