Kemenkominfo Dorong Asosiasi E-commerce Bentuk SRO
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) siap mendorong asosiasi e-commerce (idEa) segera memiliki Self Regulatory Organization (SRO) untuk mengatur pelaku e-commerce.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menegaskan, pemerintah mendukung cara-cara baru dalam menghadapi ekonomi digital. Karena itu pemerintah harus berpindah peran dari regulator menjadi fasilitator, bahkan akselerator dalam ekonomi digital.
"Nanti idEA harus mengakreditasi anggota sendiri, jangan pemerintah. Saya dorong bentuk SRO, jangan mau diatur oleh pemerintah," ujar Rudiantara saat membuka Pasar idEA, festival belanja online to offline pertama dan terbesar di Indonesia , di Jakarta, Kamis (15/8/2019).
Pasar idEA merupakan hasil kerja sama antara Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) dengan PT. Traya Eksibisi Internasional (Traya Indonesia) yang akan berlangsung pada 15-18 Agustus 2019 di Hall A & B, Jakarta Convention Center.
Acara ini akan menjadi momentum bagi para pelaku industri e-commerce untuk bertemu dan menampilkan produk dan top seller dari masing-masing platform, sehingga dapat memupuk kepercayaan konsumen untuk terus berbelanja online dengan aman. Di ajang ini, para konsumen akan merasakan pengalaman berbelanja e-commerce 360 dalam satu atap.
Rudiantara menilai ajang Pasar idEA ini akan mendorong pertumbuhan industri UMKM guna mendorong laju sektor ekonomi digital. "Pasar idEA yang menggandeng UMKM akan memberi dampak positif dalam mengantisipasi isu serbuan produk asing di industri e-commerce," katanya.
Lebih lanjut Rudiantara menekankan harapannya agar UMKM sukses menjadi tulang punggung dalam Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. "Kombinasi e-commerce dan UMKM tentu akan sangat signifikan dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terkuat di Asia Tenggara pada 2025," ujarnya.
Sementara Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung mengatakan rencana membentuk SRO masih dalam proses konsolidasi pelaku e-commerce. Karena itu, saat ini pihaknya masih belum memiliki lini waktu untuk diselesaikan. "Masih dalam konsolidasi internal. Karena untuk bisa buat SRO harus sepakat dulu para pemainnya," ujar Untung menambahkan.
Rencana SRO disebutnya merupakan inisiatif pemerintah yang menggandeng pihaknya sebagai asosiasi untuk mengelolanya. Meskipun rencana ini inisiatif pemerintah, kata dia, bolanya ada di asosiasi dan seluruh anggotanya.
"Untuk bikin SRO harus ada kesepakatan para anggota. Kalau belum ada kesepakatan, SRO tentu tidak bisa jalan," tambahnya.
Di bagian lain, Ignatius mengatakan, salah satu tantangan di industri e-commerce adalah masih kurangnya kepercayaan masyarakat untuk terlibat dalam transaksi perdagangan secara elektronik (online). Selain menyasar milenial, perlu juga upaya lebih mempopulerkan belanja online bagi konsumen yang belum tersentuh.
Menurut dia, dalam survei yang disampaikan APJII bahwa dari 171,17 juta jiwa pengguna internet aktif, 56% atau 95,76 juta jiwa masih belum pernah berbelanja online. "Selain konsumen, ekonomi digital juga harus kian populer di kalangan UMKM. Karena itu, kami juga menyelenggarakan dua diskusi utama yang membahas permasalahan utama di sektor ini," ujarnya.
Alasan ini yang mendorong kehadiran Pasar idEA 2019 agar pelaku industri e-commerce dapat terhubung secara real-time dengan para pelanggannya. Diharapkan akan terbangun kepercayaan di antara kedua pihak. Targetnya, pada 2020, lebih dari separuh penduduk Indonesia diperkirakan akan terlibat dalam aktivitas e-commerce.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menegaskan, pemerintah mendukung cara-cara baru dalam menghadapi ekonomi digital. Karena itu pemerintah harus berpindah peran dari regulator menjadi fasilitator, bahkan akselerator dalam ekonomi digital.
"Nanti idEA harus mengakreditasi anggota sendiri, jangan pemerintah. Saya dorong bentuk SRO, jangan mau diatur oleh pemerintah," ujar Rudiantara saat membuka Pasar idEA, festival belanja online to offline pertama dan terbesar di Indonesia , di Jakarta, Kamis (15/8/2019).
Pasar idEA merupakan hasil kerja sama antara Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) dengan PT. Traya Eksibisi Internasional (Traya Indonesia) yang akan berlangsung pada 15-18 Agustus 2019 di Hall A & B, Jakarta Convention Center.
Acara ini akan menjadi momentum bagi para pelaku industri e-commerce untuk bertemu dan menampilkan produk dan top seller dari masing-masing platform, sehingga dapat memupuk kepercayaan konsumen untuk terus berbelanja online dengan aman. Di ajang ini, para konsumen akan merasakan pengalaman berbelanja e-commerce 360 dalam satu atap.
Rudiantara menilai ajang Pasar idEA ini akan mendorong pertumbuhan industri UMKM guna mendorong laju sektor ekonomi digital. "Pasar idEA yang menggandeng UMKM akan memberi dampak positif dalam mengantisipasi isu serbuan produk asing di industri e-commerce," katanya.
Lebih lanjut Rudiantara menekankan harapannya agar UMKM sukses menjadi tulang punggung dalam Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. "Kombinasi e-commerce dan UMKM tentu akan sangat signifikan dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terkuat di Asia Tenggara pada 2025," ujarnya.
Sementara Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung mengatakan rencana membentuk SRO masih dalam proses konsolidasi pelaku e-commerce. Karena itu, saat ini pihaknya masih belum memiliki lini waktu untuk diselesaikan. "Masih dalam konsolidasi internal. Karena untuk bisa buat SRO harus sepakat dulu para pemainnya," ujar Untung menambahkan.
Rencana SRO disebutnya merupakan inisiatif pemerintah yang menggandeng pihaknya sebagai asosiasi untuk mengelolanya. Meskipun rencana ini inisiatif pemerintah, kata dia, bolanya ada di asosiasi dan seluruh anggotanya.
"Untuk bikin SRO harus ada kesepakatan para anggota. Kalau belum ada kesepakatan, SRO tentu tidak bisa jalan," tambahnya.
Di bagian lain, Ignatius mengatakan, salah satu tantangan di industri e-commerce adalah masih kurangnya kepercayaan masyarakat untuk terlibat dalam transaksi perdagangan secara elektronik (online). Selain menyasar milenial, perlu juga upaya lebih mempopulerkan belanja online bagi konsumen yang belum tersentuh.
Menurut dia, dalam survei yang disampaikan APJII bahwa dari 171,17 juta jiwa pengguna internet aktif, 56% atau 95,76 juta jiwa masih belum pernah berbelanja online. "Selain konsumen, ekonomi digital juga harus kian populer di kalangan UMKM. Karena itu, kami juga menyelenggarakan dua diskusi utama yang membahas permasalahan utama di sektor ini," ujarnya.
Alasan ini yang mendorong kehadiran Pasar idEA 2019 agar pelaku industri e-commerce dapat terhubung secara real-time dengan para pelanggannya. Diharapkan akan terbangun kepercayaan di antara kedua pihak. Targetnya, pada 2020, lebih dari separuh penduduk Indonesia diperkirakan akan terlibat dalam aktivitas e-commerce.
(fjo)