Omzet Berlipat Karena Sinyal Tak Lagi Ngadat

Kamis, 15 Agustus 2019 - 23:01 WIB
Omzet Berlipat Karena...
Omzet Berlipat Karena Sinyal Tak Lagi Ngadat
A A A
HARI menjelang sore, namun H. Eri Sobari (53) masih sibuk mengambil puluhan telur di kandang peternakan ayam miliknya. Dibantu sang anak, Hazmi Anwar (29), Eri tampak berhati-hati memasukkan telur ke dalam keranjang. "Harga telur sekarang cenderung stabil. Tapi harga pakan sedikit naik," ujarnya saat ditemui di Desa Panyingkiran, Kecamatan Cipaku, Ciamis Jawa Barat Sabtu akhir pekan lalu.

Bagi Eri, kenaikan harga pakan tentu berpengaruh terhadap biaya yang harus dia keluarkan. "Sering harga pakan melambung, tetapi harga telur justru terjun," ujarnya. Apalagi, jika telur dari luar daerah seperti Blitar, Nganjuk, Magelang dan Kendal membanjiri pasar, harga akan terus turun.

Berdasarkan catatan Dinas Peternakan Kabupaten Ciamis, jumlah peternak ayam di kawasan itu mencapai 8.600. Lima persen merupakan peternak ayam mandiri, sedangkan lainnya adalah peternak dengan sistem kemitraan dan peternakan terintegrasi perusahaan besar.

Produksi telur di sentra telur Ciamis mencapai 45 ton per hari. Telur dari kawasan Ciamis dipasok untuk memenuhi permintaan pasar lokal Ciamis, Tasikmalaya, Kota Banjar dan Pangandaran. "Peternak harus pintar memantau pasar, jika tidak tentu hasil penjualan tidak maksimal. Harus sering menghubungi broker," ungkapnya.

Apalagi, sebagai peternak mandiri, Eri harus mencari pasar sendiri. Berbeda dengan peternak kemitraan, yang hanya sebagai pekerja. Ini karena semuanya dipasok oleh pemilik usaha poultry shop. "Sebagai peternak mandiri mau tidak mau harus berhadapan dengan broker," ujarnya.

Kendala yang sering dihadapi oleh Eri yakni masalah komunikasi. Inilah yang kerap membuat dirinya harus ke kota untuk menemui langsung para broker dan pedagang. "Dua tahun lalu harus sering ke kota untuk tahu perkembangan harga. Karena komunikasi disini masih belum lancar. Itu sungguh merepotkan," ungkapnya.

Jangankan untuk mengirimkan pesan instan melalui telepon pintar, untuk melakukan panggilan telepon pun terkadang sinyal timbul tenggelam. "Jadi harus keluar dari desa dulu mendekat ke arah kota," ungkapnya. Padahal jarak desanya hanya 10 kilometer dari pusat kota. Namun, dengan kontur perbukitan.

Senada dengan ayahnya, Hazmi Anwar mengatakan, susahnya sinyal seluler di desanya membuat dirinya kesulitan untuk mengakses internet. "Jadi tidak bisa update informasi. Untuk sekadar mengakses sosial media pun loadingnya lama," ungkapnya. Alhasil, Ami, sapaan Hazmi Anwar kesulitan untuk berinteraksi dengan kawan-kawaan maupun kerabatnya.

Uus Usman (49) warga desa Jelat Kabupaten Ciamis juga merasakan hal yang sama. Pria yang bekerja sebagai sopir angkutan umum ini merasa kesulitan untuk menghubungi keluarganya saat sedang bekerja. "Karena di rumah susah sinyal, jadi jarang bisa menelpon keluarga. Sepertinya ini terjadi di beberapa desa," ungkapnya.

Namun, kini mereka bisa tersenyum lega. Sejak awal 2019, sinyal seluler sudah bisa menaklukkan perbukitan di kawasan itu. Meskipun hanya dua operator seluler saja yang mampu menghadirkan suara yang jernih dan data berkecepatan tinggi.

"Awal 2019 sinyal sudah mulai bagus, sudah bisa kirim video, foto dan buka internet," ungkap Eri. Sehingga, lanjut dia, tahun ini, intensitasnya bepergian ke pusat kota menjadi berkurang drastis. "Pesan pakan tinggal telepon, juga untuk menghubungi broker. Sekarang bisa saya lakukan kapan saja," tegasnya.

