Gairah Pemuda Kembangkan Energi Terbarukan
A
A
A
JAKARTA - Pengembangan energi terbarukan ternyata menjadi magnet bagi generasi muda. Mereka tertantang untuk menyelami teknologi energi baru terbarukan (EBT) dan melakukan berbagai inovasi.
Fakta ini tentu sangat menggembirakan karena menjadi indikasi munculnya kesadaran kaum milenial ini akan pentingnya penggunaan energi ramah lingkungan dengan menciptakan berbagai energi baru yang dapat digunakan oleh masyarakat. Menguatnya kesadaran generasi terhadap EBT bisa dilihat dari kian banyaknya karya mahasiswa terhadap bidang tersebut.
Saat ini bahkan banyak di antara karya mereka mulai dirasakan hasilnya. Misalnya pengembangan energi surya dan angin yang dilakukan mahasiswa Universitas Indonesia, tenaga uap (Universitas Udayana), biofuel menggunakan kelapa sawit (IPB), penggunaan tenaga surya dan solar termal pada kendaraan (Universitas Jendral Ahmad Yani), serta penggunaan tenaga surya dan angin (Universitas Pertamina).
Merespons tren tersebut, pemerintah melalui instansi terkait mulai melakukan edukasi khusus. Kepala Balai Besar Teknologi Konversi Energi (B2TKE) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Mohammad Mustafa Sarinanto mengatakan, anak muda lebih mudah dikenalkan dengan EBT karena mampu menerima isu kekinian seperti tren mobil listrik dan skuter listrik lokal.“Anak milenial senang mencoba sesuatu yang baru dan berbeda seperti skuter listrik tersebut sehingga terinspirasi untuk menciptakan teknologi ramah lingkungan," ujar dia saat dihubungi KORAN SINDO.
Mustafa mengungkapkan, BPPT sangat terbuka bagi anak sekolah dan mahasiswa yang ingin belajar pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Bagi yang berminat langsung mempelajari EBT pihak BPPT mengundang secara langsung para siswa sekolah hingga mahasiswa untuk datang langsung ke kantor BPPT di kawasan Puspiptek, Serpong Tangerang Selatan.
“Atap kantor kami terdapat surya panel menghasilkan 100 KW, semua lengkap yang dapat dilihat langsung proses PLTS. Ini menjadi salah satu contoh materi yang mudah untuk dipelajari,” tutur Mustafa.
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal, Energi Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) juga giat melakukan sosialisasi ke sekolah untuk program penghematan energi.
Direktur Konservasi Energi Kementrian ESDM Hariyanto mengungkapkan, meski anakanak tidak langsung diajarkan menciptakan EBT, namun terlebih dulu akan mendapatkan edukasi tentang pentingnya penghematan penggunaan energi.“Mereka harus tahu bahwa yang mereka pakai itu akan habis suatu hari nanti. Anak-anak juga dapat memberi informasi untuk orang tua dan masyarakat di lingkungannya,” tutur Hariyanto.
Untuk memancing kreativitas remaja terhadap EBT, lomba hemat energi juga dilakukan oleh Kementrian ESDM untuk sekolah setingkat SMP dan SMA di 12 provinsi seperti Aceh, Sumatera Utara, Barat, Selatan, Jabodetabek, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan.
Sedangkan kompetisi umum bagi industri dan bangunan diadakan Ajang Subroto Award, salah satu bidangnya, yaitu Bidang Efisiensi Energi (PSBE). Penghargaan ini diberikan Kementerian ESDM kepada para pengguna energi baik institusi pemerintah maupun swasta yang telah berhasil menerapkan upaya-upaya konservasi serta mendorong seluruh pengguna energi untuk melakukan konservasi energi. PSBE juga menjadi ajang seleksi nasional untuk kemudian mewakili Indonesia dalam ajang ASEAN Energy Award tahun depan.
Jadi Materi Pendidikan
Untuk kajian ilmu, Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Riset Teknologi Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) Ismunandar mengungkapkan, pihaknya mendorong tematema EBT masuk dalam perkuliahan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Alasannya agar sivitas perguruan tinggi sadar akan pentingnya EBT bagi keberlangsungan kehidupan manusia.
“Kuliah-kuliah terkait tema besar energi lingkungan, tantangan pemanasan global, dan potensi EBT diberikan di banyak kampus. Riset-riset terkait EBT, baik dari sisi material dan proses juga banyak dilakukan misalnya terkait energi surya, energi biomassa, dan biodiesel,” tuturnya.
Beberapa universitas negeri seperti Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Diponegoro, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Sebelas Maret telah memiliki hasil riset pengembangan EBT.
