Tanpa Bakar Uang, GoPay Pimpin Pasar Dompet Digital
A
A
A
JAKARTA - Didominasi pengguna organik, GoPay mampu menjadi pemimpin pasar (market leader) dompet digital (e-Wallet) di Indonesia. Era 'bakar uang' dalam bentuk promo jor-joran diyakini segera berakhir sehingga loyalitas konsumen memegang peran penting.
"Organic user (pengguna organik) adalah backbone (tulang punggung)nya bisnis. Yang membuat bisnis menjadi berkesinambungan," ujar Research Director Customer Experience Ipsos Indonesia, Olivia Samosir saat memaparkan hasil penelitian: ‘Evolusi Dompet Digital: Strategi Menang Tanpa Bakar Uang’ di hotel JW Marriott, Jakarta, Rabu (12/2/2020).
Dari hasil penelitian Ipsos, GoPay memiliki pengguna organik dalam jumlah dominan. Tercatat sebesar 54% dari konsumen mengatakan tetap menggunakan GoPay meskipun tidak ada promo. Sisanya sebesar 29% akan tetap menggunakan Ovo, sebesar 11% tetap menggunakan Dana, dan 6% menggunakan LinkAja. ”Hasil temuan kami menemukan bahwa loyalitas konsumen untuk tetap menggunakan dompet digital tanpa promo tergantung pada kualitas layanan,” Olivia menambahkan.
GoPay unggul di mayoritas parameter kualitas layanan dompet digital. Di antaranya aspek keamanan (76%), kepraktisan (77%), inovasi (72%), layanan pelanggan (73%), dan dapat diterima atau bisa digunakan dimana-mana (76%). Penelitian dilakukan Ipsos yang merupakan perusahaan riset global terbesar ketiga di dunia asal Perancis itu pada periode 20 Desember 2019 hingga 15 Januari 2020.
Survei dilakukan dengan metode random sampling dan tatap muka. Responden berjumlah 500 orang tersebar di lima kota besar; Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Palembang, dan Manado. Mayoritas adalah milenial (kelahiran 1980-1996) dan generasi (gen) Z (kelahiran 1997-2002). "Fokusnya ke generasi muda karena Indonesia sedang menikmati bonus demografi. Kelas produktif itu didominasi milenial," ucapnya.
Business Development Advisor Bursa Efek Indonesia (BEI) Poltak Hotradero menceritakan bagaimana GoPay bisa terus bertumbuh seperti sekarang karena memberikan solusi atas kebutuhan masyarakat. "Dia bisa melakukan apa yang sejauh ini bank tidak bisa lakukan. Bukan berarti menggantikan bank. Dan tentu saja karena ada ekosistem yang terbentuk di Gojek," ungkapnya pada kesempatan yang sama.
Poltak menegaskan, inovasi menjadi kunci utama dalam persaingan dompet digital saat ini. Bukan lagi semata jualan promo. "Ya seperti contoh GoPay saja yang awalnya sesederhana itu; menolong untuk kebutuhan sehari-hari. Setelah itu harus mendengar apa yang konsumen butuhkan dan lakukan inovasi," paparnya.
Managing Director GoPay, Budi Gandasoebrata, mengatakan promo akan tetap ada tapi hanya bersifat taktikal dan sesuai target seperti dilakukan industri lain dan termasuk kartu kredit perbankan. Bukan yang bersifat terus menerus dan jor-joran lagi.
"Kalau di GoPay fokusnya dari awal adalah sustainability dan profitability. Dan seperti kalian tahu, dari awal kan promo GoPay ya paling jelek lah. Biasa saja tidak sampai besar. Tapi paling banyak penggunanya karena kita tingkatkan di layanan," ujarnya.
"Organic user (pengguna organik) adalah backbone (tulang punggung)nya bisnis. Yang membuat bisnis menjadi berkesinambungan," ujar Research Director Customer Experience Ipsos Indonesia, Olivia Samosir saat memaparkan hasil penelitian: ‘Evolusi Dompet Digital: Strategi Menang Tanpa Bakar Uang’ di hotel JW Marriott, Jakarta, Rabu (12/2/2020).
Dari hasil penelitian Ipsos, GoPay memiliki pengguna organik dalam jumlah dominan. Tercatat sebesar 54% dari konsumen mengatakan tetap menggunakan GoPay meskipun tidak ada promo. Sisanya sebesar 29% akan tetap menggunakan Ovo, sebesar 11% tetap menggunakan Dana, dan 6% menggunakan LinkAja. ”Hasil temuan kami menemukan bahwa loyalitas konsumen untuk tetap menggunakan dompet digital tanpa promo tergantung pada kualitas layanan,” Olivia menambahkan.
GoPay unggul di mayoritas parameter kualitas layanan dompet digital. Di antaranya aspek keamanan (76%), kepraktisan (77%), inovasi (72%), layanan pelanggan (73%), dan dapat diterima atau bisa digunakan dimana-mana (76%). Penelitian dilakukan Ipsos yang merupakan perusahaan riset global terbesar ketiga di dunia asal Perancis itu pada periode 20 Desember 2019 hingga 15 Januari 2020.
Survei dilakukan dengan metode random sampling dan tatap muka. Responden berjumlah 500 orang tersebar di lima kota besar; Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Palembang, dan Manado. Mayoritas adalah milenial (kelahiran 1980-1996) dan generasi (gen) Z (kelahiran 1997-2002). "Fokusnya ke generasi muda karena Indonesia sedang menikmati bonus demografi. Kelas produktif itu didominasi milenial," ucapnya.
Business Development Advisor Bursa Efek Indonesia (BEI) Poltak Hotradero menceritakan bagaimana GoPay bisa terus bertumbuh seperti sekarang karena memberikan solusi atas kebutuhan masyarakat. "Dia bisa melakukan apa yang sejauh ini bank tidak bisa lakukan. Bukan berarti menggantikan bank. Dan tentu saja karena ada ekosistem yang terbentuk di Gojek," ungkapnya pada kesempatan yang sama.
Poltak menegaskan, inovasi menjadi kunci utama dalam persaingan dompet digital saat ini. Bukan lagi semata jualan promo. "Ya seperti contoh GoPay saja yang awalnya sesederhana itu; menolong untuk kebutuhan sehari-hari. Setelah itu harus mendengar apa yang konsumen butuhkan dan lakukan inovasi," paparnya.
Managing Director GoPay, Budi Gandasoebrata, mengatakan promo akan tetap ada tapi hanya bersifat taktikal dan sesuai target seperti dilakukan industri lain dan termasuk kartu kredit perbankan. Bukan yang bersifat terus menerus dan jor-joran lagi.
"Kalau di GoPay fokusnya dari awal adalah sustainability dan profitability. Dan seperti kalian tahu, dari awal kan promo GoPay ya paling jelek lah. Biasa saja tidak sampai besar. Tapi paling banyak penggunanya karena kita tingkatkan di layanan," ujarnya.
(akr)