BI: AS Terus Perluas Perang Dagang di Negara Berkembang
A
A
A
MEDAN - Bank Indonesia (BI) memproyeksikan genderang perang dagang yang ditabuh Amerika Serikat, meluas ke beberapa negara berkembang. Deputi Gubernur BI, Dody Budi Waluyo, menilai arena perang dagang yang meluas terlihat dari kembali memanasnya sengketa dagang AS-China usai pertemuan KTT G20 di Osaka Jepang.
Sambung Dody, bahkan saat ini, Presiden AS Donald Trump sedang meninjau kembali neraca perdagangan AS dengan negara lain, seperti India, Meksiko, dan Vietnam.
"Setelah KTT Osaka, ketidakpastian akibat perang dagang masih ada. Ini membuat kondisi perekonomian global melambat. Sekarang ini pasar sudah melihat semakin yakin bahwa perang dagang terus berlanjut,ujar Dody di Medan, Sumatra Utara, Jumat (19/7/2019).
Menurutnya, perang dagang telah menghantui ekonomi global. Diperkirakan perlambatan ekonomi ini meluas tidak hanya di negara maju juga di negara berkembang. Untuk itu, beberapa bank sentral menurunkan suku bunga acuannya.
Dengan suku bunga yang turun bisa menggeliatkan dunia usaha dan dapat mendorong perekonomian.
"Penurunan suku bunga kemarin, harapannya akan membuat biaya untuk borrowing perbankan akan lebih murah. Lending perbankan jadi lebih baik, permintaan tetap dijaga. Karena kalau permintaan lemah, sulit untuk ekspansi," kata Dody.
Tidak hanya melalui penurunan suku bunga, BI juga melakukan antisipasi dengan kebijakan moneter lainnya, yakni berupa penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) 50 bps menjadi 6% bagi perbankan konvensional dan 4,5% untuk perbankan syariah. Tujuannya untuk menambah likuiditas di perbankan.
"Cara yang paling dilihat lagi adalah likuiditas, melalui GWM. Di beberapa negara, GWM sudah diturunkan, seperti China, Indonesia. Ini upaya untuk menahan ekonomi tidak terus turun," pungkasnya.
Sambung Dody, bahkan saat ini, Presiden AS Donald Trump sedang meninjau kembali neraca perdagangan AS dengan negara lain, seperti India, Meksiko, dan Vietnam.
"Setelah KTT Osaka, ketidakpastian akibat perang dagang masih ada. Ini membuat kondisi perekonomian global melambat. Sekarang ini pasar sudah melihat semakin yakin bahwa perang dagang terus berlanjut,ujar Dody di Medan, Sumatra Utara, Jumat (19/7/2019).
Menurutnya, perang dagang telah menghantui ekonomi global. Diperkirakan perlambatan ekonomi ini meluas tidak hanya di negara maju juga di negara berkembang. Untuk itu, beberapa bank sentral menurunkan suku bunga acuannya.
Dengan suku bunga yang turun bisa menggeliatkan dunia usaha dan dapat mendorong perekonomian.
"Penurunan suku bunga kemarin, harapannya akan membuat biaya untuk borrowing perbankan akan lebih murah. Lending perbankan jadi lebih baik, permintaan tetap dijaga. Karena kalau permintaan lemah, sulit untuk ekspansi," kata Dody.
Tidak hanya melalui penurunan suku bunga, BI juga melakukan antisipasi dengan kebijakan moneter lainnya, yakni berupa penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) 50 bps menjadi 6% bagi perbankan konvensional dan 4,5% untuk perbankan syariah. Tujuannya untuk menambah likuiditas di perbankan.
"Cara yang paling dilihat lagi adalah likuiditas, melalui GWM. Di beberapa negara, GWM sudah diturunkan, seperti China, Indonesia. Ini upaya untuk menahan ekonomi tidak terus turun," pungkasnya.
(ven)