IHSG Berpeluang Naik di Tengah Euforia Sesaat Kesepakatan Dagang China-AS

Senin, 06 Januari 2020 - 08:10 WIB
IHSG Berpeluang Naik di Tengah Euforia Sesaat Kesepakatan Dagang China-AS
IHSG Berpeluang Naik di Tengah Euforia Sesaat Kesepakatan Dagang China-AS
A A A
JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan awal pekan, Senin (6/1/2020) diprediksi masih melanjutkan pergerakan positif memasuki pekan kedua Januari 2020. Direktur PT. Anugerah Mega Investama Hans Kwee memperkirakan, IHSG berpeluang konsolidasi menguat dengan support di level 6263 sampai 6219 dan resistance di level 6337 sampai 6348.

"Pelaku pasar kami rekomendasikan melakukan SOS atau jual ketika menguat. Antisipasi koreksi akibat kenaikan yang sudah cukup tinggi," ujar Hans Kwee di Jakarta.

Pekan kemarin dan pekan ini diperkirakan pasar masih terpengaruh optimisme penandatanganan fase 1 antara China dan AS. Presiden Donald Trump mengatakan, kesepakatan perdagangan Fase 1 antara AS dan China akan ditandatangani pada 15 Januari di Gedung Putih.

Tanda-tanda kemajuan dalam kesepakatan itu mendorong produksi pabrik China dan aktivitas manufaktur tumbuh untuk dua bulan berturut-turut. Indeks Dow Jones juga terlihat mengalami break all time high. "Namun kami melihat penandatangan hanya sebuah euforia sesaat karena itu kami merekomendasikan pelaku pasar bersiap SOS," ujarnya.

Masalah brexit terang dia, masih akan menjadi perhatian pelaku pasar. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan Uni Eropa mungkin perlu memperpanjang batas waktu untuk pembicaraan tentang hubungan perdagangan baru dengan Inggris.

Sebelumnya pemilihan umum Inggris dianggap memperlancar jalan keluar Inggris dari Uni Eropa. Yang dinantikan pelaku pasar tentu kemampuan Inggris untuk mencapai kesepakatan perdagangan baru dengan Uni Eropa dalam rentang waktu yang relatif singkat tetap menjadi perhatian bagi beberapa investor.

Keputusan bank sentral China untuk melakukan pelonggaran kebijakan moneternya kami prediksi akan menjadi sentimen positif di pasar keuangan. Dikabarkan Bank Sentral China memangkas jumlah uang tunai yang harus disimpan dalam cadangan perbankan, melepaskan dana sekitar 800 miliar yuan (USD115 miliar) guna menopang perlambatan ekonomi negara itu.

Selain itu bank sentral China (PBoC) mengatakan akan menggunakan suku bunga pinjaman sebagai patokan baru untuk menentukan suku bunga mengambang. Hal ini diyakini akan menurunkan biaya pinjaman yang pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan.

Panasnya tensi di Timur Tengah juga akan menjadi perhatian pasar pekan depan. Naiknya harga minyak di akhir pekan ini akibat serangan udara AS ke milisi Irak yang di dukung oleh pemerintah Iran. Serangan udara AS dikabarkan menewaskan Mayor Jenderal Iran Qassem Soleimani, kepala Pasukan elit Quds, dan komandan milisi Irak Abu Mahdi al-Muhandis.

Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei berjanji akan membalas serangan tersebut yang menimbulkan kekhawatiran terjadi konflik di wilayah tersebut. "Meningkatnya kekhawatiran bahwa ketegangan Timur Tengah dapat mengganggu pasokan minyak dan telah membuat harga minyak naik," ujarnya.

Angka inflasi yang keluar di awal tahun 2020 menunjukan inflasi Desember 2019 hanya 0.34% jauh di bawah harapan pasar 0.42%. Selain itu inflasi YOY hanya 2.72% dibawah inflasi tahun 2017 sebesar 3,61% dan tahun 2018 sebesar 3,13%. Rendahnya angka inflasi di satu sisi memberi ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk melanjutkan penurunan suku bunga apalagi bila angka pertumbuhan terus mengecewakan.

Tetapi di sisi lain perlambatan angka inflasi juga seringkali mengindikasikan perlambatan pertumbuhan ekonomi yang mungkin hanya akan tumbuh 4.9% sampai 5,04%. Selain itu inflasi rendah juga sering mengindikasikan lemahnya daya beli masyarakat.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7980 seconds (0.1#10.140)