Diakui Ismunandar, universitas tersebut tidak memiliki target khusus untuk pendidikan, riset dan pengabdian masyarakat, namun telah menghasilkan sejumlah temuan di bidang energi. Meski tidak diwajibkan, pihaknya tetap berharap kampus-kampus dapat mengaplikasikan temuantemuannya di lingkungan kampus untuk menghemat energi.
“Tidak lupa kampus juga memotivasi mahasiswa untuk berinovasi yang mungkin saja dapat bermanfaat bagi masyarakat,” tambahnya.
Harapan Ismunandar memang telah terbukti dan terwujud di lingkungan kampus. Banyak perguruan tinggi yang menggunakan listrik dan bahan bakar hasil dari EBT. Pengembangan EBT bukan sekadar sebagai bahan pengajaran kepada mahasiswa, namun berguna bagi kehidupan sehari-hari.
Seperti IPB, selama enam tahun terakhir kantin Fakultas Ekologi Manusia telah menggunakan biogas. Komporkompor sudah tidak lagi bersumber dari tabung gas elpiji milik Pertamina. Rektor IPB Arief Satria berharap fakultas lain secara bertahap dapat menyusul penggunaan biogas.
“Memang ada mata kuliah EBT yang mengajarkan peduli terhadap lingkungan, khususnya energi. Inilah bentuk konkret dari apa yang selama ini diajarkan. Mahasiswa dapat mengelola sampah menjadi biogas,” jelasnya.
Pengamat energi, Marwan Batubara mengungkapkan, tidak begitu penting bagi pemerintah untuk membuat program khusus anak muda. Pemerintah sebaiknya fokus pada menjalankan fungsi.
“Masalah pendidikan dan sosialisasi ada bagian masing-masing. Kalau dianggap mendesak, EBT ini bisa diwajibkan kurikulum sendiri bahkan untuk anak sekolah. Bisa juga melibatkan Kominfo untuk menyampaikan info penting seputar EBT agar diketahui masyarakat umum,” jelas Marwan.
Dia mengungkapkan, target tahun 2025 porsi EBT sebesar 23%, sedangkan kini masih sekitar 7-8%. Sementara kampanye EBT di Indonesia ini sudah lebih dari tujuh tahun, tapi dalam program pemerintah belum dijalankan. Marwan lantas mengingatkan, Indonesia memiliki banyak cadangan panas bumi seperti uap panas Indonesia cadangan hingga 29 giga watt dan terpakai sekitar 2 giga watt.
“Untuk itu, pemerintah bisa menganggarkan dana untuk eksplorasi guna mengurangi risiko. Di satu sisi menggalakan penggunaan panas bumi, di sisi lain bagi pembangkit listrik. (Ananda Nararya)
Fakta ini tentu sangat menggembirakan karena menjadi indikasi munculnya kesadaran kaum milenial ini akan pentingnya penggunaan energi ramah lingkungan dengan menciptakan berbagai energi baru yang dapat digunakan oleh masyarakat. Menguatnya kesadaran generasi terhadap EBT bisa dilihat dari kian banyaknya karya mahasiswa terhadap bidang tersebut.
Saat ini bahkan banyak di antara karya mereka mulai dirasakan hasilnya. Misalnya pengembangan energi surya dan angin yang dilakukan mahasiswa Universitas Indonesia, tenaga uap (Universitas Udayana), biofuel menggunakan kelapa sawit (IPB), penggunaan tenaga surya dan solar termal pada kendaraan (Universitas Jendral Ahmad Yani), serta penggunaan tenaga surya dan angin (Universitas Pertamina).
Merespons tren tersebut, pemerintah melalui instansi terkait mulai melakukan edukasi khusus. Kepala Balai Besar Teknologi Konversi Energi (B2TKE) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Mohammad Mustafa Sarinanto mengatakan, anak muda lebih mudah dikenalkan dengan EBT karena mampu menerima isu kekinian seperti tren mobil listrik dan skuter listrik lokal.“Anak milenial senang mencoba sesuatu yang baru dan berbeda seperti skuter listrik tersebut sehingga terinspirasi untuk menciptakan teknologi ramah lingkungan," ujar dia saat dihubungi KORAN SINDO.
Mustafa mengungkapkan, BPPT sangat terbuka bagi anak sekolah dan mahasiswa yang ingin belajar pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Bagi yang berminat langsung mempelajari EBT pihak BPPT mengundang secara langsung para siswa sekolah hingga mahasiswa untuk datang langsung ke kantor BPPT di kawasan Puspiptek, Serpong Tangerang Selatan.
“Atap kantor kami terdapat surya panel menghasilkan 100 KW, semua lengkap yang dapat dilihat langsung proses PLTS. Ini menjadi salah satu contoh materi yang mudah untuk dipelajari,” tutur Mustafa.
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal, Energi Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) juga giat melakukan sosialisasi ke sekolah untuk program penghematan energi.
