Peran Sub Holding Gas Harus Maksimal dalam Pengembangan Ibu Kota Baru
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah telah mematangkan konsep pengembangan ibu kota baru di Kalimantan Timur (Kaltim). Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi memperkirakan dana yang dibutuhkan untuk pengembangan ibu kota tersebut mencapai Rp 460 triliun. Besarnya anggaran yang diperlukan tak lain karena ibu kota baru itu diproyeksikan sebagai ibu kota negara terbaik di dunia dengan mengusung konsep smart city dan green city.
Dengan desain kota modern, ibu kota baru juga akan memanfaatkan energi bersih seperti gas, dan energi lain yang bersumber dari energi terbarukan. Infrastruktur di dalam kota akan di desain dan dilengkapi dengan teknologi mutakhir. “Penggunaan energi bersih seperti gas bumi memang menjadi salah satu indikator sebuah kota bisa disebut green city,’’ujar Direktur Executive Energi Watch Mamit Setiawan di Jakarta Sabtu (30/11/2019).
Menurut Mamit, sebuah green city juga harus memenuhi kriteria sebagai livable city atau kota layak huni. Yang salah satu syaratnya adalah rendahnya pencemaran lingkungan baik udara maupun air. Baik yang berasal dari limbah rumah tangga, industri maupun pencemaran akibat emisi gas buang kendaraan bermotor.
Sebuah kota yang disebut green city juga smart city, tidak hanya mengandalkan kepada lengkapnya fitur atau fasilitas internet of things (IoT) di dalam kota saja, tetapi juga perlu dibarengi dengan menciptakan smart environment. Salah satunya dengan mulai beralih ke energi yang ramah lingkungan. ‘’Untuk menjadi smart city, penggunaan energi di ibu kota baru nanti harus hemat. Sekaligus menggunakan alternatif sumber energi terbarukan yang lebih efisien dan ramah lingkungan seperti gas bumi. Jadi, batubara dan energi fosil harus mulai ditinggalkan,’’paparnya.
Mamit menilai, Kalimantan merupakan kawasan yang kaya gas bumi. Provinsi Kalimantan Timur misalnya, merupakan daerah penghasil minyak dan gas bumi yang menjadi penyumbang devisa terbesar kedua setelah Provinsi Riau. Dalam Neraca Gas Bumi Indonesia 2018-2027 yang dipublikasikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan gas bumi Indonesia mencapai 142,72 trillion standard cubic feet (TSCF). Sebesar 100,36 TSCF merupakan cadangan terbukti dan 42,36 TSCF merupakan cadangan potensial, dengan Kalimantan memiliki 15,35 TSCF.
Namun, produksi gas bumi di Kalimantan sebagian besar diolah menjadi gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) yang dipasok untuk memenuhi komitmen LNG domestik dan ekspor. Sementara sisanya digunakan untuk memasok kebutuhan gas industri pupuk dan petrokimia di Bontang, kilang pengolahan Balikpapan, pembangkit listrik dan jaringan gas kota. ‘’Karenanya perlu kebijakan untuk memprioritaskan penggunaan gas bagi kebutuhan domestik, khususnya untuk memasok gas bagi kebutuhan ibu kota baru. Sehingga peran badan usaha seperti Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagai sub holding gas dan agregator gas perlu dimaksimalkan, karena mereka memiliki pengalaman panjang dalam pendistribusian gas bumi ,’’tuturnya.
Menurut Mamit, sebuah kota yang memiliki infrastruktur gas yang handal akan mendorong terciptanya pusat-pusat perekonomian baru. Termasuk kawasan permukiman dan industri baru. Sehingga, terjadi pemerataan ekonomi termasuk di kawasan sekitarnya. Ditambah lagi, salah satu visi Presiden Joko Widodo dalam pembangunan infrastruktur yakni melalui pembangunan infrastruktur pipa gas bumi. Sehingga peningkatan pemanfaatan gas bumi harus dilakukan.
