India Larang Ekspor Bawang Merah
A
A
A
MUMBAI - Mulai dari Kathmandu hingga Kuala Lumpur, terjadi mimpi buruk di dapur saat harga bawang merah menggila.
Itu karena India sebagai eksportir bawang merah terbesar di dunia melarang ekspor setelah musim hujan berkepanjangan menunda panen dan suplai menipis. Dampak larangan ekspor ini pun dirasakan di penjuru Asia, termasuk ibu rumah tangga di Nepal Seema Pokharel.
“Ini kenaikan harga yang mengerikan. Harga bawang mewah telah naik lebih dari dua kali dalam bulan lalu saja,” papar Pokharel yang sedang berbelanja sayur di Kathmandu.
Baik untuk masakan kari ayam Pakistan, biryani Bangladesh atau sambar India, para konsumen Asia sangat tergantung pada suplai bawang merah asal India. Waktu pengiriman yang lebih singkat dibandingkan eksportir lain seperti China atau Mesir, membuat ekspor bawang merah dari India sangat penting.
Namun Minggu (29/9) lalu, India melarang semua ekspor bawang merah setelah harga di dalam negeri naik menjadi USD63,30 (Rp898.000) per 100 kg. Ini menjadi kenaikan tertinggi dalam enam tahun akibat tertundanya masa panen setelah musim hujan berkepanjangan.
Sejak larangan ekspor itu, negara-negara seperti Bangladesh beralih ke Myanmar, Mesir, Turki dan China untuk meningkatkan suplai agar harga bawang merah dapat turun. Namun besarnya volume yang hilang dari pasar itu sangat sulit diganti dalam waktu cepat.
India mengekspor 2,2 juta ton bawang merah segar pada tahun fiskal 2018/2019 yang berakhir 31 Maret menurut data Otoritas Pengembangan Produk Ekspor Agrikultur dan Makanan India. Jumlah tersebut lebih dari setengah total impor oleh negara-negara Asia.
“Kenaikan harga untuk suplai pengganti akan menambah pusing para importir yang berupaya mendapatkan produk itu dari tempat lain,” ungkap Mohammad Idris, trader di Dhaka, Bangladesh.
Di Dhaka, para konsumen membayar USD1,42 (Rp20.000) per kilogram untuk bawang merah, naik dua kali lipat dari sehari sebelumnya dan harga tertinggi sejak Desember 2013.
“Harga juga naik di tempat lain di Asia dan Eropa. Negara-negara ekportir lainnya mengambil keuntungan dari larangan India untuk menaikkan harga mereka,” tutur Idris.
Untuk menghadapi krisis harga itu, pemerintah Bangladesh melakukan operasi pasar melalui Korporasi Trading Bangladesh (TCB). “Kami mencari semua kemungkinan untuk mengimpor bawang merah. Target kami mengimpor dalam waktu secepat mungkin,” papar juru bicara TCB Humayun Kabir.
Malaysia sebagai pembeli terbesar kedua bawang merah asal India memperkirakan larangan ekspor itu berlaku sementara dan publik diharap tetap tenang. “Tak ada alasan untuk panik,” kata Deputi Menteri Agrikultur Malaysia Sim Tze Tzin, dilansir Reuters.
Meski sebagai pengekspor terbesar di dunia, India juga mengimpor bawang merah dari Mesir untuk menurunkan harga di dalam negeri. “Tak akan ada penurunan harga yang besar sebelum hasil panen mencapai pasar,” kata Ajit Shah, presiden Asosiasi Eksportir Bawang di Mumbai, India.
