Perpanjangan Kontrak PKP2B Akan Jadi Preseden Positif bagi Investasi

Selasa, 21 Januari 2020 - 19:51 WIB
Perpanjangan Kontrak PKP2B Akan Jadi Preseden Positif bagi Investasi
Perpanjangan Kontrak PKP2B Akan Jadi Preseden Positif bagi Investasi
A A A
JAKARTA - Hingga lima tahun mendatang, kontrak tujuh perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama akan habis masa berlakunya. Sesuai aturan, kontrak tersebut dapat kembali diperpanjang untuk masa dua kali sepuluh tahun.

Pakar Hukum Pertambangan Abrar Saleng menegaskan, tak hanya berhak, ada kepentingan bersama antara pemerintah dan dunia usaha untuk memastikan perpanjangan kontrak tersebut, sehingga menjadi preseden baik bagi iklim investasi, khususnya di sektor pertambangan.

Abrar menjelaskan, hak perpanjangan sejak awal diatur dalam isi kontrak PKP2B dan dikuatkan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba), tepatnya pada ketentuan peralihan pasal 169.

"Pasal 169 UU Minerba memberi peluang untuk diperpanjang. UU Minerba menghormati kontrak itu," ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (21/1/2020).

Aturan itu juga diperkuat melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014, bahwa perpanjangan diberikan dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Mekanismenya tanpa melalui lelang, dengan durasi IUPK dua kali sepuluh tahun.

Dia menjelaskankan, perpanjangan dibolehkan asal memenuhi unsur penerimaan negara yang lebih menguntungkan, potensi cadangan dan kepentingan nasional, kinerja yang lebih baik, dan memenuhi persyaratan teknis.

Artinya, tegas Guru Besar Hukum Universitas Hasanuddin Makassar itu, jika kontraktor mampu memenuhi syarat-syarat tersebut, maka secara etika tak ada alasan kontrak tak diperpanjang.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menuturkan, pemerintah sebagai salah satu pihak dalam PKP2B tentunya juga memiliki kepentingan untuk itu. "Intinya ini adalah untuk kelangsungan investasi," tuturnya.

Hendra mengatakan, PKP2B generasi pertama berperan besar dalam mendukung perekonomian di level nasional. Dia mencontohkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor mineral dan batubara, yang pada tahun 2019 mencapai Rp50 triliun. Dari jumlah itu, 80% disumbang oleh batu bara.
"Sementara, PKP2B generasi pertama itu berkontribusi sekitar 40% dari total produksi batubara nasional," ujarnya.

Belum lagi, tambah dia, peran perusahaan batubara PKP2B generasi pertama di daerah operasinya yang signifikan terhadap ekonomi setempat. Gangguan pada kegiatan operasi perusahaan, kata dia, bisa memiliki efek pengganda yang besar terhadap ekonomi dan sosial masyarakat setempat.

Karena itu, Hendra mengaku industri sama sekali tak khawatir akan prospek perpanjangan kontrak PKP2B. Semua pihak, kata dia, berkepentingan untuk mewujudkan semangat di sektor pertambangan nasional, yakni memanfaatkan kekayaan alam untuk kesejahteraan masyarakat sebesar-besarnya.

Lebih lanjut, terkait batasan luas wilayah dari IUPK batubara, yang dalam pasal 83 UU Minerba disebutkan maksimal 15.000 hektare (ha), Abrar menilai pasal ini ditujukan untuk IUPK yang sama sekali baru, bukan IUPK yang berasalnya kelanjutan dari pengusahaan lama atau perpanjangan PKP2B.

Untuk diketahui, seluruh PKP2B saat ini memiliki luas wilayah lebih dari 15.000 ha. Misalnya, PT Arutmin Indonesia yang kontraknya akan berakhir pada November tahun ini, konsesinya tercatat mencapai 57.000 ha.

Penciutan menjadi 15.000 ha menurutnya tidak berlaku bagi IUPK yang statusnya perpanjangan dari PKP2B. Catatannya, sambung Abrar, bahwa PKP2B telah menyampaikan Rencana Kegiatan pada Seluruh Wilayah (RKSW) kepada pemerintah dan telah disetujui.

Terkait RKSW, General Manager Legal and External Affair Arutmin Ezra Sibarani membenarkan bahwa luasan wilayah bagi masing-masing PKP2B telah ditampung dalam kontrak amandemen yang disetujui beberapa tahun lalu. Dalam amandemen tersebut, kata dia, untuk Arutmin pemerintah menyetujui tidak ada penciutan, yang artinya bagi Arutmin luas wilayah pengusahaan tetap di angka 57.000 ha.

Persoalan luas lahan itu menyeruak karena aktivitas tambang batu bara milik PKP2B berpotensi tidak ekonomis apabila arealnya dipersempit menjadi hanya 15.000. Pasalnya, endapan batubara umumnya menyebar sehingga penambangannya membutuhkan area yang luas agar ekonomis.

Kendati demikian, industri batubara meyakini pemerintah bersama seluruh pemangku kepentingan akan menemukan solusi terkait masalah ini. "Ini kan semuanya sama-sama. Pemerintah juga punya kajian, tentu nanti akan ada proses, dibicarakan bersama," pungkas Abrar.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5254 seconds (0.1#10.140)