Angka Kemiskinan Tinggi, 53,5 Juta Jiwa Masih Rentan
A
A
A
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun 2019 telah mencapai angka 6,69% di daerah perkotaan, sedangkan pada daerah pedesaan sebesar 12,85%. Laju penurunan kemiskinan secara umum cenderung melambat karena persoalan ini dinilai telah kronis.
"Hal ini membutuhkan intervensi lintas sektor dan stakeholders. Sebagian penduduk miskin tinggal di pedesaan, tersebar di kepulauan, pegunungan, perbatasan (wilayah 3T), yang masih sulit mendapatkan pelayanan dasar seperti kesehatan, rumah layak, air bersih, sanitasi, listrik, dan juga kesempatan berusaha," ujar Direktur Perencanaan Makro dan Analisis Statistik BPS Eka Chandra Buana di Jakarta, Senin (30/9).
Sambung dia menjelaskan, bahwa penurunan kemiskinan juga dihadapkan pada tantangan kerentanan yang tinggi. Hampir separuh penduduk Indonesia sebesar 47,4% masuk dalam kategori menjelang kelas menengah (aspire middle class) dan sekitar 20,2% (sekitar 53,5 juta jiwa) masuk kategori rentan.
"Kelompok di atas rentan kembali miskin saat mengalami guncangan seperti kehilangan pekerjaan, sakit berkepanjangan, gejolak harga pangan, atau bencana. Sebagiannya tidak mendapatkan bantuan sosial karena tingkat pendapatannya jauh di atas garis kemiskinan atau tidak memiliki jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan," lanjut Eka.
BPS mencatat bahwa dalam 10 tahun terakhir, proporsi penduduk rentan dan aspire middle class tidak banyak berubah. Hal ini kemudian berpotensi menghambat Indonesia menjadi negara upper-middle income (berpendapatan menengah ke atas).
Selain itu, BPS juga menekankan pentingnya memiliki keahlian yang sesuai untuk meningkatkan kebekerjaan angkatan kerja. Pada tahun 2018, tingkat pengangguran terbuka(TPT) lulusan SMK masih tertinggi(11,24%), disusul oleh lulusan SMA(7,95%), dan Diploma(6,02%). TPT lulusan universitas yang cenderung naik menunjukkan masih adanya mismatch antara keahlian lulusan dengan kebutuhan.
"Meskipun menurun, proporsi setengah penganggur juga masih 6,6% dari total pekerja. Jam kerja terutama pekerja kaum muda (youth) perlu ditambah dengan penyediaan lapangan kerja yang berkualitas," imbuh Eka.
Ia menyampaikan bahwa peningkatan produktivitas tenaga kerja menjadi salah satu prioritas pembangunan SDM. Upaya yang akan dilaksanakan yakni menyempurnakan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kejuruan dengan perbaikan kapasitas dan kualitas SMK/BLK, termasuk guru/instruktur dan kurikulum, perbaikan peralatan, dan program link and match dengan dunia industri.
"Sistem jaminan sosial yang mampu melindungi pekerja juga akan disempurnakan, didampingi dengan perbaikan regulasi ketenagakerjaan," tutur Eka.
"Hal ini membutuhkan intervensi lintas sektor dan stakeholders. Sebagian penduduk miskin tinggal di pedesaan, tersebar di kepulauan, pegunungan, perbatasan (wilayah 3T), yang masih sulit mendapatkan pelayanan dasar seperti kesehatan, rumah layak, air bersih, sanitasi, listrik, dan juga kesempatan berusaha," ujar Direktur Perencanaan Makro dan Analisis Statistik BPS Eka Chandra Buana di Jakarta, Senin (30/9).
Sambung dia menjelaskan, bahwa penurunan kemiskinan juga dihadapkan pada tantangan kerentanan yang tinggi. Hampir separuh penduduk Indonesia sebesar 47,4% masuk dalam kategori menjelang kelas menengah (aspire middle class) dan sekitar 20,2% (sekitar 53,5 juta jiwa) masuk kategori rentan.
"Kelompok di atas rentan kembali miskin saat mengalami guncangan seperti kehilangan pekerjaan, sakit berkepanjangan, gejolak harga pangan, atau bencana. Sebagiannya tidak mendapatkan bantuan sosial karena tingkat pendapatannya jauh di atas garis kemiskinan atau tidak memiliki jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan," lanjut Eka.
BPS mencatat bahwa dalam 10 tahun terakhir, proporsi penduduk rentan dan aspire middle class tidak banyak berubah. Hal ini kemudian berpotensi menghambat Indonesia menjadi negara upper-middle income (berpendapatan menengah ke atas).
Selain itu, BPS juga menekankan pentingnya memiliki keahlian yang sesuai untuk meningkatkan kebekerjaan angkatan kerja. Pada tahun 2018, tingkat pengangguran terbuka(TPT) lulusan SMK masih tertinggi(11,24%), disusul oleh lulusan SMA(7,95%), dan Diploma(6,02%). TPT lulusan universitas yang cenderung naik menunjukkan masih adanya mismatch antara keahlian lulusan dengan kebutuhan.
"Meskipun menurun, proporsi setengah penganggur juga masih 6,6% dari total pekerja. Jam kerja terutama pekerja kaum muda (youth) perlu ditambah dengan penyediaan lapangan kerja yang berkualitas," imbuh Eka.
Ia menyampaikan bahwa peningkatan produktivitas tenaga kerja menjadi salah satu prioritas pembangunan SDM. Upaya yang akan dilaksanakan yakni menyempurnakan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kejuruan dengan perbaikan kapasitas dan kualitas SMK/BLK, termasuk guru/instruktur dan kurikulum, perbaikan peralatan, dan program link and match dengan dunia industri.
"Sistem jaminan sosial yang mampu melindungi pekerja juga akan disempurnakan, didampingi dengan perbaikan regulasi ketenagakerjaan," tutur Eka.
(akr)