Anggota Elite Parpol Masuk Calon BPK, Ekonom: Hindari Konflik Kepentingan
A
A
A
JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengumumkan sebanyak 32 nama calon anggota baru telah lolos seleksi administrasi. Hal itu setelah melalui uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test), dan proses selanjutnya akan diseleksi untuk dipilih lima nama yang akan menjadi anggota BPK.
Dari total 32 nama calon anggota BPK, sebanyak 11 orang di antaranya berasal dari anggota elit parpol. Menanggapi hal ini, pengamat menekankan pentingnya BPK harus diisi oleh profesional demi menjaga indepensi.
"Kalau berbicara kinerja. Suatu institusi akan semakin bagus kinerjanya jika diisi orang profesional di dalamnya, ditambah serta yang mempunyai pengalaman panjang," ujar ekonom Center of Reform on Economics Indonesia (CORE) Yusuf Rendy Manilet kepada SINDOnews di Jakarta, Senin (16/9/2019).
Sambung dia menjelaskan, jika berbicara tentang BPK, tentu harus yang mengetahui seluk beluk audit juga mengikuti perkembangan standar internasional. "Jika dilihat dari nama-nama elit parpol dalam daftar calon anggota baru BPK, hanya beberapa yang pernah berurusan dengan audit keuangan pemerintah. Tentu publik akan mempertanyakan kualifikasi calon, khususnya yang tidak mempunyai pengalaman dalam memimpin BPK nanti," tambahnya.
Yusuf mengatakan, bahwa segala potensi konflik kepentingan itu ada, oleh karena itu untuk menghindari potensi konflik, dalam UU no 15 tahun 2015 secara jelas ditulis aturan yang tegas jika ketua BPK tidak terkait partai politik. "Untuk menghindari konflik kepentingan, saya pikir BPK juga perlu terus berkomunikasi intens dengan lembaga seperti KPK ataupun yang sejenis," tambah Yusuf.
Ia berpendapat, bahwa sebenarnya mantan anggota politik selama punya track record baik dan profesional juga bisa menjadi amunisi yang baik dalam anggota BPK. "Bisa dikombinasikan dengan profesional di bidang audit, akademisi, serta ahli hukum dengan proporsi yang merata," paparnya.
Dari total 32 nama calon anggota BPK, sebanyak 11 orang di antaranya berasal dari anggota elit parpol. Menanggapi hal ini, pengamat menekankan pentingnya BPK harus diisi oleh profesional demi menjaga indepensi.
"Kalau berbicara kinerja. Suatu institusi akan semakin bagus kinerjanya jika diisi orang profesional di dalamnya, ditambah serta yang mempunyai pengalaman panjang," ujar ekonom Center of Reform on Economics Indonesia (CORE) Yusuf Rendy Manilet kepada SINDOnews di Jakarta, Senin (16/9/2019).
Sambung dia menjelaskan, jika berbicara tentang BPK, tentu harus yang mengetahui seluk beluk audit juga mengikuti perkembangan standar internasional. "Jika dilihat dari nama-nama elit parpol dalam daftar calon anggota baru BPK, hanya beberapa yang pernah berurusan dengan audit keuangan pemerintah. Tentu publik akan mempertanyakan kualifikasi calon, khususnya yang tidak mempunyai pengalaman dalam memimpin BPK nanti," tambahnya.
Yusuf mengatakan, bahwa segala potensi konflik kepentingan itu ada, oleh karena itu untuk menghindari potensi konflik, dalam UU no 15 tahun 2015 secara jelas ditulis aturan yang tegas jika ketua BPK tidak terkait partai politik. "Untuk menghindari konflik kepentingan, saya pikir BPK juga perlu terus berkomunikasi intens dengan lembaga seperti KPK ataupun yang sejenis," tambah Yusuf.
Ia berpendapat, bahwa sebenarnya mantan anggota politik selama punya track record baik dan profesional juga bisa menjadi amunisi yang baik dalam anggota BPK. "Bisa dikombinasikan dengan profesional di bidang audit, akademisi, serta ahli hukum dengan proporsi yang merata," paparnya.
(akr)