Masih Dinilai Layak, Bulog Akan Lelang Beras Bermutu Rendah
A
A
A
JAKARTA - Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Budi Waseso mengatakan, Bulog akan melelang CBP sebanyak 20.000 ton yang turun mutu atau rusak. CBP ini sudah melalui pemeriksaan laboratorium yang direkomendasikan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kementan) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Menurut Budi Waseso, beras yang mengalami penurunan mutu masih memiliki manfaat dengan melakukan pengolahan, penukaran, penjualan di bawah harga eceran tertinggi (HET), serta dihibahkan untuk bantuan kemanusiaan. Hal tersebut sejalan dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah.
“Dari 20.000 ton itu ada penilaian dari berbagai tingkatan. Jadi tidak berarti secara keseluruhan langsung dibuang. Itu yang menentukan laboratorium,” papar Buwas, sapaan akrab Budi Waseso di Jakarta, kemarin.
Buwas melanjutkan, beras yang telah mengalami penurunan mutu masih dapat diolah menjadi produk turunan seperti tepung, pakan ternak, dan etanol. Ini dinilai berdasarkan kualitas beras tersebut. “Saya juga mewanti-wanti, jangan sampai masyarakat dikasih beras tidak baik,” imbuhnya.
Dalam mekanisme lelang, lanjut Buwas, akan diikuti dengan perjanjian kedua belah pihak. Namun, Bulog masih menunggu kepastian terkait selisih harga lelang dan harga awal beras ketika dibeli Bulog yang akan diganti oleh pemerintah. “Kalau kualitasnya turun, kita jual murah dari Rp8.000 per kilogram (kg) menjadi Rp5.000 per kg. Nanti selisih Rp3.000 akan diganti pemerintah,” jelasnya.
Pendapatan dari lelang tersebut akan menjadi pemasukan Bulog yang akan dilaporkan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu). “Kalau sudah dinyatakan Kemenkeu ada penggantian negara, baru dilakukan pelelangan. Hari ini tidak bisa (dilakukan lelang) karena belum ada keputusan bahwa negara akan membayar selisihnya. Hanya akan diangkat ke rapat koordinasi terbatas,” jelas Buwas.
Direktur Operasional Bulog Tri Wahyudi Saleh mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan 20.000 ton beras milik Bulog mengalami penurunan mutu. Salah satunya karena banjir. Di sisi lain, penyebab turunnya kualitas beras Bulog juga dikarenakan kecilnya penyaluran beras ke rakyat miskin (raskin)-kini berubah menjadi rastra. Hal ini terjadi ketika pemerintah melakukan uji coba rastra ke bantuan pangan nontunai (BPNT) pada pertengahan 2017.
“Pada Juni 2017 ada uji coba BPNT, berarti alokasi rastra kita berkurang. Penyaluran (rastra) dari 2,3 juta ton menjadi 300.000 ton. Kita sudah melakukan penugasan pemerintah untuk menyerap beras petani, tapi kalau keluarnya kecil jadi masalah,” ungkapnya.
Fokus Penguatan Komersial
Dalam kesempatan tersebut Buwas menuturkan, Bulog akan lebih fokus pada penguatan peran komersial di 2020. Ini sejalan dengan berkurangnya penugasan dari pemerintah dalam penyediaan beras bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Selama ini porsi bisnis beras komersial Bulog hanya sekitar 20%. Sisanya 80% Bulog melakukan penugasan pemerintah untuk pengadaan CBP. Ke depan, Bulog akan lebih meningkatkan peran komersial melalui penjualan komoditi pangan melalui online dan offline, optimalisasi aset dan penguatan anak perusahaan, serta unit bisnis. “Kita ingin 50% beras Bulog disalurkan untuk komersial dan 50% untuk CBP sehingga kita bisa menutupi bunga utang dan menyicil bayar utang,” ujarnya.
Menurut dia, sejumlah inovasi bisnis terus dilakukan Bulog. Beberapa di antaranya yaitu memodernisasi gudang beras yang dimiliki Bulog secara bertahap di seluruh Indonesia, memproduksi beras bervitamin, dan merambah bisnis e-commerce melalui peluncuran toko panganandotcom.
“Sejumlah kerja sama bisnis dengan berbagai BUMN dan swasta telah dilakukan seperti penyediaan natura karyawan BNI dan BRI, penjualan sembako ke Grab Kios, dan sinergi dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dalam memasok beras ke ritel modern,” jelasnya.
Buwas meyakini Bulog tidak akan mengurangi penyerapan beras sehingga stok CBP tidak akan terganggu. Oleh karena itu, pihaknya berharap ada perubahan regulasi. Sebagai informasi, Bulog telah mendapat kucuran dana Rp2,5 triliun untuk melakukan penyerapan beras dari petani. Jumlahnya setara dengan 250.000 ton beras.