Berdasarkan data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), ada lima kawasan industri di Kalimantan yang akan dibangun. Diantaranya kawasan ekonomi khusus (KEK) Maloy Batuta Trans Kalimantan di Kalimantan Timur, kawasan industri Batulicin dan kawasan industri Jorong di Kalimantan Selatan. Juga kawasan industri Landak dan kawasan industri Ketapang di Kalimantan Barat. Dengan adanya lima kawasan industri tersebut, kebutuhan pasokan energi di antaranya gas bumi diyakini akan meningkat.
‘’Gas memiliki banyak kelebihan, selain ramah lingkungan juga lebih ekonomis. Selain bisa digunakan untuk kebutuhan industri, gas di Kalimantan juga bisa digunakan untuk memasok kebutuhan pembangkit listrik dan rumah tangga serta industri kecil,” kata Mamit.
Untuk mewujudkan green city di ibu kota baru, maka ketergantungan terhadap energi yang berasal dari batubara maupun bahan bakar minyak (BBM) harus dikurangi dan berfokus pada penggunaan gas bumi serta peningkatan pemanfaatan gas bumi untuk masyarakat melalui jaringan gas kota.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menilai, kebutuhan energi di ibu kota baru akan besar. Hal ini didasarkan pada rencana yang sudah ditetapkan pemerintah dimana ibu kota baru akan dibagi ke dalam tiga zona. ‘’Kebutuhan energinya akan besar, misalnya kebutuhan energi listrik yang handal. Juga kebutuhan energi untuk transportasi, rumah tangga, industri pasti akan bertambah,’’paparnya.
Tiga Zona tersebut diantaranya kawasan inti pusat pemerintahan seluas 6.000 hektare (ha) yang berisi istana negara, botanical garden, kantor lembaga negara eksekutif legislatif yudikatif, hunian untuk presiden, wakil presiden, menteri, pimpinan lembaga negara, serta pejabat eselon I dan II.
Sedangkan zona kedua terdiri atas hunian umum, gedung perkantoran, fasilitas pendidikan dan kesehatan, fasilitas ibadah, pusat perbelanjaan dan fasilitas publik lainnya. Sedangkan zona tiga seluas 254.000 ha akan digunakan sebagai klaster permukiman masyarakat non Aparatur Sipil Negara (ASN).
Karenanya, kata Sofyano, harus segera dipikirkan mengenai pengembangan infrastruktur jaringan gas bumi di Kalimantan. Sehingga saat ibu kota baru selesai dikembangkan, sudah ada infrastruktur gas yang terintegrasi di dalam kota maupun ke kawasan-kawasan di sekitarnya. ‘’Tugaskan saja PGN untuk membangun infrastruktur gasnya, juga mengalirkan gasnya. Mereka memiliki kemampuan untuk itu dan sudah terbukti,’’paparnya.
Menurut Sofyano, infrastruktur gas bumi yang dibangun tersebut tak hanya untuk memasok kebutuhan gedung-gedung atau kantor pemerintahan saja, tetapi juga harus dikembangkan hingga ke kawasan-kawasan yang akan dikembangkan menjadi kawasan hunian.
Saat ini, rumah tangga yang bisa mengakses gas di kawasan Kalimantan Timur sebagai ibu kota baru masih berada pada kisaran 34.574 sambungan rumah tangga (SR). Sebanyak 8.849 sambungan di Balikpapan, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) sebanyak 4.260 SR, Kota Samarinda sebanyak 4.500 SR dan Kota Bontang 16.965 SR. ‘’Sebagai daerah yang kaya gas, infrastruktur gas di Kalimantan khususnya Kaltim harus terus ditingkatkan. Pemerintah perlu melibatkan PGN,’’tegas Sofyano.
