Tol Perairan Utara Bekasi-Banten Solusi Kemacetan Ibu Kota

Rabu, 17 Juli 2019 - 06:49 WIB
Tol Perairan Utara Bekasi-Banten Solusi Kemacetan Ibu Kota
Tol Perairan Utara Bekasi-Banten Solusi Kemacetan Ibu Kota
A A A
JAKARTA - Satu proyek besar sedang dipersiapkan pemerintah. Proyek dimaksud adalah tol berada di atas perairan utara Jakarta menghubungkan Bekasi dan wilayah Banten diharapkan menjadi solusi kemacetan yang mendera ibu kota. Tol itu sekaligus difungsikan sebagai tanggul.

Rencana tol tersebut diungkapkan pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada pekan lalu. Sejauh ini proyek masih dalam kajian yang melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk pemerintah Belanda dan Korea Selatan. Ditargetkan pada 2020 nanti detail desain bisa diselesaikan. Namun, dipastikan nanti bentuk fisik tol tersebut berupa jembatan.

Tol itu sekaligus akan difungsikan sebagai tanggul laut. “Dari dinamikanya dalam pembangunan mungkin bukan tanggul, tapi tol. Tol yang nanti apabila diperlukan akan menjadi tanggul laut,” ungkap Dirjen Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR Hari Suprayogi di Jakarta, pekan lalu. Wacana pembangunan tol di perairan utara Jakarta sebenarnya sudah lama digagas.

Proyek itu kembali mengemuka setelah review atas masterplan rancangan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) terkait rencana National Capital Integrated Coastal Development (NCICD). Dalam peninjuan ini, Kementerian PUPR melibatkan berbagai pihak, termasuk Kementerian Infrastruktur dan Manajemen Air Belanda (MIW) dan Korea International Cooperation Agency (KOICA) yang berperan sebagai donatur untuk pengkajian.

Hasilnya, mereka bersepakat melanjutkan Pembangunan Terpadu Pesisir Ibu Kota Negara (PTPIN) atau NCICD Tahap II. “Itu hanya me-review, sebenarnya hanya me-review masterplan dari yang sudah ada itu kita review, ditambah dengan desain. Dalam perjalanannya pasti ada dinamika kan,” katanya. Sebelumnya, Kementerian PUPR memperkirakan proses pembangunan tanggul laut ini selesai 30 tahun ke depan.

Sebagai informasi, proyek ini muncul sebagai bagian program penanganan turunnya permukaan air tanah di Jakarta agar tak tenggelam di masa depan. Direktur Sungai dan Pantai Ditjen Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR Jarot Widyoko secara terpisah membenarkan Indonesia telah memperbarui nota kerja sama dengan Korsel dan Belanda yang sebelumnya berakhir pada Mei 2019. Selanjutnya pihak terkait menyusun draf rencana pembangunan.

Dia membenarkan nota kerja sama ini merupakan lanjutan dari Pembangunan Terpadu Pesisir Ibu Kota Negara (PTPIN) atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) yang telah terbangun tanggul sepanjang 20,1 kilometer. “Jadi sekarang baru tahap draf konseptual desain, itu stage III. Nanti (dilanjutkan sampai) IV-VII sampai selesai,” kata Jarot.

Menurut dia, pemanfaatan tanggul laut sebagai jalan berbayar menjadi salah satu opsi yang akan mengemuka dalam pembahasan draf konseptual itu. “Untuk detail desainnya, kita masih menunggu. Itu 2020 kalau tidak ada halangan detail disainnya bisa selesai,” katanya. Anggota Komisi V DPR Bidang Transportasi Muhidin M. Said menyambut positif rencana pemerintah mengembangkan jaringan jalan tol baru di sebelah utara Jakarta untuk memanfaatkan tanggul laut.

Menurut dia, jaringan tol baru itu akan mampu mengurai kepadatan kendaraan dari arah Bekasi dan sekitarnya. “Apalagi aksesnya ini menghubungkan Bekasi dan Banten, saya kira ini cukup positif dan patut diapresiasi. Tapi, yang lebih penting harus kita lihat lagi dari sisi teknisnya seperti apa dari disain enginering-nya,” ucap dia kepada KORAN SINDO di Jakarta.

Kendati demikian, dia berharap pembangunan infrastruktur itu semua jangan hanya bertumpu di Pulau Jawa. Tantangan pemerintah ke depan bagaimana menyeimbangkan pembangunan antara Jawa dan luar Jawa demi menyeimbangkan kehidupan ekonomi penduduk yang ada di luar Jawa dan Pulau Jawa. “Perpindahan masyarakat itu juga harus merata. Jangan hanya berpusat di Jakarta, misalnya atau kota lain di Pulau Jawa. Maka potensi-potensi ekonomi harus terus bisa lahir dan bertumbuh,” ujarnya.

Sementara itu, pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno mengatakan, konsep pembangunan jalan tol baru memanfaatkan tanggul di wilayah utara Jakarta juga harus dipikirkan dari sisi pemanfaatan produk angkutan massal lainnya. Dia beralasan pemerintah juga merencanakan membangun jalur moda raya terpadu (MRT) dari barat ke timur.

“Ya, sebenarnya tidak masalah jalan tolnya dibangun di atas tanggul, tapi harus diutamakan adalah angkutan massalnya dulu berupa MRT yang east-west ini,” ucapnya. Menurutnya, baik MRT maupun jalan tol di atas tanggul punya manfaat positif, selama mampu mengurai kepadatan kendaraan. “Yang lebih penting adalah bagaimana mengurangi angkutan pribadi agar masyarakat beralih moda ke angkutan massal ini,” ucapnya.

Dalam pandangannya, pemerintah tidak akan membutuhkan anggaran besar melalui pemanfaatan jalan tol di atas tanggul. Sebab pembangunannya juga akan menggunakan sistem konsesi. “Yang pasti butuh investor. Sedangkan pemanfaatan tanggul sendiri saya kira bisa menghemat karena tidak memerlukan timbunan lebih besar untuk bangun jalan tolnya,” katanya.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5670 seconds (0.1#10.140)