Akibat kenaikan harga itu, para konsumen di Asia harus mengubah kebiasannya. “Saya awalnya ingin membeli 5 kg bawang untuk lima anggota keluarga kami tapi akhirnya hanya membeli 3 kg karena harga lebih mahal. Para pedagang menjual stok lama hampir dua kali lipat harganya. Ini gila,” ungkap Afroza Mimi, ibu rumah tangga di Dhaka yang berbelanja setelah India menerapkan larangan ekspor. (Syarifudin)
Itu karena India sebagai eksportir bawang merah terbesar di dunia melarang ekspor setelah musim hujan berkepanjangan menunda panen dan suplai menipis. Dampak larangan ekspor ini pun dirasakan di penjuru Asia, termasuk ibu rumah tangga di Nepal Seema Pokharel.
“Ini kenaikan harga yang mengerikan. Harga bawang mewah telah naik lebih dari dua kali dalam bulan lalu saja,” papar Pokharel yang sedang berbelanja sayur di Kathmandu.
Baik untuk masakan kari ayam Pakistan, biryani Bangladesh atau sambar India, para konsumen Asia sangat tergantung pada suplai bawang merah asal India. Waktu pengiriman yang lebih singkat dibandingkan eksportir lain seperti China atau Mesir, membuat ekspor bawang merah dari India sangat penting.
Namun Minggu (29/9) lalu, India melarang semua ekspor bawang merah setelah harga di dalam negeri naik menjadi USD63,30 (Rp898.000) per 100 kg. Ini menjadi kenaikan tertinggi dalam enam tahun akibat tertundanya masa panen setelah musim hujan berkepanjangan.
Sejak larangan ekspor itu, negara-negara seperti Bangladesh beralih ke Myanmar, Mesir, Turki dan China untuk meningkatkan suplai agar harga bawang merah dapat turun. Namun besarnya volume yang hilang dari pasar itu sangat sulit diganti dalam waktu cepat.
India mengekspor 2,2 juta ton bawang merah segar pada tahun fiskal 2018/2019 yang berakhir 31 Maret menurut data Otoritas Pengembangan Produk Ekspor Agrikultur dan Makanan India. Jumlah tersebut lebih dari setengah total impor oleh negara-negara Asia.
“Kenaikan harga untuk suplai pengganti akan menambah pusing para importir yang berupaya mendapatkan produk itu dari tempat lain,” ungkap Mohammad Idris, trader di Dhaka, Bangladesh.
Di Dhaka, para konsumen membayar USD1,42 (Rp20.000) per kilogram untuk bawang merah, naik dua kali lipat dari sehari sebelumnya dan harga tertinggi sejak Desember 2013.
“Harga juga naik di tempat lain di Asia dan Eropa. Negara-negara ekportir lainnya mengambil keuntungan dari larangan India untuk menaikkan harga mereka,” tutur Idris.
Untuk menghadapi krisis harga itu, pemerintah Bangladesh melakukan operasi pasar melalui Korporasi Trading Bangladesh (TCB). “Kami mencari semua kemungkinan untuk mengimpor bawang merah. Target kami mengimpor dalam waktu secepat mungkin,” papar juru bicara TCB Humayun Kabir.
Malaysia sebagai pembeli terbesar kedua bawang merah asal India memperkirakan larangan ekspor itu berlaku sementara dan publik diharap tetap tenang. “Tak ada alasan untuk panik,” kata Deputi Menteri Agrikultur Malaysia Sim Tze Tzin, dilansir Reuters.
Meski sebagai pengekspor terbesar di dunia, India juga mengimpor bawang merah dari Mesir untuk menurunkan harga di dalam negeri. “Tak akan ada penurunan harga yang besar sebelum hasil panen mencapai pasar,” kata Ajit Shah, presiden Asosiasi Eksportir Bawang di Mumbai, India.
Akibat kenaikan harga itu, para konsumen di Asia harus mengubah kebiasannya. “Saya awalnya ingin membeli 5 kg bawang untuk lima anggota keluarga kami tapi akhirnya hanya membeli 3 kg karena harga lebih mahal. Para pedagang menjual stok lama hampir dua kali lipat harganya. Ini gila,” ungkap Afroza Mimi, ibu rumah tangga di Dhaka yang berbelanja setelah India menerapkan larangan ekspor. (Syarifudin)
(nfl)