Gas bumi masih menjadi salah satu sumber energi yang efisien di Indonesia. Di kawasan Asia, harga gas yang disalurkan PGN sangat kompetitif. Sehingga jika PGN memasok gas bumi untuk kebutuhan ibu kota baru, maka dari sisi ekonomi akan ada penghematan yang besar. ‘’Karena tidak perlu lagi impor minyak,’’kata Sofyano. Pemerintah juga perlu mendukung PGN, dengan memberikan ruang kepada PGN untuk menentukan harga gas yang kompetitif sehingga perusahaan gas itu memiliki anggaran untuk pengembangan infrastruktur jaringan gas bumi.
Dia mengatakan, dukungan bagi PGN tersebut penting untuk mempercepat perluasan pemanfaatan gas bumi yang menjadi tanggung jawab bersama dalam rangka menjaga ketahanan energi nasional dan melayani kebutuhan gas bumi secara berkeadilan.
PGN sendiri menegaskan, siap membangun infrastruktur gas bumi di ibu kota baru. Sebab, pemanfaatan gas bumi secara maksimal akan menghadirkan efisiensi dari sisi ekonomi dan lingkungan yang lebih bersih. Jaringan gas yang selama ini telah dikembangkan, terbukti mampu mengurangi biaya energi rumah tangga, industri maupun transportasi.
Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) Gigih Prakoso beberapa waktu lalu mengungkapkan, pihaknya siap membantu pemerintah untuk menyiapkan infrastruktur gas bumi di ibu kota baru. PGN juga siap mendukung ibu kota baru menjadi smart city berbasis pada energi gas bumi.
PGN telah melakukan penghitungan skala keekonomian pemanfaatan gas bumi tersebut. Dengan pengembangan jaringan gas kota di Indonesia, konsumsi energi masyarakat dari Liquefied Petroleum Gas (LPG) bisa dihemat sebesar Rp386 miliar per tahun. Tak hanya itu, dengan pemanfaatan jaringan gas kota, impor LPG bisa menguranga defisit neraca perdagangan dari sektor minyak dan gas sebesar Rp1,4 triliun per tahun.
Mengutip keterangan resmi PGN, dalam posisinya sebagai sub holding gas, hingga saat ini, sudah melakukan pembangunan jaringan gas lebih dari 13 ribu kilometer dan beroperasi di 17 provinsi di Indonesia. Tak hanya itu, PGN juga mengoperasikan tiga fasilitas LNG untuk menyalurkan gas kepada lebih dari 440.000 pelanggan di seluruh Tanah Air. Panjang pipa gas yang sudah dibangun PGN tesebut hampir dua kali lipat dari panjang jaringan gas yang ada di Thailand dan Malaysia. Juga lebih panjang empat kali lipat dibandingkan dengan jaringan gas di Singapura.
Dengan infrastruktur gas yang ada, dalam kurun lima tahun terakhir, jumlah kabupaten/kota yang telah menikmati aliran energi baik gas bumi PGN meningkat sebesar 25 persen. PGN menyalurkan gas bumi sebagai energi baik untuk para pelanggannya dari berbagai segmen. Mulai dari segmen pelanggan komersial seperti restoran dan hotel, rumah sakit, juga industri manufaktur dan pembangkit listrik. Termasuk ke segmen Usaha Mikro dan Kecil Menengah (UMKM), serta pelanggan rumah tangga. Pelanggan PGN tersebar di wilayah Sumatera Utara (Sumut), Lampung, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan (Sumsel), Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Utara, dan Sorong.
PGN sebagai sub holding gas diharapkan bisa mengemban tugas sebagai bagian strategis pemerintah dalam menyukseskan pemanfaatan gas bumi domestik. Tak hanya itu, PGN juga diharapkan ikut berperan dalam pencapaian target bauran energi nasional untuk menjaga ketahanan energi nasional dengan pencapaian target 4,7 juta sambungan jaringan gas bumi rumah tangga untuk menekan subsidi energi dan mengurangi defisit neraca perdagangan. "Kami berkomitmen memberikan layanan terbaik dan saling bersinergi bersama seluruh pihak yang terlibat. Hal itu untuk kemajuan pemanfaatan gas bumi yang aman, efisien, dan ramah lingkungan," kata Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama.
