Sektor Kesehatan Hadapi Era Industri 4.0, Menkes Nila: Butuh Optimisme
A
A
A
MANADO - Bonus demografi Indonesia pada 2030/2035 diperkirakan setiap 100 orang berusia produktif menanggung 47 penduduk yang tidak produktif, baik lansia maupun anak-anak. Demikian disampaikan Menteri Kesehatan (Menkes) RI Nila Djuwita Faried Anfasa Moeloek dalam Seminar Nasional III Pra-Munas KAGAMA yang bertajuk "Kesehatan Indonesia Menghadapi Revolusi Industri 4.0” di Gedung Eks DPRD Sulawesi Utara.
Menyikapi bonus demografi tersebut, Menteri Nila lantas mempertanyakan bagaimana usia produktif yang diharapkan oleh Indonesia. Pasalnya, Indonesia masih mempunyai permasalahan dengan penyakit menular.
Meskipun sudah berkurang, penyakit tidak menular ternyata juga memakan biaya tinggi dalam pencegahannya."Penyakit katrastopik ini sangat menyita biaya tinggi. Kita bisa lihat 10 peringkat teratas penyebab kematian ternyata berubah. Stroke meningkat jadi 122,8 persen," paparnya.
Namun demikian, dunia kesehatan Indonesia dalam menghadapi revolusi industri 4.0 menurut Nila perlu didorong dengan optimisme. Menurutnya, pembangunan sektor kesehatan RI sudah menunjukkan keberhasilan kalau dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). "Kita meningkat, angka usia harapan hidup dari 70% jadi 71,2%. Bahkan akan jadi 72%," terang Menkes
Kenyataan tersebut, kata Nila, musti didukung dengan tindakan preventif dari masyarakat. Adanya Gerakan Masyarakat Sehat (GERMAS) yang diprakarsai oleh Presiden RI mengajak seluruh masyarakan untuk kembali ke hulu, agar menerapkan paradigma hidup sehat dalam kehidupan.
"Seperti yang dicontohkan Pak Ganjar tadi, misalnya membiasakan jalan kaki seperti di Jepang, menjaga kesehatan agar mindsetnya tidak sakit lalu dapat BPJS, tapi bagaimana supaya tetap hidup sehat," kata alumnus S3 Fakultas Kedokteran UGM itu.
Sebelumnya, Ketua Umum PP KAGAMA dalam sambutannya mempaparkan pengalamannya saat berkunjung ke Jepang. Diceritakan Ganjar, kebijakan transportasi di Jepang terintegrasi dengan kebijakan kesehatan. "Kita agak malas jalan kaki, cuci tangan, asupan. Saya tanya ke Jepang, kenapa dari subway ke jalanan umum nggak ada ojol? Supaya masyarakatnya jalan kaki," terang Ganjar.
Dalam kehidupan sehari-hari, Ganjar menilai tubuh orang-orang Indonesia hampir tidak terkena sinar matahari. Setiap ke kantor, ia kerap menyaksikan orang-orang malas naik tangga saat di kantor. "Mau masuk gedung saja diantar pakai mobil, sampai ke depan pintu. Hampir tubuh kita nggak terkena sinar matahari. Maka maaf, pertumbuhan kita horisontal," kelakarnya.
Contoh lain, kata Ganjar, setiap anak sekolah yang terkena obesitas, guru yang bersangkutan langsung memanggil orang tua mereka. "Para orang tua dikasih manual lalu harus lapor perkembangan anaknya. Karena kalau mereka sehat, negara tidak terlalu banyak ngurusi kesehatan di hilir. Kita belajar dari mereka," pungkas Ganjar.
Seminar ini merupakan rangkaian Seminar Nasional di Lima Kota Lima Pulau (Balikpapan, Semarang, Manado, Medan, dan Bali). Munas XIII KAGAMA akan dilaksanakan di Bali pada 14-17 November 2019 mendatang.
Pada Munas tersebut, Presiden Joko Widodo, alumnus Fakultas Kehutanan UGM, dijadwalkan hadir dan membuka Munas secara resmi. Selain Menteri Kesehatan, pembicara yang hadir yaitu Ahmad Noroel Cholis (Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur), Krisnajaya (Ketua Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia/ADINKES), Prih Sarnianto (Dosen dan peneliti Universitas Pancasila) dan Budiono Santosa (Dosen Fakultas Kedokteran UGM).