Menurut Budi Waseso, beras yang mengalami penurunan mutu masih memiliki manfaat dengan melakukan pengolahan, penukaran, penjualan di bawah harga eceran tertinggi (HET), serta dihibahkan untuk bantuan kemanusiaan. Hal tersebut sejalan dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah.
“Dari 20.000 ton itu ada penilaian dari berbagai tingkatan. Jadi tidak berarti secara keseluruhan langsung dibuang. Itu yang menentukan laboratorium,” papar Buwas, sapaan akrab Budi Waseso di Jakarta, kemarin.
Buwas melanjutkan, beras yang telah mengalami penurunan mutu masih dapat diolah menjadi produk turunan seperti tepung, pakan ternak, dan etanol. Ini dinilai berdasarkan kualitas beras tersebut. “Saya juga mewanti-wanti, jangan sampai masyarakat dikasih beras tidak baik,” imbuhnya.
Dalam mekanisme lelang, lanjut Buwas, akan diikuti dengan perjanjian kedua belah pihak. Namun, Bulog masih menunggu kepastian terkait selisih harga lelang dan harga awal beras ketika dibeli Bulog yang akan diganti oleh pemerintah. “Kalau kualitasnya turun, kita jual murah dari Rp8.000 per kilogram (kg) menjadi Rp5.000 per kg. Nanti selisih Rp3.000 akan diganti pemerintah,” jelasnya.
Pendapatan dari lelang tersebut akan menjadi pemasukan Bulog yang akan dilaporkan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu). “Kalau sudah dinyatakan Kemenkeu ada penggantian negara, baru dilakukan pelelangan. Hari ini tidak bisa (dilakukan lelang) karena belum ada keputusan bahwa negara akan membayar selisihnya. Hanya akan diangkat ke rapat koordinasi terbatas,” jelas Buwas.
Direktur Operasional Bulog Tri Wahyudi Saleh mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan 20.000 ton beras milik Bulog mengalami penurunan mutu. Salah satunya karena banjir. Di sisi lain, penyebab turunnya kualitas beras Bulog juga dikarenakan kecilnya penyaluran beras ke rakyat miskin (raskin)-kini berubah menjadi rastra. Hal ini terjadi ketika pemerintah melakukan uji coba rastra ke bantuan pangan nontunai (BPNT) pada pertengahan 2017.
“Pada Juni 2017 ada uji coba BPNT, berarti alokasi rastra kita berkurang. Penyaluran (rastra) dari 2,3 juta ton menjadi 300.000 ton. Kita sudah melakukan penugasan pemerintah untuk menyerap beras petani, tapi kalau keluarnya kecil jadi masalah,” ungkapnya.
Fokus Penguatan Komersial
Dalam kesempatan tersebut Buwas menuturkan, Bulog akan lebih fokus pada penguatan peran komersial di 2020. Ini sejalan dengan berkurangnya penugasan dari pemerintah dalam penyediaan beras bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Selama ini porsi bisnis beras komersial Bulog hanya sekitar 20%. Sisanya 80% Bulog melakukan penugasan pemerintah untuk pengadaan CBP. Ke depan, Bulog akan lebih meningkatkan peran komersial melalui penjualan komoditi pangan melalui online dan offline, optimalisasi aset dan penguatan anak perusahaan, serta unit bisnis. “Kita ingin 50% beras Bulog disalurkan untuk komersial dan 50% untuk CBP sehingga kita bisa menutupi bunga utang dan menyicil bayar utang,” ujarnya.
Menurut dia, sejumlah inovasi bisnis terus dilakukan Bulog. Beberapa di antaranya yaitu memodernisasi gudang beras yang dimiliki Bulog secara bertahap di seluruh Indonesia, memproduksi beras bervitamin, dan merambah bisnis e-commerce melalui peluncuran toko panganandotcom.
“Sejumlah kerja sama bisnis dengan berbagai BUMN dan swasta telah dilakukan seperti penyediaan natura karyawan BNI dan BRI, penjualan sembako ke Grab Kios, dan sinergi dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dalam memasok beras ke ritel modern,” jelasnya.
Buwas meyakini Bulog tidak akan mengurangi penyerapan beras sehingga stok CBP tidak akan terganggu. Oleh karena itu, pihaknya berharap ada perubahan regulasi. Sebagai informasi, Bulog telah mendapat kucuran dana Rp2,5 triliun untuk melakukan penyerapan beras dari petani. Jumlahnya setara dengan 250.000 ton beras.
(don)