Dengan desain kota modern, ibu kota baru juga akan memanfaatkan energi bersih seperti gas, dan energi lain yang bersumber dari energi terbarukan. Infrastruktur di dalam kota akan di desain dan dilengkapi dengan teknologi mutakhir. “Penggunaan energi bersih seperti gas bumi memang menjadi salah satu indikator sebuah kota bisa disebut green city,’’ujar Direktur Executive Energi Watch Mamit Setiawan di Jakarta Sabtu (30/11/2019).
Menurut Mamit, sebuah green city juga harus memenuhi kriteria sebagai livable city atau kota layak huni. Yang salah satu syaratnya adalah rendahnya pencemaran lingkungan baik udara maupun air. Baik yang berasal dari limbah rumah tangga, industri maupun pencemaran akibat emisi gas buang kendaraan bermotor.
Sebuah kota yang disebut green city juga smart city, tidak hanya mengandalkan kepada lengkapnya fitur atau fasilitas internet of things (IoT) di dalam kota saja, tetapi juga perlu dibarengi dengan menciptakan smart environment. Salah satunya dengan mulai beralih ke energi yang ramah lingkungan. ‘’Untuk menjadi smart city, penggunaan energi di ibu kota baru nanti harus hemat. Sekaligus menggunakan alternatif sumber energi terbarukan yang lebih efisien dan ramah lingkungan seperti gas bumi. Jadi, batubara dan energi fosil harus mulai ditinggalkan,’’paparnya.
Mamit menilai, Kalimantan merupakan kawasan yang kaya gas bumi. Provinsi Kalimantan Timur misalnya, merupakan daerah penghasil minyak dan gas bumi yang menjadi penyumbang devisa terbesar kedua setelah Provinsi Riau. Dalam Neraca Gas Bumi Indonesia 2018-2027 yang dipublikasikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan gas bumi Indonesia mencapai 142,72 trillion standard cubic feet (TSCF). Sebesar 100,36 TSCF merupakan cadangan terbukti dan 42,36 TSCF merupakan cadangan potensial, dengan Kalimantan memiliki 15,35 TSCF.
Namun, produksi gas bumi di Kalimantan sebagian besar diolah menjadi gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) yang dipasok untuk memenuhi komitmen LNG domestik dan ekspor. Sementara sisanya digunakan untuk memasok kebutuhan gas industri pupuk dan petrokimia di Bontang, kilang pengolahan Balikpapan, pembangkit listrik dan jaringan gas kota. ‘’Karenanya perlu kebijakan untuk memprioritaskan penggunaan gas bagi kebutuhan domestik, khususnya untuk memasok gas bagi kebutuhan ibu kota baru. Sehingga peran badan usaha seperti Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagai sub holding gas dan agregator gas perlu dimaksimalkan, karena mereka memiliki pengalaman panjang dalam pendistribusian gas bumi ,’’tuturnya.
Menurut Mamit, sebuah kota yang memiliki infrastruktur gas yang handal akan mendorong terciptanya pusat-pusat perekonomian baru. Termasuk kawasan permukiman dan industri baru. Sehingga, terjadi pemerataan ekonomi termasuk di kawasan sekitarnya. Ditambah lagi, salah satu visi Presiden Joko Widodo dalam pembangunan infrastruktur yakni melalui pembangunan infrastruktur pipa gas bumi. Sehingga peningkatan pemanfaatan gas bumi harus dilakukan.