Eri merasa lega dan terbantu dengan membaiknya sinyal seluler di kawasan tempat tinggalnya. Sebab, peternak mandiri di kawasan itu tak hanya dirinya, masih ada tujuh peternak lain yang sebelumnya juga menghadapi masalah yang sama.

"Sekarang bisa lebih fokus mengurus ayam-ayam itu. Jadi produksi bisa saya maksimalkan karena saya yang langsung mengawasi," tuturnya. Tak hanya itu saat dirinya sedang bepergian, masih bisa memantau para pekerjanya melalui video call maupun pesan instan. "Jadi bisa dipantau lewat WA keperluannya apa. Misalnya pakan kurang, harus segera dipenuhi, karena jika tidak akan berpengaruh terhadap produktifitas ayam untuk bertelur," ujarnya.

Eri mengaku, dalam delapan bulan ini, omzetnya meningkat drastis. Meskipun bukan menjadi faktor utama, namun membaiknya sinyal seluler di kawasan itu juga memberikan kontribusi. "Bayangkan kalau pakan ayam habis lalu tidak bisa menghubungi pemasok pakan. Bisa-bisa ayamnya tidak mau bertelur," katanya.

Uus Usman juga merasakan sinyal seluler yang membaik di kawasan itu membuat dirinya lebih dekat dengan keluarganya. "Biarpun sedang di luar kota saat kangen anak bisa langsung telepon atau bisa lihat wajahnya langsung dari video call," katanya.

Komitmen Pemerintah Hadirkan Merdeka Sinyal
Perubahan yang dialami H. Eri Sobari dan Uus Usman dalam kehidupannya sehari-hari tak terlepas dari komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dengan program tol langitnya, presiden Jokowi ingin konektivitas tanpa batas di seluruh penjuru nusantara.

Dengan mega proyek Palapa Ring, pemerintah memberikan jawaban atas kebutuhan untuk mempersatukan Indonesia. Jika sebelumnya ada tol laut dan tol darat, maka Palapa Ring menjadi tol langit yang melengkapi keduanya. Menyatukan Indonesia dari Sabang hingga Merauke dengan akses telekomunikasi dan internet yang andal.

Tol langit dijabarkan sebagai kehadiran sinyal di seluruh pelosok nusantara. Yang memberikan kemudahan komunikasi antar satu sama lain baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Dua paket proyek Palapa Ring Barat dan Palapa Ring Tengah sudah beroperasi. Sementara Palapa Ring Tengah ditargetkan selesai bulan ini sebagai hadiah Hari Ulang Tahun Kemerdekaan yang ke-74.

"Pemerintah terus membangun infrastruktur telekomunikasi. Insya Allah Palapa Ring konstruksinya selesai bulan ini," kata Rudiantara di kampus UGM, Yogyakarta, Rabu (14/8/2019).

Dia menjelaskan, setelah pembangunan konstruksi selesai, masih dibutuhkan waktu Palapa Ring Timur bisa stabil. Kemudian, baru infrastruktur internet kecepatan tinggi bisa dikomersialkan pada September 2019.

Rudiantara mengakui, pembangunan infrastruktur Palapa Ring Timur khususnya di Papua tidak berjalan dengan mudah. Hal itu karena 28 lokasi pembangunan tower jauh dari jalan raya dan satu-satunya akses ke lokasi hanya bisa ditempuh lewat jalur udara.

Ada 52 lokasi yang harus dibangun tower. Dari 52 lokasi, 28 lokasi berada di ketinggian 2.500 hingga 3.500 meter. Karena itu, Badan Aksesibilitas dan Informasi (BAKTI) diminta untuk mengerahkan helikopter untuk mengangkut sejumlah material agar kontruksi cepat selesai.

Dibanding proyek barat dan tengah, Palapa Ring Timur tergolong yang paling berat jika dilihat dari total panjang jaringan mencapai 8.500 kilometer dan menjadikannya sebagai yang terpanjang dari seluruh proyek Palapa Ring.

Jika semua Palapa Ring sudah beroperasi maka konektivitas komunikasi antar daerah di seluruh tanah air akan menjadi lancar. Selain itu, ekonomi digital seperti fintech dan e-Commerce juga dapat berkembang dengan lebih mudah.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7887 seconds (0.1#10.140)