Pengusaha Indonesia Berpeluang Tembus Pasar Suriah

Jum'at, 22 November 2019 - 08:43 WIB
Pengusaha Indonesia Berpeluang Tembus Pasar Suriah
Pengusaha Indonesia Berpeluang Tembus Pasar Suriah
A A A
JAKARTA - Meski masih dilanda perang, Suriah menyimpan potensi bisnis dan ekonomi besar bagi para pengusaha Indonesia. Pemerintah Suriah pun membuka peluang bagi para pengusaha Indonesia untuk berinvestasi di sana.

Kuasa Usaha Ad Interim Kedutaan Besar (Dubes) Suriah untuk Indonesia Dr Ziad Zaheredin mengungkapkan hal tersebut menjawab kekhawatiran para pengusaha terkait ancaman keamanan di Suriah. “Seperti kalian ketahui, perang di Suriah memasuki tahun kesembilan dan menelan banyak korban jiwa. Namun, kondisinya terus membaik,” kata Ziad dalam focus group discussion (FGD) dengan tema “Syria: Economic Cooperation Opportunities for Indonesia" yang digelar oleh Sesparlu angkatan ke-63 di Pusdiklat Kemen terian Luar Negeri Indonesia kemarin.

“Seperti kalian ketahui, perang di Suriah memasuki tahun kesembilan dan menelan banyak korban jiwa. Namun, kondisinya terus membaik,” kata Ziad dalam Focus Group Discussion yang digelar Kementerian Luar Negeri Indonesia kemarin.

Dalam FGD tersebut, selain perwakilan dari pemerintah dan pengusaha Suriah, hadir juga berbagai perwakilan Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, Kadin, PT Wijaya Karya, PT Martino Berto Tbk, hingga pelaku usaha Tanah Air lainnya.

Lebih jauh Ziad berharap semakin banyak pengusaha dan investor Indonesia yang menjalankan bisnisnya di Suriah menyusul membaiknya situasi keamanan di sana. Dia mengatakan Suriah menyimpan potensi bisnis yang bagus mengingat banyak kebutuhan sehari-hari yang perlu diimpor dari luar negeri. Dia yakin pengusaha Indonesia memiliki peluang besar menembus pasar Suriah. “Insya Allah sukses. Kami juga telah memiliki peraturan-peraturan yang probisnis,” tambah Ziad.

Untuk itu, Ziad siap memfasilitasi kunjungan-kunjungan bagi pengusaha-pengusaha ke Suriah agar mereka lebih mengenal peluang-peluang kerja sama ekonomi antara dua negara.

Dia mengungkapkan Suriah saat ini memasuki fase rekonstruksi. Pihaknya juga sudah menggelar pameran rekonstruksi khusus tahunan yang diadakan di Damaskus pada September lalu dengan diikuti oleh 390 perusahaan dari 31 negara. Pameran tersebut menyangkut berbagai produk seperti peralatan, bahan bangunan, mesin-mesin, serta peralatan-peralatan yang digunakan di bidang energi, kesehatan, pendidikan, pertanian dan telekomunikasi. “Tentu saja, ketika menyangkut rekonstruksi, perlu bicara tentang kebutuhan-kebutuhan Suriah pada tahap ini. Saya mengundang untuk mengunjungi Suriah untuk mencapai konsensus kerja sama beserta semua perinciannya,’’ papar Ziad.

Sekretaris Ketiga, Pelaksana Fungsi Pensosbud
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Suriah Ivory Kraska Taruna membenarkan kondisi keamanan di Suriah terus berangsur membaik dibandingkan beberapa tahun terakhir, kecuali di wilayah utara. “Perkembangannya berlangsung positif. Percikan peperangan hanya tersisa di daerah pinggiran, terutama wilayah utara,” ungkap Ivory yang kini menjabat Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) KBRI di Suriah melalui konferensi video langsung dari kantornya di Damaskus. “Peluang bisnis dan investasi di sini (Suriah) juga terbuka lebar menyusul ada penggalakan program pemulihan pembangunan. Saat ini Suriah sedang memerlukan investor,” imbuhnya.

