Kuatkan Neraca Perdagangan, Pertamina Kembangkan Biodiesel
A
A
A
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) berikhtiar mewujudkan target pemerintah menguatkan neraca perdagangan melalui strategi subsitusi bahan bakar minyak (BBM) dengan biofuel. Selain akan menerapkan mandatori biodiesel 30% atau B30 pada Januari 2020, Pertamina juga akan terus mengembangkan penggunaan green diesel.
"Peran Pertamina untuk memproses green diesel sangat besar karena kilang untuk mengolahnya milik Pertamina," terang Direktur Konservasi Energi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Haryanto dalam Diskusi Panel II Pertamina Energy Forum 2019 bertema "Road Toward Green Energy" di Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Pertamina berhasil melakukan uji coba pengembangan green fuel di Kilang Plaju dan Dumai secara co-processing, yaitu bahan baku nabati dicampur bahan baku fosil dan diolah bersama-sama untuk menghasilkan green gasoline dan green diesel. Kilang Plaju akan memproduksi green gasoline dan Kilang Dumai akan memproduksi green diesel.
Ke depan, Pertamina juga akan membangun green refinery baru yang akan mampu mengolah 100% bahan baku nabati, tanpa campuran bahan bakar diesel, untuk menjadi green diesel.
Menurut Haryanto, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menguatkan neraca perdagangan adalah mencari alternatif pengganti atau subsitusi BBM, yakni dengan mengembangkan biodiesel.
"Kita jalankan program B20 dan B30. Sebanyak 30% BBM disubstitusi dengan biodiesel yang menggunakan bahan baku dari minyak sawit (CPO). Bahan bakar fosil kita gantikan dengan biodiesel," ujarnya.
Haryanto menjelaskan, konsumsi BBM terbesar berasal dari sektor transportasi, yaitu bensin dan solar. Untuk mengurangi penggunaan dua bahan bakar tersebut, pemerintah mendorong penggunaan biofuel untuk mensubstitusi solar digunakan biodiesel. Sementara itu untuk bensin dikembangkan bioetanol.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Ego Syahrial, menjelaskan substitusi minyak dengan bahan bakar berbasis CPO merupakan program pemerintah untuk mengurangi impor BBM.
"Semua masuk dalam program pengurangan impor. Kita sudah memiliki sejumlah kota untuk menjadi pilot project untuk penggunaan bahan bakar berbasis CPO," kata Ego.
Managing Director Axens Regional Operation Center, Mai Phuang Do, mengatakan keberhasilan pengembangan energi baru terbarukan membutuhkan peran serta semua pihak. "Penerapan green energy sangat bergantung pada kemauan pemerintah dan masyarakat," kata Mai.
"Peran Pertamina untuk memproses green diesel sangat besar karena kilang untuk mengolahnya milik Pertamina," terang Direktur Konservasi Energi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Haryanto dalam Diskusi Panel II Pertamina Energy Forum 2019 bertema "Road Toward Green Energy" di Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Pertamina berhasil melakukan uji coba pengembangan green fuel di Kilang Plaju dan Dumai secara co-processing, yaitu bahan baku nabati dicampur bahan baku fosil dan diolah bersama-sama untuk menghasilkan green gasoline dan green diesel. Kilang Plaju akan memproduksi green gasoline dan Kilang Dumai akan memproduksi green diesel.
Ke depan, Pertamina juga akan membangun green refinery baru yang akan mampu mengolah 100% bahan baku nabati, tanpa campuran bahan bakar diesel, untuk menjadi green diesel.
Menurut Haryanto, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menguatkan neraca perdagangan adalah mencari alternatif pengganti atau subsitusi BBM, yakni dengan mengembangkan biodiesel.
"Kita jalankan program B20 dan B30. Sebanyak 30% BBM disubstitusi dengan biodiesel yang menggunakan bahan baku dari minyak sawit (CPO). Bahan bakar fosil kita gantikan dengan biodiesel," ujarnya.
Haryanto menjelaskan, konsumsi BBM terbesar berasal dari sektor transportasi, yaitu bensin dan solar. Untuk mengurangi penggunaan dua bahan bakar tersebut, pemerintah mendorong penggunaan biofuel untuk mensubstitusi solar digunakan biodiesel. Sementara itu untuk bensin dikembangkan bioetanol.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Ego Syahrial, menjelaskan substitusi minyak dengan bahan bakar berbasis CPO merupakan program pemerintah untuk mengurangi impor BBM.
"Semua masuk dalam program pengurangan impor. Kita sudah memiliki sejumlah kota untuk menjadi pilot project untuk penggunaan bahan bakar berbasis CPO," kata Ego.
Managing Director Axens Regional Operation Center, Mai Phuang Do, mengatakan keberhasilan pengembangan energi baru terbarukan membutuhkan peran serta semua pihak. "Penerapan green energy sangat bergantung pada kemauan pemerintah dan masyarakat," kata Mai.
(ven)