Untuk mempertajam jalannya seminar hadir juga tiga orang pembahas, yaitu Kirana Pritasari (Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI); Nova Riyanti Yusuf (Anggota DPR RI/ Dokter Kesehatan Jiwa); Debie K.R. Kalalo (Kadinkes Provinsi Sulawesi Utara); dan Rinny Tamuntuan (Kadinsos Provinsi Sulawesi Utara). Seminar ini berjalan meriah dihadiri lebih dari 500 orang peserta.
Menyikapi bonus demografi tersebut, Menteri Nila lantas mempertanyakan bagaimana usia produktif yang diharapkan oleh Indonesia. Pasalnya, Indonesia masih mempunyai permasalahan dengan penyakit menular.
Meskipun sudah berkurang, penyakit tidak menular ternyata juga memakan biaya tinggi dalam pencegahannya."Penyakit katrastopik ini sangat menyita biaya tinggi. Kita bisa lihat 10 peringkat teratas penyebab kematian ternyata berubah. Stroke meningkat jadi 122,8 persen," paparnya.
Namun demikian, dunia kesehatan Indonesia dalam menghadapi revolusi industri 4.0 menurut Nila perlu didorong dengan optimisme. Menurutnya, pembangunan sektor kesehatan RI sudah menunjukkan keberhasilan kalau dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). "Kita meningkat, angka usia harapan hidup dari 70% jadi 71,2%. Bahkan akan jadi 72%," terang Menkes
Kenyataan tersebut, kata Nila, musti didukung dengan tindakan preventif dari masyarakat. Adanya Gerakan Masyarakat Sehat (GERMAS) yang diprakarsai oleh Presiden RI mengajak seluruh masyarakan untuk kembali ke hulu, agar menerapkan paradigma hidup sehat dalam kehidupan.
"Seperti yang dicontohkan Pak Ganjar tadi, misalnya membiasakan jalan kaki seperti di Jepang, menjaga kesehatan agar mindsetnya tidak sakit lalu dapat BPJS, tapi bagaimana supaya tetap hidup sehat," kata alumnus S3 Fakultas Kedokteran UGM itu.
Sebelumnya, Ketua Umum PP KAGAMA dalam sambutannya mempaparkan pengalamannya saat berkunjung ke Jepang. Diceritakan Ganjar, kebijakan transportasi di Jepang terintegrasi dengan kebijakan kesehatan. "Kita agak malas jalan kaki, cuci tangan, asupan. Saya tanya ke Jepang, kenapa dari subway ke jalanan umum nggak ada ojol? Supaya masyarakatnya jalan kaki," terang Ganjar.
Dalam kehidupan sehari-hari, Ganjar menilai tubuh orang-orang Indonesia hampir tidak terkena sinar matahari. Setiap ke kantor, ia kerap menyaksikan orang-orang malas naik tangga saat di kantor. "Mau masuk gedung saja diantar pakai mobil, sampai ke depan pintu. Hampir tubuh kita nggak terkena sinar matahari. Maka maaf, pertumbuhan kita horisontal," kelakarnya.
Contoh lain, kata Ganjar, setiap anak sekolah yang terkena obesitas, guru yang bersangkutan langsung memanggil orang tua mereka. "Para orang tua dikasih manual lalu harus lapor perkembangan anaknya. Karena kalau mereka sehat, negara tidak terlalu banyak ngurusi kesehatan di hilir. Kita belajar dari mereka," pungkas Ganjar.
Seminar ini merupakan rangkaian Seminar Nasional di Lima Kota Lima Pulau (Balikpapan, Semarang, Manado, Medan, dan Bali). Munas XIII KAGAMA akan dilaksanakan di Bali pada 14-17 November 2019 mendatang.
Pada Munas tersebut, Presiden Joko Widodo, alumnus Fakultas Kehutanan UGM, dijadwalkan hadir dan membuka Munas secara resmi. Selain Menteri Kesehatan, pembicara yang hadir yaitu Ahmad Noroel Cholis (Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur), Krisnajaya (Ketua Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia/ADINKES), Prih Sarnianto (Dosen dan peneliti Universitas Pancasila) dan Budiono Santosa (Dosen Fakultas Kedokteran UGM).
Untuk mempertajam jalannya seminar hadir juga tiga orang pembahas, yaitu Kirana Pritasari (Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI); Nova Riyanti Yusuf (Anggota DPR RI/ Dokter Kesehatan Jiwa); Debie K.R. Kalalo (Kadinkes Provinsi Sulawesi Utara); dan Rinny Tamuntuan (Kadinsos Provinsi Sulawesi Utara). Seminar ini berjalan meriah dihadiri lebih dari 500 orang peserta.
(akr)