Kemenkominfo Klaim PP 71/2019 Jamin Bisnis Unicorn di Indonesia

Kamis, 05 Desember 2019 - 14:04 WIB
Kemenkominfo Klaim PP...
Kemenkominfo Klaim PP 71/2019 Jamin Bisnis Unicorn di Indonesia
A A A
JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan informatika (Kemenkominfo) memastikan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP 71/2019) akan menjamin kelangsungan bisnis unicorn di Indonesia.

Dirjen Aplikasi dan Informatika Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengaku banyak masyarakat yang salah persepsi dengan hadirnya PP 71/2019. PP ini dianggap tidak sesuai dengan visi misi Presiden Joko Widodo untuk melindungi data masyarakat Indonesia.

Hal ini disebabkan karena dalam PP tersebut terdapat pasal 21 ayat (1) yang berbunyi “Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat dapat mengelola, memproses dan/atau menyimpan Sistem Elektronik dan Data Elektronik di wilayah Indonesia dan/atau di luar wilayah Indonesia.”

“Padahal, PP yang baru ini justru memberikan kejelasan dan keterjangkauan dalam penerapan kedaulatan Negara terhadap data. Selain itu PP 71/2019 juga mengedepankan pertanggungjawaban penuh Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) atas Sistem Elektroniknya khususnya kepada penggunanya maupun dalam rangka pengawasan dan penegakan hukum,” ungkap Semuel dalam keterangan tertulis, Kamis (5/12/2019).

Semuel menambahkan, jika dipaksakan PSE lingkup Privat untuk diwajibkan mengelola, memproses dan/atau menyimpan Sistem Elektronik dan Data Elektronik di wilayah Indonesia maka akan banyak bisnis unicorn yang mati.

"Untuk itu, kita atur tata kelolanya pada Peraturan Pemerintah yang baru ini. Karena di peraturan yang lama tidak ada tata kelolanya,” ujar Semuel.

Menurut dia, kejelasan dan keterjangkauan PP 71/2019 tersebut dapat terlihat dalam beberapa pendekatan pengaturan di antaranya kriteria dan batasan antara PSE Lingkup Publik dan PSE Lingkup Privat, Pendekatan pengaturan penempatan data dan sistem elektronik Penyelenggara Sistem Elektronik, dan perubahan-perubahan lainnya.

Dia mengungkapkan, dalam PP 82/2012 yang sudah tidak berlaku diatur PSE untuk pelayanan publik wajib melakukan pendaftaran, sedangkan untuk nonpublik tidak menjadi keharusan untuk mendaftar.

Kriteria pelayanan publik itu sendiri masih mengacu pada kriteria pelayanan publik yang diatur dalam UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan aturan pelaksanaanya yakni PP No 96 Tahun 2012 tentang pelaksanaan atas UU Pelayanan Publik.

Mulai dari lembaga negara, BUMN, BUMD, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang, atau badan hukum lain yang menyelenggarakan layanan publik dalam rangka misi negara.

Kemudian berdasarkan PM (peraturan menteri) Kominfo No 36/2014 yang termasuk PSE berupa korporasi atau badan hukum yang wajib daftar dibatasi adalah mereka yang memiliki portal, situs, aplikasi online lewat internet untuk pembayaran atau perdagangan jasa, sistem elektronik yang digunakan untuk memroses informasi elektronik yang menggunakan dana. Juga yang berkait dengan data pelanggan dalam transaksi keuangan dan perdagangan, pengiriman materi digital berbayar lewat jaringan data dengan cara unduh lewat portal, situs, email atau aplikasi lain.

"Berdasarkan aturan ini banyak PSE yang berbasis di luar negeri tetapi memberi pelayanan dan target pelanggan di Indonesia, mengklaim dirinya bukan masuk kriteria sebagai PSE untuk pelayanan publik. Misalnya Instagram, Facebook, Google dan Whatsapp, yang hingga kini masih enggan mendaftaran diri, terlebih lagi dalam PP 82/2012 pemerintah tidak bisa memberi sanksi administratif bagi PSE yang tidak mendaftar," pungkasnya.
(ind)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1669 seconds (0.1#10.140)