Potensi Miliaran Dolar, BI Siapkan 5 Jurus Dorong Industri Halal
A
A
A
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan lima jurus dalam mendorong industri halal di Indonesia. Kelima jurus tersebut adalah Competitiveness (daya saing), Certification (sertifikasi), Coordination (koordinasi), Campaign (publikasi) dan Cooperation (kerja sama).
"Implementasi lima jurus tersebut dapat menjadi kunci untuk menjadikan Indonesia tidak hanya sebagai pasar tetapi juga sebagai basis produksi industri halal global," ujar Perry saar membuka Konferensi INHALIFE yang bertajuk "Creating Halal Champions Accessing to The Global Halal Markets: From Potency to Reality" di Jakarta, Kamis (14/11/2019).
Perry menjelaskan, competitiveness (daya saing) dapat dilakukan melalui pemetaan sektor-sektor potensial yang dapat dikembangkan, seperti sektor makanan dan minuman, fashion, wisata, dan ekonomi digital.
Sementara itu, Certification (sertifikasi) diperlukan untuk memperluas akses pasar. "Oleh karena itu, para pengambil kebijakan dan pelaku perlu bersama mendorong agar barang dan jasa yang dihasilkan memperoleh sertifikasi halal," jelasnya.
Dia melanjutkan, jurus Coordination(koordinasi) adalah sinergi kebijakan dan program antara pemerintah, Bank Indonesia dan lembaga terkait diperlukan untuk menjadikan ekonomi syariah sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru.
"Sementara Campaign (promosi) diperlukan untuk memperkenalkan kepada publik bahwa gaya hidup halal bersifat universal, tidak hanya untuk muslim, namun juga untuk nonmuslim," imbuhnya.
Untuk jurus terakhir, Cooperation, merupakan kerja sama antara pemangku kepentingan industri halal nasional dan internasional yang menjadi prasyarat untuk membangun dan mengembangkan industri halal global.
Kelima jurus tersebut diyakini dapat menjawab tantangan perkembangan industri halal global yang dapat dimanfaatkan Indonesia, yaitu potensi pasar industri halal global yang semakin meningkat sejalan dengan populasi penduduk muslim sebanyak 1,84 miliar atau sekitar 24,4% dari populasi dunia, potensi pengembangan sektor usaha berbasis syariah serta halal telah menjadi pilihan gaya hidup baik bagi muslim maupun non-muslim.
Sebagai informasi, data Global Islamic Economy Report, pada akhir 2023, industri makanan halal akan bernilai USD1,8 triliun, industri pariwisata halal akan bernilai USD274 miliar, dan industri mode halal akan bernilai USD361 miliar.
Potensi tersebut harus didukung dengan langkah antisipatif untuk menjawab beberapa tantangan antara lain, perkembangan digitalisasi, perlunya konvergensi internasional, tata kelola industri halal dan regulasi yang tepat di seluruh dunia termasuk mekanisme pembiayaan syariah yang dapat dipertanggungjawabkan dan selalu berusaha menghasilkan barang dan jasa yang halal.
Sebagai salah satu implementasi pengembangan industri halal di bidang fashion, siang ini akan dibahas mengenai potensi fashion etis dan berkelanjutan dalam mendukung Indonesia jadi pemain di industri halal global di dalam Sustainable & Ethical Fashion, sebagai rangkaian kegiatan ISEF 2019 atas kerja sama BI, Indonesia Fashion Chamber (IFC), dan Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC).
"Implementasi lima jurus tersebut dapat menjadi kunci untuk menjadikan Indonesia tidak hanya sebagai pasar tetapi juga sebagai basis produksi industri halal global," ujar Perry saar membuka Konferensi INHALIFE yang bertajuk "Creating Halal Champions Accessing to The Global Halal Markets: From Potency to Reality" di Jakarta, Kamis (14/11/2019).
Perry menjelaskan, competitiveness (daya saing) dapat dilakukan melalui pemetaan sektor-sektor potensial yang dapat dikembangkan, seperti sektor makanan dan minuman, fashion, wisata, dan ekonomi digital.
Sementara itu, Certification (sertifikasi) diperlukan untuk memperluas akses pasar. "Oleh karena itu, para pengambil kebijakan dan pelaku perlu bersama mendorong agar barang dan jasa yang dihasilkan memperoleh sertifikasi halal," jelasnya.
Dia melanjutkan, jurus Coordination(koordinasi) adalah sinergi kebijakan dan program antara pemerintah, Bank Indonesia dan lembaga terkait diperlukan untuk menjadikan ekonomi syariah sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru.
"Sementara Campaign (promosi) diperlukan untuk memperkenalkan kepada publik bahwa gaya hidup halal bersifat universal, tidak hanya untuk muslim, namun juga untuk nonmuslim," imbuhnya.
Untuk jurus terakhir, Cooperation, merupakan kerja sama antara pemangku kepentingan industri halal nasional dan internasional yang menjadi prasyarat untuk membangun dan mengembangkan industri halal global.
Kelima jurus tersebut diyakini dapat menjawab tantangan perkembangan industri halal global yang dapat dimanfaatkan Indonesia, yaitu potensi pasar industri halal global yang semakin meningkat sejalan dengan populasi penduduk muslim sebanyak 1,84 miliar atau sekitar 24,4% dari populasi dunia, potensi pengembangan sektor usaha berbasis syariah serta halal telah menjadi pilihan gaya hidup baik bagi muslim maupun non-muslim.
Sebagai informasi, data Global Islamic Economy Report, pada akhir 2023, industri makanan halal akan bernilai USD1,8 triliun, industri pariwisata halal akan bernilai USD274 miliar, dan industri mode halal akan bernilai USD361 miliar.
Potensi tersebut harus didukung dengan langkah antisipatif untuk menjawab beberapa tantangan antara lain, perkembangan digitalisasi, perlunya konvergensi internasional, tata kelola industri halal dan regulasi yang tepat di seluruh dunia termasuk mekanisme pembiayaan syariah yang dapat dipertanggungjawabkan dan selalu berusaha menghasilkan barang dan jasa yang halal.
Sebagai salah satu implementasi pengembangan industri halal di bidang fashion, siang ini akan dibahas mengenai potensi fashion etis dan berkelanjutan dalam mendukung Indonesia jadi pemain di industri halal global di dalam Sustainable & Ethical Fashion, sebagai rangkaian kegiatan ISEF 2019 atas kerja sama BI, Indonesia Fashion Chamber (IFC), dan Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC).
(fjo)