BPOM Percepat Akses Obat ke Masyarakat

Jum'at, 20 Desember 2019 - 14:45 WIB
BPOM Percepat Akses...
BPOM Percepat Akses Obat ke Masyarakat
A A A
JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan telah mempersingkat timeline registrasi obat. Upaya itu untuk memberikan kemudahan berusaha (ease of doing business) dan mempercepat akses obat kepada masyarakat.

“Perizinan terkait saranapem buatan obat, integrasi sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ke dalam online single submission sejak 2018 telah mempersingkat timeline proses dari 84 hari kerja menjadi 35 hari kerja,” ungkap Kepala BPOM Penny K Lukito dalam rilisnya di Jakarta kemarin.

Dia mengklaim, upaya percepatan perizinan melalui pemenuhan janji layanan atau Service Level Agreement dalam hal ketepatan waktu layanan registrasi obat tersebut telah meningkat sebesar 30% pada 2019 (80,19%) dibandingkan 2016 (51,96%).

Dalam bidang obat tradisional, suplemen kesehatan, dan kosmetik, percepatan perizinan dilakukan dengan pemangkasan timeline registrasi/notifikasi. Salah satunya, timeline registrasi obat tradisional dan suplemen kesehatan untuk ekspor hanya tiga hari kerja dari semula 30 hari kerja.

Dalam bidang perizinan pangan olahan, BPOM juga melakukan berbagai inovasi percepatan perizinan. Berdasarkan kajian berbasis risiko, produk pangan risiko rendah dan sangat rendah dapat diproses melalui notifikasi tanpa mempersyaratkan hasil analisa. “Hasil kajian berbasis risiko dengan penerapan tanda tangan elektronik memangkas timeline registrasi notifikasi dari 10 hari kerja menjadi lima hari kerja,” tuturnya.

Selain dukungan ke mu dah anberusaha untuk produksi dan distribusi produk obat dan makanan dalam negeri, BPOM melakukan deregulasi untuk mempermudah ekspor produk obat dan makanan.Timeline yang lebih singkat diberlakukan untuk penerbitan dokumen rekomendasi maupun nomor izin edar produk obat dan makanan yang akan diekspor.

Berdasarkan data penerbitan surat keterangan ekspor dalam bidang obat oleh BPOM pada 2019, produk obat asal Indonesia telah diekspor ke 48 negara. “Jumlah produk yang diekspor sebanyak 1.001 produk yang dihasilkan oleh 58 industri farmasi di Indonesia,” ujarnya.

BPOM juga terus melakukan pendampingan dan fasilitasi kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia. Hingga November lalu, lembaga ini telah melakukan pendampingan penerapan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) bagi 165 UMKM. Pada periode yang sama, BPOM telah memberikan sertifikat CPKB kepada 179 UMKM Kosmetik.

Untuk penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) Bertahap, BPOM telah melakukan pendampingan kepada 103 UMKM obat tradisional. Pada periode yang sama pula, BPOM telah memberikan sertifikat CPOTB kepada 204 UMKM.

Sementara itu, pendampingan penerapan Cara Pembuatan Pangan Olahan yang Baik dalam rangka pemenuhan persyaratan registrasi sejak 2016 hingga 2019 telah dilakukan BPOM di 484 sarana UMKM pangan. Hingga 2019, BPOM telah menerbitkan 1.544 nomor izin edar panganolahan produk UMKM. BPOM akan terus bergerak melanjutkan terobosan dan inovasi untuk memberikan perlindungan kesehatan masyarakat. (Sudarsono)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0787 seconds (0.1#10.140)