Presiden Harus Turun Tangan Tengahi Pembangunan Pelabuhan Marunda
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta untuk turun tangan dalam proyek pembangunan Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara. Saat ini pembangunan terbengkalai karena atas konflik internal pemegang saham antara PT Kawasan Berikat Nasional (KBN) dan PT Karya Citra Nusantara (KCN).
Salah satu pendiri KBN, Yustian Ismail (70) mengatakan, Presiden harus turun tangan karena proyek pembangunan Pelabuhan Marunda ini untuk membantu pemerintah dalam peningkatan ekspor dan impor. Apalagi, Jokowi ingin menjadikan Indonesia sebagai negara poros maritim.
“Pelabuhan Marunda ini akan mendukung program pemerintah. Apalagi saat ini Pemerintahan Jokowi sedang menggalakkan poros maritim dan meningkatkan ekspor dan impor,” kata Yustian di Jakarta, Rabu (3/7/2019).
Menurut dia, keberadaan Pelabuhan Marunda bisa menopang Pelabuhan Tanjung Priok yang memiliki pelayanan berbeda. Sebab, Pelabuhan Marunda melayani muatan curah seperti komoditas cair, batu bara dan lainnya. Sedangkan, kegiatan pelabuhan di Tanjung Priok konsentrasi terhadap kontainer.
“Kalau sekarang sudah ada pelabuhan yang dibangun KCN, harusnya KBN kembali ke fungsi awalnya sebagai penyedia dan penyewa kawasan berikat yang didukung oleh Pelabuhan Marunda, sehingga kegiatan ekspor-impor bisa ditingkatkan,” ujarnya.
Yustian sedikit menceritakan saat itu fungsi KBN cuma sebagai tempat untuk menyediakan dan menyewakan lahan. KBN tidak punya keahlian tentang pelabuhan sehingga belum ada hubungan kerja sama antara KBN dengan KCN untuk membangun Pelabuhan Marunda.
“Permasalahan KBN vs KCN terjadi ketika Sattar Taba menjabat. Itupun KTU tidak membangun di lahan KBN, karena itu bukan lahan KBN tapi hanya menempel dengan lahan KBN. KCN yang menjadi perusahaan yang mengoperasionalkan pelabuhan hanya memanfaatkan fasilitas jalan milik KBN,” jelasnya.
Oleh karena itu, Yustian berharap Presiden Jokowi menegur Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi agar menyelesaikan perselisihan antara KBN dengan KCN dalam proyek Pelabuhan Marunda.
“Jokowi harus bilang sama Ibu Rini (Menteri BUMN) dan Menteri Perhubungan bahwa ini Pelabuhan Marunda sangat penting dalam kegiatan pelabuhan. Menteri juga harus turun tangan, jangan diam. Menteri Perhubungan kemana?” katanya.
Padahal, kata dia, proyek Pelabuhan Marunda ini secara de facto sudah berjalan dan tidak memiliki gangguan selama 12 tahun. Namun, kenapa sekarang justru malah dipersoalkan oleh KBN yang statusnya tidak memiliki lahan di sana.
“Saya tahunya KBN mau ambil saham mayoritas, padahal KBN tidak punya lahan. Paling ideal kembalikan ke konsep awal pergudangan, pabrik. KCN silahkan saja lanjutkan, karena saling menguntungkan negara,” tandasnya.
Untuk diketahui, KCN merupakan anak perusahaan dari PT Karya Tekhnik Utama (KTU) dan KBN yang dibentuk untuk mengelola Pelabuhan Marunda. KCN dibentuk setelah KTU menang tender kerja sama sebagai mitra bisnis pada 2004, pembangunan pelabuhan dari Muara Cakung Drain sampai Sungai Blencong dengan pembagian saham 15% KBN (tidak terdelusi) dan 85% dimiliki KTU.
Masalah muncul pada akhir 2012. KBN meminta revisi komposisi saham yang akhirnya disepakati menjadi 50:50. Namun KBN tak mampu menyetor modal hingga batas waktu yang ditentukan karena ternyata tidak diizinkan oleh Kementerian BUMN dan Pemprov DKI Jakarta sebagai pemilik saham KBN.