Tantangan terbesar yang dihadapi di Suriah yakni persepsi yang memandang Suriah sebagai negara konflik, sanksi ekonomi dari Amerika Serikat (AS) dan Eropa, serta ketidakstabilan keamanan di satu daerah dapat berimbas pada daerah lain. Kekhawatiran-kekhawatiran itu menghambat pengusaha Indonesia berbisnis di Suriah. “Persepsi itu perlu diredam sebab saat ini peluang bisnis dan investasi di Suriah banyak diambil negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Malaysia bahkan berhasil mengekspor kelapa sawit menuju Suriah,” ungkap Ivory. Karena itu, sayang sekali bila peluang bisnis di Suriah sampai dilewatkan begitu saja hanya karena persepsi ketakutan yang berlebihan.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI memandang Suriah sebagai negara yang strategis karena berbatasan langsung dengan Lebanon, Irak, Israel, Turki, dan Yordania. Suriah dapat menjadi hub perdagangan produk Indonesia ke negara-negara tetangganya. Kepala Sub Direktorat Amerika dan Eropa, Direktorat Kerja Sama Pengembangan Ekspor Kemendag Iman Nurimansyah mengungkapkan neraca perdagangan RI-Suriah terus meningkat setidaknya selama tiga tahun terakhir. Misalnya nilai perdagangan dua negara Januari hingga September 2019 sekitar USD33,7 juta dengan surplus dicapai Indonesia sekitar USD29 juta. Naik 15% dibandingkan tahun lalu.

Dia mengungkapkan ada banyak peluang yang bisa digarap pengusaha Indonesia untuk memasarkan produknya ke Suriah. Kesimpulan ini didapatkan berdasarkan data impor yang dilakukan Suriah secara global dari negara-negara lainnya. Misalnya, kebutuhan produk rokok sigaret di Suriah sangat besar.

“Mereka mengimpor rokok dari dunia senilai 339,7 juta dolar AS. Ini angka yang besar. Dan bisa menjadi pasar bagi produk rokok dari Indonesia,” jelas Iman. Barang lain yang dibutuhkan warga Suriah lain adalah elektronik (telepon seluler), plastik dan produk plastik, ban mobil, suku cadang kendaraan bermotor, produk logam, makanan olahan, tekstil, alas kaki dan produk farmasi.

Pengusaha arang dan produk kelapa asal Suriah Abdullah mengaku senang dengan iklim bisnis di Indonesia. “Saya kira kami pengusaha dari Suriah tidak memiliki alasan untuk tidak berinvestasi di Indonesia. Saya seperti berada di negeri saya sendiri,” katanya. Sebaliknya, dia berharap pengusaha Indonesia dapat berkunjung ke Suriah dan melihat langsung kondisi di sana. Menurut dia, banyak peluang ekspor dan investasi di Suriah untuk pengusaha Indonesia. Dalam kesempatan itu, hadir juga salah satu pengusaha Suriah yang segera berinvestasi di Indonesia dalam bidang teknologi informasi. Namanya, Nawaf Al Alrash. Menurut Nawaf, Indonesia sangat bagus untuk berinvestasi. Sebagai catatan, investasi langsung Suriah di Indonesia masih tergolong kecil. Pada 2018 misalnya investasinya sekitar USD0,78 juta dalam 14 proyek.

Untuk diketahui, hubungan bilateral antara Indonesia dan Suriah ini terjalin sangat erat di berbagai bidang baik politik, ekonomi, pendidikan, dan sosial budaya. Dua negara secara resmi membuka hubungan diplomatik sejak 1950. Memang sejak konflik berkecamuk di Suriah pada 2011 hubungan perdagangan dua negara menurun drastis. Padahal, sebelum terjadi konflik pada 2011, volume perdagangan dua negara mencapai USD77,5 juta. Pada 2009 angkanya bahkan sangat tinggi, USD91,5 juta. (Muh. Shamil)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3583 seconds (0.1#10.140)