Subdisi Elpiji 3 Kg Ditarik, Pemerintah Dinilai Tidak Pro Rakyat Kecil
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menghentikan subsidi elpiji 3 kilogram mulai semester II 2020. Peghentian subsidi ini akan berimbas pada naiknya harga barang tersebut dari yang semula Rp20.000 per tabung.
Rencana pemerintah menghentikan subsidi elpiji 3 kg mendapat kritikan dari beragam kalangan. Salah satunya dari Indonesian Audit Watch yang dikomandoi oleh Junisab Akbar.
"Pemerintah selalu punya cara untuk mengambil atau mengurangi hal-hal yang membantu rakyatnya yang miskin. Sekarang subsidi gas 3 kg, dulu listrik 450 watt," ujar Junisab dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Menurutnya, alasan pemerintah menarik subsidi karena mengurangi beban negara sangat tidak pas. Pasalnya, negara ingin berhemat dengan mengeyampingkan kebutuhan rakyat kelas menengah ke bawah. Sementara di sisi lain, terjadi kebocoran (korupsi) terhadap negara yang tak sedikit.
"Jika terkait uang rakyat, pemerintah terlihat sangat mudah untuk 'mengambil' dan tidak peduli menjaga uang itu. Lantas bagaimana dengan keharusan manajemen negara Pancasila yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat? Di mana ditemukan konsep Welfare State untuk melindungi kesejahteraan ekonomi dan sosial rakyat Indonesia, khususnya yang kurang beruntung?" tegasnya.
Hal lain yang mengecwakan adalah rencana menaikkan bantuan bagi Partai Politik sebesar 48 kali lipat. Dari yang sebelumnya Rp1.000 menjadi Rp48.000 per suara di masa mendatang. "Subsidi yang pengelolaannya dilakukan tidak baik, maka negara akan memanen rasa ketidakadilan. Subsidi untuk Parpol ditambah, tapi subsidi untuk rakyat miskin malah dikurangi," urainya.
Idealnya, sambung Junisab, Presiden Jokowi menambah subsidi terhadap produk gas 3 kg untuk menjaga serta mendorong aktivitas perekonomian rakyat pedesaan.
"Itu sekaligus untuk memberi tanda bahwa NKRI masih memiliki subsidi yang merata yang bisa dirasa membantu menopang hidup keseharian rakyat yang miskin maupun sedikit di atas ambang atau ukuran kemiskinan yang diterapkannya," pungkasnya.
Rencana pemerintah menghentikan subsidi elpiji 3 kg mendapat kritikan dari beragam kalangan. Salah satunya dari Indonesian Audit Watch yang dikomandoi oleh Junisab Akbar.
"Pemerintah selalu punya cara untuk mengambil atau mengurangi hal-hal yang membantu rakyatnya yang miskin. Sekarang subsidi gas 3 kg, dulu listrik 450 watt," ujar Junisab dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Menurutnya, alasan pemerintah menarik subsidi karena mengurangi beban negara sangat tidak pas. Pasalnya, negara ingin berhemat dengan mengeyampingkan kebutuhan rakyat kelas menengah ke bawah. Sementara di sisi lain, terjadi kebocoran (korupsi) terhadap negara yang tak sedikit.
"Jika terkait uang rakyat, pemerintah terlihat sangat mudah untuk 'mengambil' dan tidak peduli menjaga uang itu. Lantas bagaimana dengan keharusan manajemen negara Pancasila yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat? Di mana ditemukan konsep Welfare State untuk melindungi kesejahteraan ekonomi dan sosial rakyat Indonesia, khususnya yang kurang beruntung?" tegasnya.
Hal lain yang mengecwakan adalah rencana menaikkan bantuan bagi Partai Politik sebesar 48 kali lipat. Dari yang sebelumnya Rp1.000 menjadi Rp48.000 per suara di masa mendatang. "Subsidi yang pengelolaannya dilakukan tidak baik, maka negara akan memanen rasa ketidakadilan. Subsidi untuk Parpol ditambah, tapi subsidi untuk rakyat miskin malah dikurangi," urainya.
Idealnya, sambung Junisab, Presiden Jokowi menambah subsidi terhadap produk gas 3 kg untuk menjaga serta mendorong aktivitas perekonomian rakyat pedesaan.
"Itu sekaligus untuk memberi tanda bahwa NKRI masih memiliki subsidi yang merata yang bisa dirasa membantu menopang hidup keseharian rakyat yang miskin maupun sedikit di atas ambang atau ukuran kemiskinan yang diterapkannya," pungkasnya.
(ven)