Berdasarkan data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), ada lima kawasan industri di Kalimantan yang akan dibangun. Diantaranya kawasan ekonomi khusus (KEK) Maloy Batuta Trans Kalimantan di Kalimantan Timur, kawasan industri Batulicin dan kawasan industri Jorong di Kalimantan Selatan. Juga kawasan industri Landak dan kawasan industri Ketapang di Kalimantan Barat. Dengan adanya lima kawasan industri tersebut, kebutuhan pasokan energi di antaranya gas bumi diyakini akan meningkat.
‘’Gas memiliki banyak kelebihan, selain ramah lingkungan juga lebih ekonomis. Selain bisa digunakan untuk kebutuhan industri, gas di Kalimantan juga bisa digunakan untuk memasok kebutuhan pembangkit listrik dan rumah tangga serta industri kecil,” kata Mamit.
Untuk mewujudkan green city di ibu kota baru, maka ketergantungan terhadap energi yang berasal dari batubara maupun bahan bakar minyak (BBM) harus dikurangi dan berfokus pada penggunaan gas bumi serta peningkatan pemanfaatan gas bumi untuk masyarakat melalui jaringan gas kota.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menilai, kebutuhan energi di ibu kota baru akan besar. Hal ini didasarkan pada rencana yang sudah ditetapkan pemerintah dimana ibu kota baru akan dibagi ke dalam tiga zona. ‘’Kebutuhan energinya akan besar, misalnya kebutuhan energi listrik yang handal. Juga kebutuhan energi untuk transportasi, rumah tangga, industri pasti akan bertambah,’’paparnya.
Tiga Zona tersebut diantaranya kawasan inti pusat pemerintahan seluas 6.000 hektare (ha) yang berisi istana negara, botanical garden, kantor lembaga negara eksekutif legislatif yudikatif, hunian untuk presiden, wakil presiden, menteri, pimpinan lembaga negara, serta pejabat eselon I dan II.
Sedangkan zona kedua terdiri atas hunian umum, gedung perkantoran, fasilitas pendidikan dan kesehatan, fasilitas ibadah, pusat perbelanjaan dan fasilitas publik lainnya. Sedangkan zona tiga seluas 254.000 ha akan digunakan sebagai klaster permukiman masyarakat non Aparatur Sipil Negara (ASN).
Karenanya, kata Sofyano, harus segera dipikirkan mengenai pengembangan infrastruktur jaringan gas bumi di Kalimantan. Sehingga saat ibu kota baru selesai dikembangkan, sudah ada infrastruktur gas yang terintegrasi di dalam kota maupun ke kawasan-kawasan di sekitarnya. ‘’Tugaskan saja PGN untuk membangun infrastruktur gasnya, juga mengalirkan gasnya. Mereka memiliki kemampuan untuk itu dan sudah terbukti,’’paparnya.
Menurut Sofyano, infrastruktur gas bumi yang dibangun tersebut tak hanya untuk memasok kebutuhan gedung-gedung atau kantor pemerintahan saja, tetapi juga harus dikembangkan hingga ke kawasan-kawasan yang akan dikembangkan menjadi kawasan hunian.
Saat ini, rumah tangga yang bisa mengakses gas di kawasan Kalimantan Timur sebagai ibu kota baru masih berada pada kisaran 34.574 sambungan rumah tangga (SR). Sebanyak 8.849 sambungan di Balikpapan, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) sebanyak 4.260 SR, Kota Samarinda sebanyak 4.500 SR dan Kota Bontang 16.965 SR. ‘’Sebagai daerah yang kaya gas, infrastruktur gas di Kalimantan khususnya Kaltim harus terus ditingkatkan. Pemerintah perlu melibatkan PGN,’’tegas Sofyano.
Gas bumi masih menjadi salah satu sumber energi yang efisien di Indonesia. Di kawasan Asia, harga gas yang disalurkan PGN sangat kompetitif. Sehingga jika PGN memasok gas bumi untuk kebutuhan ibu kota baru, maka dari sisi ekonomi akan ada penghematan yang besar. ‘’Karena tidak perlu lagi impor minyak,’’kata Sofyano. Pemerintah juga perlu mendukung PGN, dengan memberikan ruang kepada PGN untuk menentukan harga gas yang kompetitif sehingga perusahaan gas itu memiliki anggaran untuk pengembangan infrastruktur jaringan gas bumi.