Direktur Konservasi Energi Kementrian ESDM Hariyanto mengungkapkan, meski anakanak tidak langsung diajarkan menciptakan EBT, namun terlebih dulu akan mendapatkan edukasi tentang pentingnya penghematan penggunaan energi.“Mereka harus tahu bahwa yang mereka pakai itu akan habis suatu hari nanti. Anak-anak juga dapat memberi informasi untuk orang tua dan masyarakat di lingkungannya,” tutur Hariyanto.
Untuk memancing kreativitas remaja terhadap EBT, lomba hemat energi juga dilakukan oleh Kementrian ESDM untuk sekolah setingkat SMP dan SMA di 12 provinsi seperti Aceh, Sumatera Utara, Barat, Selatan, Jabodetabek, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan.
Sedangkan kompetisi umum bagi industri dan bangunan diadakan Ajang Subroto Award, salah satu bidangnya, yaitu Bidang Efisiensi Energi (PSBE). Penghargaan ini diberikan Kementerian ESDM kepada para pengguna energi baik institusi pemerintah maupun swasta yang telah berhasil menerapkan upaya-upaya konservasi serta mendorong seluruh pengguna energi untuk melakukan konservasi energi. PSBE juga menjadi ajang seleksi nasional untuk kemudian mewakili Indonesia dalam ajang ASEAN Energy Award tahun depan.
Jadi Materi Pendidikan
Untuk kajian ilmu, Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Riset Teknologi Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) Ismunandar mengungkapkan, pihaknya mendorong tematema EBT masuk dalam perkuliahan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Alasannya agar sivitas perguruan tinggi sadar akan pentingnya EBT bagi keberlangsungan kehidupan manusia.
“Kuliah-kuliah terkait tema besar energi lingkungan, tantangan pemanasan global, dan potensi EBT diberikan di banyak kampus. Riset-riset terkait EBT, baik dari sisi material dan proses juga banyak dilakukan misalnya terkait energi surya, energi biomassa, dan biodiesel,” tuturnya.
Beberapa universitas negeri seperti Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Diponegoro, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Sebelas Maret telah memiliki hasil riset pengembangan EBT.
Diakui Ismunandar, universitas tersebut tidak memiliki target khusus untuk pendidikan, riset dan pengabdian masyarakat, namun telah menghasilkan sejumlah temuan di bidang energi. Meski tidak diwajibkan, pihaknya tetap berharap kampus-kampus dapat mengaplikasikan temuantemuannya di lingkungan kampus untuk menghemat energi.
“Tidak lupa kampus juga memotivasi mahasiswa untuk berinovasi yang mungkin saja dapat bermanfaat bagi masyarakat,” tambahnya.
Harapan Ismunandar memang telah terbukti dan terwujud di lingkungan kampus. Banyak perguruan tinggi yang menggunakan listrik dan bahan bakar hasil dari EBT. Pengembangan EBT bukan sekadar sebagai bahan pengajaran kepada mahasiswa, namun berguna bagi kehidupan sehari-hari.
Seperti IPB, selama enam tahun terakhir kantin Fakultas Ekologi Manusia telah menggunakan biogas. Komporkompor sudah tidak lagi bersumber dari tabung gas elpiji milik Pertamina. Rektor IPB Arief Satria berharap fakultas lain secara bertahap dapat menyusul penggunaan biogas.
“Memang ada mata kuliah EBT yang mengajarkan peduli terhadap lingkungan, khususnya energi. Inilah bentuk konkret dari apa yang selama ini diajarkan. Mahasiswa dapat mengelola sampah menjadi biogas,” jelasnya.
Pengamat energi, Marwan Batubara mengungkapkan, tidak begitu penting bagi pemerintah untuk membuat program khusus anak muda. Pemerintah sebaiknya fokus pada menjalankan fungsi.
“Masalah pendidikan dan sosialisasi ada bagian masing-masing. Kalau dianggap mendesak, EBT ini bisa diwajibkan kurikulum sendiri bahkan untuk anak sekolah. Bisa juga melibatkan Kominfo untuk menyampaikan info penting seputar EBT agar diketahui masyarakat umum,” jelas Marwan.
Dia mengungkapkan, target tahun 2025 porsi EBT sebesar 23%, sedangkan kini masih sekitar 7-8%. Sementara kampanye EBT di Indonesia ini sudah lebih dari tujuh tahun, tapi dalam program pemerintah belum dijalankan. Marwan lantas mengingatkan, Indonesia memiliki banyak cadangan panas bumi seperti uap panas Indonesia cadangan hingga 29 giga watt dan terpakai sekitar 2 giga watt.
“Untuk itu, pemerintah bisa menganggarkan dana untuk eksplorasi guna mengurangi risiko. Di satu sisi menggalakan penggunaan panas bumi, di sisi lain bagi pembangkit listrik. (Ananda Nararya)
(nfl)