Toleransi Operasional Sriwijaya Air Hanya Sampai 2 Oktober 2019

Senin, 30 September 2019 - 19:39 WIB
Toleransi Operasional...
Toleransi Operasional Sriwijaya Air Hanya Sampai 2 Oktober 2019
A A A
JAKARTA - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan menentukan pengoperasian pesawat maskapai Sriwijaya Air Group setelah 2 Oktober 2019. Kemenhub akan mengevaluasi jajaran manajemen Sriwijaya Air Group berkaitan dengan pengoperasian maskapai tersebut setelah tidak lagi menjalin kerja sama dengan Garuda Indonesia Group.

Sementara itu, dua Direktur Sriwijaya Air Group hari ini menyatakan mengundurkan diri. Mereka adalah Direktur Operasi Capt Fajar Setiarto dan Direktur Teknik, Rhomdani. Direktur Operasi Sriwijaya Air, Capt Fadjar Setiarto mengatakan, alasan pengunduran berkaitan dengan persoalan safety (keselamatan) pesawat. Menurut dia, ada penilaian ketidakkelaikan pesawat untuk beroperasi sehingga berpotensi hazard safety.

"Memang saat ini masih ada sepuluh pesawat masih beroperasi. Namun kalau dilihat dari Hazard Identification Risk Assesment (HIRA) sudah ada yang merah. Ini ada pada kru mekanik yang kurang. Kami tidak bisa memberikan jaminan penerbangan ini ke depannya sehingga kami menyatakan mengundurkan diri,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (30/9/2019).

Sebagai informasi, Direktur Safety Sriwijaya Air Group, Totok Subandoro telah mengirimkan surat internal kepada Direktur (pemegang saham) yang menyatakan bahwa armada Sriwijaya Air sebaiknya stop beroperasi. Dijelaskan dalam surat tersebut, bahwa ketersediaan tools, equipment, minimum spare parts serta qualified engineer yang ada, ternyata tidak sesuai dengan laporan tertulis dan dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.

"Termasuk bukti bahwa Sriwijaya Air belum berhasil melakukan kerja sama dengan JAS Engineering atau MRO lain terkait dukungan Line Maintenance," demikian isi surat Tertanggal 29 September yang diteken Direktur Safety, Quality and Security, Totok Subandoro kepada Direktur Utama Sriwijaya Air. Surat tersebut menyatakan perlunya penghentian sementara operasi mengingat berbagai kondisi.

"Saya belum bisa memberikan pernyataan. Yang jelas isi surat itu ditujukan internal kepada Direktur Utama. Adapun yang paling mengetahui kondisi pesawat atau armada Sriwijaya Air ada pada dua direktur ini, direktur teknik dan operasi," ujar Totok saat dikonfirmasi media.

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub menyatakan hingga kini masih mengizinkan maskapai Sriwijaya Air beroperasi. Direktur Kelaikan Pengoperasian Pesawat Udara, Capt Avirianto, mengatakan, pihaknya memberikan toleransi operasi hingga 2 Oktober 2019.

"Jadi gini, alurnya itu dia (Sriwijaya) bikin atas inisiatif sendiri karena kita kan sudah kasih toleransi transisinya lima hari sampai 2 Oktober pukul 00.00 WIB. Kalau dia sendiri mengawali sistem safety dia jalan, nah kita menunggu surat pemberitahuan dari direktur utama ke Dirjen Perhubungan Udara," paparnya.

Menurut Avirianto, jika keputusan penghentian operasi resmi dilakukan manajemen Sriwijaya Air Group lewat direktur utama, maka regulator akan mengambil keputusan. Sebab, jika internal Sriwijaya yang mengambil keputusan stop operasi dinilai akan lebih baik daripada pemerintah yang mengambil keputusan tersebut. Avirianto mengibaratkan punya mobil jika STNK-nya habis lebih baik berhentikan sendiri daripada diberhentikan polisi.

Adapun keputusan mengenai stop operasi ditentukan berdasarkan jaminan suku cadang dan kesiapan tenaga mekanik maskapai. "Kalau kita kan kasih kesempatan lima hari, tapi sebelum lima hari mereka sudah ambil tindakan menurut kami itu lebih baik," jelasnya.

Dia menambahkan bahwa pemerintah tidak akan mengambil keputusan sepihak terkait operasional Sriwijaya Air. "Jadi memang pemerintah itu tidak sewenang-wenang jadi beri keleluasaan ke mereka untuk bisa sadar diri kalau memang tidak mampu dia berhentikan sendiri. Tapi pengawasan ketat tetap kita lakukan," pungkasnya.

Sementara itu pengamat penerbangan, Alvin Lie menilai, Sriwijaya Air harus segera mencari investor baru sehingga operasional maskapai bisa berjalan seperti biasa. "Sebelumnya kan Sriwijaya menjalin kerja sama dengan Garuda Indonesia. Namu ada perbedaan pandangan dalam perjalanannya. Saya khawatir, ini bisa berdampak pada operasional, dan gejala itu sudah ada," ujarnya.

Selain investor baru, menurut dia, cara yang bisa digunakan Sriwijaya Air iuntuk bertahan adalah bertransformasi menjadi perusahaan penerbangan kecil. Saat ini, Sriwijaya Air memiliki 55 unit pesawat. Menurutnya, jumlah tersebut dinilai tanggung untuk menjadi perusahaan penerbangan besar ataupun kecil. "Maskapai lain seperti AirAsia bisa jeli dengan armada yang kecil. Harusnya itu bisa dicontoh," tandasnya.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5650 seconds (0.1#10.140)