Dia mengatakan, dukungan bagi PGN tersebut penting untuk mempercepat perluasan pemanfaatan gas bumi yang menjadi tanggung jawab bersama dalam rangka menjaga ketahanan energi nasional dan melayani kebutuhan gas bumi secara berkeadilan.
PGN sendiri menegaskan, siap membangun infrastruktur gas bumi di ibu kota baru. Sebab, pemanfaatan gas bumi secara maksimal akan menghadirkan efisiensi dari sisi ekonomi dan lingkungan yang lebih bersih. Jaringan gas yang selama ini telah dikembangkan, terbukti mampu mengurangi biaya energi rumah tangga, industri maupun transportasi.
Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) Gigih Prakoso beberapa waktu lalu mengungkapkan, pihaknya siap membantu pemerintah untuk menyiapkan infrastruktur gas bumi di ibu kota baru. PGN juga siap mendukung ibu kota baru menjadi smart city berbasis pada energi gas bumi.
PGN telah melakukan penghitungan skala keekonomian pemanfaatan gas bumi tersebut. Dengan pengembangan jaringan gas kota di Indonesia, konsumsi energi masyarakat dari Liquefied Petroleum Gas (LPG) bisa dihemat sebesar Rp386 miliar per tahun. Tak hanya itu, dengan pemanfaatan jaringan gas kota, impor LPG bisa menguranga defisit neraca perdagangan dari sektor minyak dan gas sebesar Rp1,4 triliun per tahun.
Mengutip keterangan resmi PGN, dalam posisinya sebagai sub holding gas, hingga saat ini, sudah melakukan pembangunan jaringan gas lebih dari 13 ribu kilometer dan beroperasi di 17 provinsi di Indonesia. Tak hanya itu, PGN juga mengoperasikan tiga fasilitas LNG untuk menyalurkan gas kepada lebih dari 440.000 pelanggan di seluruh Tanah Air. Panjang pipa gas yang sudah dibangun PGN tesebut hampir dua kali lipat dari panjang jaringan gas yang ada di Thailand dan Malaysia. Juga lebih panjang empat kali lipat dibandingkan dengan jaringan gas di Singapura.
Dengan infrastruktur gas yang ada, dalam kurun lima tahun terakhir, jumlah kabupaten/kota yang telah menikmati aliran energi baik gas bumi PGN meningkat sebesar 25 persen. PGN menyalurkan gas bumi sebagai energi baik untuk para pelanggannya dari berbagai segmen. Mulai dari segmen pelanggan komersial seperti restoran dan hotel, rumah sakit, juga industri manufaktur dan pembangkit listrik. Termasuk ke segmen Usaha Mikro dan Kecil Menengah (UMKM), serta pelanggan rumah tangga. Pelanggan PGN tersebar di wilayah Sumatera Utara (Sumut), Lampung, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan (Sumsel), Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Utara, dan Sorong.
PGN sebagai sub holding gas diharapkan bisa mengemban tugas sebagai bagian strategis pemerintah dalam menyukseskan pemanfaatan gas bumi domestik. Tak hanya itu, PGN juga diharapkan ikut berperan dalam pencapaian target bauran energi nasional untuk menjaga ketahanan energi nasional dengan pencapaian target 4,7 juta sambungan jaringan gas bumi rumah tangga untuk menekan subsidi energi dan mengurangi defisit neraca perdagangan. "Kami berkomitmen memberikan layanan terbaik dan saling bersinergi bersama seluruh pihak yang terlibat. Hal itu untuk kemajuan pemanfaatan gas bumi yang aman, efisien, dan ramah lingkungan," kata Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama.
(ven)