Aturan Soal Importir Wajib Tanam Dikritisi DPR
A
A
A
JAKARTA - Ketua Komisi IV DPR, Sudin, mengatakan aturan atau regulasi harus berpihak kepada rakyat. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menilai aturan atau regulasi jangan sekadar untuk coba-coba.
Hal tersebut dikatakan Sudin menyikapi pertanyaan dari salah seorang anggota Komisi IV DPR dalam rapat kerja dengan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengenai perubahan peraturan menteri terkait impor bawang putih, terutama mengenai kewajiban tanam bagi importir.
"Jangan peraturan perundang-undangan untuk uji coba, harusnya ini sudah dibahas detail mengenai untung ruginya, kalau baik untuk negara dan rakyat ya tidak apa-apa, tetapi jangan kemudian hanya untung pengusaha saja, sementara pemerintah dan rakyat dirugikan," ujar Sudin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2019).
Ketentuan perubahan aturan bagi importir bisa melakukan tanam setelah impor itu dinilainya sangat mengada-ada. Pasalnya, kata dia, bila aturan itu diberlakukan, lalu siapa yang akan memastikan bahwa importir menjalankan aturan tanam tersebut, sementara proses impor sudah dilakukan.
"Sekarang siapa yang dapat menjamin kalau sudah impor mereka (importir) tanam? Harusnya ditanyakan dulu, dikonsultasikan dulu. Kalau sudah impor, besok saya ganti nama (perusahaan), alamat perusahaan paling Rp20-100 juta, saya tidak punya kewajiban menanam," ujar legislator asal daerah pemilihan Lampung I ini.
Sementara itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menuturkan, secara teknis belum melakukan kajian apapun terkait dengan aturan impor mengenai bawang putih.
"Secara teknis tentu saya coba mengkaji apa-apa yang menjadi berbagai masukan dari forum rapat kerja ini. Salah satunya, antara lain beberapa dari DPR yang berharap berbagai Permen (Peraturan Menteri) yang ada. Saya tidak bisa buru-buru karena saya baru 25 hari, dan tentu saja kajiannya harus konferhenship melibatkan berbagai pihak," kata Syahrul dalam kesempatan yang berbeda.
Mantan gubernur Sulawesi Selatan itu mengingatkan bahwa kebijakan mengenai impor tidaknya suatu komoditi hortikultura bukan sepenuhnya berada di Kementerian Pertanian, melainkan ada juga di sejumlah kementerian lainnya.
"Bukan artinya saya mau melepaskan diri, bukan. Tetapi, tentunya kajiannya harus komprehensif. Bagi saya sepanjang ada kemampuan kita, kenapa kemudian musti impor. Itu sih saat saya mulai menjadi gubernur, karena itu saya berusaha untuk memperkuat apa yang ada dalam negeri, dengan sangat-sangat terbatas memang itu menjadi sesuatu yang tidak bisa tidak, barulah peluang-peluang (impor) itu bisa kita buka," pungkas Syahrul, Politikus Partai NasDem ini.
Hal tersebut dikatakan Sudin menyikapi pertanyaan dari salah seorang anggota Komisi IV DPR dalam rapat kerja dengan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengenai perubahan peraturan menteri terkait impor bawang putih, terutama mengenai kewajiban tanam bagi importir.
"Jangan peraturan perundang-undangan untuk uji coba, harusnya ini sudah dibahas detail mengenai untung ruginya, kalau baik untuk negara dan rakyat ya tidak apa-apa, tetapi jangan kemudian hanya untung pengusaha saja, sementara pemerintah dan rakyat dirugikan," ujar Sudin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2019).
Ketentuan perubahan aturan bagi importir bisa melakukan tanam setelah impor itu dinilainya sangat mengada-ada. Pasalnya, kata dia, bila aturan itu diberlakukan, lalu siapa yang akan memastikan bahwa importir menjalankan aturan tanam tersebut, sementara proses impor sudah dilakukan.
"Sekarang siapa yang dapat menjamin kalau sudah impor mereka (importir) tanam? Harusnya ditanyakan dulu, dikonsultasikan dulu. Kalau sudah impor, besok saya ganti nama (perusahaan), alamat perusahaan paling Rp20-100 juta, saya tidak punya kewajiban menanam," ujar legislator asal daerah pemilihan Lampung I ini.
Sementara itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menuturkan, secara teknis belum melakukan kajian apapun terkait dengan aturan impor mengenai bawang putih.
"Secara teknis tentu saya coba mengkaji apa-apa yang menjadi berbagai masukan dari forum rapat kerja ini. Salah satunya, antara lain beberapa dari DPR yang berharap berbagai Permen (Peraturan Menteri) yang ada. Saya tidak bisa buru-buru karena saya baru 25 hari, dan tentu saja kajiannya harus konferhenship melibatkan berbagai pihak," kata Syahrul dalam kesempatan yang berbeda.
Mantan gubernur Sulawesi Selatan itu mengingatkan bahwa kebijakan mengenai impor tidaknya suatu komoditi hortikultura bukan sepenuhnya berada di Kementerian Pertanian, melainkan ada juga di sejumlah kementerian lainnya.
"Bukan artinya saya mau melepaskan diri, bukan. Tetapi, tentunya kajiannya harus komprehensif. Bagi saya sepanjang ada kemampuan kita, kenapa kemudian musti impor. Itu sih saat saya mulai menjadi gubernur, karena itu saya berusaha untuk memperkuat apa yang ada dalam negeri, dengan sangat-sangat terbatas memang itu menjadi sesuatu yang tidak bisa tidak, barulah peluang-peluang (impor) itu bisa kita buka," pungkas Syahrul, Politikus Partai NasDem ini.
(ven)