Cegah Persaingan Tak Sehat, Promo Ojol Tetap Perlu Diatur

Selasa, 18 Juni 2019 - 15:56 WIB
Cegah Persaingan Tak...
Cegah Persaingan Tak Sehat, Promo Ojol Tetap Perlu Diatur
A A A
JAKARTA - Pengamat transportasi menilai pengaturan promo layanan transportasi daring atau Ojol (Ojek Online) tetap perlu dilakukan sebagai upaya menghindari persaingan tak sehat yang berpotensi menjatuhkan kompetitor. Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI) Harryadin Mahardika mengungkapkan, dugaan adanya jual rugi atau predatory pricing dalam industri Ojol cukup kuat. Pasalnya, secara karakter, pasar industri tersebut kini hanya menyisakan dua pemain, GoJek dan Grab.

Dengan menyisakan dua pemain tersebut, menurut Harryadin, akan berlaku hukum rivalitas yang ketat, dan saling memangsa. “Secara teori demikian, rivalitas pasar yang hanya dua pemain, akan berlaku hukum yang lebih kuat, akan memangsa dengan upaya apapun lawannya,” jelasnya kepada awak media.

Persoalannya, tegas dia jika kelak pasar hanya diisi pemain tunggal sebagai pemenang persaingan, maka akan terjadi monopoli. “Hal ini akan merugikan banyak pihak, tarif bisa seenaknya, karena cuma satu pemain,” tukasnya.

Dari dua pemain industri Ojol, dia menilai Grab jauh lebih kuat dibandingkan Gojek. Apalagi, terdapat suntikan dana segar hingga US$6 miliar dari Softbank selaku investor utama aplikasi Ojol asal Malaysia tersebut. Dengan dukungan dana tak terbatas itu Grab dianggap sangat mampu menghantam satu-satunya pesaing, dengan cara apapun.

Upaya itupun sejurus dengan berbagai penetrasi pasar yang digawangi Softbank, terdapat prinsip Winner Takes All. Paling konkret, Harryadin mengingatkan strategi promo jor-joran dengan batas waktu yang panjang, bahkan nyaris setiap waktu.

“Promo Rp1 itu sama saja gratis, atau promo diskon 70% itu sangat besar, ditambah dengan periode jangka waktu yang panjang. Kalau dikatakan promo, itu seharusnya ada jangka waktu atau momen,” tukasnya.

Dia menilai strategi promo mengandung gelagat menjantuhkan tarif layanan. Secara perlahan, sambung Harryadin, terdapat migrasi pelanggan Gojek ke Grab. “Pemerintah dan regulator harus intervensi ini. Saya melihat bukan lagi promo tetapi predatory promotionatau deep discounting yang juga unsur dari predatory pricing,” simpul Harryadin.

Hal senada diungkapkan Pengamat Transportasi dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna. Menurutnya, indikasi persaingan tidak sehat yang dipicu oleh kegiatan promo gila-gilaan para operator yang mengandalkan modal besar. “Aksi bakar uang sampai pesaing mati. Bahayanya jika sudah mengarah pemain tunggal, ini yang telah terjadi di beberapa negara,” ujarnya.

Yayat menyoroti situasi di mana pengguna aplikasi Ojol kerapkali dibanjiri tawaran diskon menarik hingga terkadang nyaris tak membayar tunai. Bahkan, imbuhnya, promo yang ditawarkan Grab pernah menyisakan tarif yang dibayar pelanggan hanya Rp1. “Jadi [promo] tetap harus diatur, walau [wewenangnya] tidak di Kemenhub, otoritas lainnya perlu masuk,” jelas Yayat.

Iklim Usaha Sehat


Mantan Ketua Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) periode 2015-2018 sekaligus Pendiri Institute for Competition and Policy Analysis (ICPA) Syarkawi Rauf menekankan perlunya Pemerintah memastikan terciptanya iklim usaha yang sehat di Indonesia dengan mengatur dua unsur, yaitu persaingan yang sehat antara pemain dan perlindungan konsumen.

“Ancaman terhadap persaingan usaha yang sehat datang dari dua sumber, yaitu praktik bisnis yang menghambat persaingan dan peraturan pemerintah yang memberatkan persaingan. Dalam kasus transportasi online, negara harus hadir untuk memastikan bahwa tidak ada ancaman bagi iklim persaingan usaha sehat hanya gara-gara perilaku salah satu perusahaan yang promo jor-joraan dan menjurus pada matinya pesaing-pesaing lain,” ujarnya dalam rilis yang diterbitkan ICPA baru-baru ini.

Menurut Syarkawi, bagaimanapun persaingan yang sehat antara pemain dibutuhkan untuk mendorong terciptanya inovasi, produktivitas, serta penanaman modal yang lebih tinggi. Persaingan yang sehat juga membantu mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja, karena perusahaan yang lebih kecil bisa memiliki kesempatan untuk bersaing, dan perusahaan yang lebih besar tidak berkuasa tanpa batas.

lebih lanjut Ia menyatakan dukungannya jikaregulator berencana mengkaji ulang peraturan, khususnya Permenhub 12/2019, untuk memastikan praktik persaingan tidak sehat berbalut promo tidak terus berlanjut, karena ini rentan terhadap pelanggaran undang-undang persaingan usaha tidak sehat, dan akan menjadi preseden yang tidak baik bagi industri lain di Indonesia.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7716 seconds (0.1#10.140)