Kejadian setelahnya, KBN malah tetap menganggap memiliki saham 50% di KCN. Tak hanya itu, KBN mengirimkan surat penghentian pembangunan Pelabuhan Marunda kepada KCN dan berlanjut pada gugatan perdata ke pengadilan untuk membatalkan konsesi.
Salah satu pendiri KBN, Yustian Ismail (70) mengatakan, Presiden harus turun tangan karena proyek pembangunan Pelabuhan Marunda ini untuk membantu pemerintah dalam peningkatan ekspor dan impor. Apalagi, Jokowi ingin menjadikan Indonesia sebagai negara poros maritim.
“Pelabuhan Marunda ini akan mendukung program pemerintah. Apalagi saat ini Pemerintahan Jokowi sedang menggalakkan poros maritim dan meningkatkan ekspor dan impor,” kata Yustian di Jakarta, Rabu (3/7/2019).
Menurut dia, keberadaan Pelabuhan Marunda bisa menopang Pelabuhan Tanjung Priok yang memiliki pelayanan berbeda. Sebab, Pelabuhan Marunda melayani muatan curah seperti komoditas cair, batu bara dan lainnya. Sedangkan, kegiatan pelabuhan di Tanjung Priok konsentrasi terhadap kontainer.
“Kalau sekarang sudah ada pelabuhan yang dibangun KCN, harusnya KBN kembali ke fungsi awalnya sebagai penyedia dan penyewa kawasan berikat yang didukung oleh Pelabuhan Marunda, sehingga kegiatan ekspor-impor bisa ditingkatkan,” ujarnya.
Yustian sedikit menceritakan saat itu fungsi KBN cuma sebagai tempat untuk menyediakan dan menyewakan lahan. KBN tidak punya keahlian tentang pelabuhan sehingga belum ada hubungan kerja sama antara KBN dengan KCN untuk membangun Pelabuhan Marunda.
“Permasalahan KBN vs KCN terjadi ketika Sattar Taba menjabat. Itupun KTU tidak membangun di lahan KBN, karena itu bukan lahan KBN tapi hanya menempel dengan lahan KBN. KCN yang menjadi perusahaan yang mengoperasionalkan pelabuhan hanya memanfaatkan fasilitas jalan milik KBN,” jelasnya.
Oleh karena itu, Yustian berharap Presiden Jokowi menegur Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi agar menyelesaikan perselisihan antara KBN dengan KCN dalam proyek Pelabuhan Marunda.
“Jokowi harus bilang sama Ibu Rini (Menteri BUMN) dan Menteri Perhubungan bahwa ini Pelabuhan Marunda sangat penting dalam kegiatan pelabuhan. Menteri juga harus turun tangan, jangan diam. Menteri Perhubungan kemana?” katanya.
Padahal, kata dia, proyek Pelabuhan Marunda ini secara de facto sudah berjalan dan tidak memiliki gangguan selama 12 tahun. Namun, kenapa sekarang justru malah dipersoalkan oleh KBN yang statusnya tidak memiliki lahan di sana.
“Saya tahunya KBN mau ambil saham mayoritas, padahal KBN tidak punya lahan. Paling ideal kembalikan ke konsep awal pergudangan, pabrik. KCN silahkan saja lanjutkan, karena saling menguntungkan negara,” tandasnya.
Untuk diketahui, KCN merupakan anak perusahaan dari PT Karya Tekhnik Utama (KTU) dan KBN yang dibentuk untuk mengelola Pelabuhan Marunda. KCN dibentuk setelah KTU menang tender kerja sama sebagai mitra bisnis pada 2004, pembangunan pelabuhan dari Muara Cakung Drain sampai Sungai Blencong dengan pembagian saham 15% KBN (tidak terdelusi) dan 85% dimiliki KTU.
Masalah muncul pada akhir 2012. KBN meminta revisi komposisi saham yang akhirnya disepakati menjadi 50:50. Namun KBN tak mampu menyetor modal hingga batas waktu yang ditentukan karena ternyata tidak diizinkan oleh Kementerian BUMN dan Pemprov DKI Jakarta sebagai pemilik saham KBN.
Kejadian setelahnya, KBN malah tetap menganggap memiliki saham 50% di KCN. Tak hanya itu, KBN mengirimkan surat penghentian pembangunan Pelabuhan Marunda kepada KCN dan berlanjut pada gugatan perdata ke pengadilan untuk membatalkan konsesi.
(poe)