Lewat Omnibus Law, SKK Migas Terancam Bubar

Jum'at, 14 Februari 2020 - 17:40 WIB
Lewat Omnibus Law, SKK...
Lewat Omnibus Law, SKK Migas Terancam Bubar
A A A
JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menjadi perbincangan setelah beredarnya draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Bagaimana tidak, dalam dokumen RUU Sapu Jagad berpotensi mengancam keberlangsungan institusi yang bertanggung jawab atas kontrak kerja sama industri hulu migas tersebut.

Sejumlah pasal maupun pasal revisi di dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Migas diselipkan dalam RUU Omnibus Law. Padahal pasal-pasal tersebut berpotensi mengakhiri kelembagaan SKK Migas. Seperti yang tertuang di halaman 242-243 pada pasal 4A RUU Omnibus Law yang disebutkan bahwa pemerintah pusat dapat membentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Khusus sebagai pelaksana kegiatan hulu migas.

Dalam rincian pasal 4A tersebut disebutkan, kegiatan usaha hulu migas diselenggarakan oleh pemerintah pusat sebagai pemegang kuasa pertambangan. Pemerintah pusat sebagai pemegang kuasa pertambangan dapat membentuk atau menugaskan BUMN Khusus sebagai pelaksana kegiatan usaha hulu migas.

BUMN Khusus bertanggung jawab kepada Pemerintah Pusat. BUMN Khusus melakukan kegiatan usaha hulu migas melalui kerja sama dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap.

Selanjutnya pemerintah pusat menetapkan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang akan bekerja sama dengan BUMN Khusus Kemudian kerja sama antara BUMN Khusus dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dilakukan berdasarkan Kontrak Kerja Sama.

Tidak hanya itu, dalam sisipan pasan 64A berbunyi, sebelum terbentuk BUMN Khusus kegiatan usaha hulu migas tetap dilaksanakan berdasarkan Kontrak Kerja Sama antara SKK Migas dengan Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap.

Untuk kegiatan usaha hulu migas antara SKK Migas dengan Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap tetap berlaku. SKK Migas tetap melaksanakan tugas dan fungsi penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha hulu migas.

Dengan terbentuknya BUMN Khusus, semua hak dan kewajiban serta akibat yang timbul terhadap SKK Migas dari Kontrak Kerja Sama, beralih kepada BUMN Khusus.

Seluruh kontrak yang telah berjalan tetap berlaku sampai berakhirnya kontrak. Adapun terkait hak, kewajiban dan akibat yang timbul dari kontrak, perjanjian, atau perikatan tetap dilaksanakan oleh SKK Migas sampai terbentuknya BUMN Khusus.

Menanggapi itu, Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada pemerintah. Menurut dia, yang terpenting ialah bagaimana keputusan di dalam regulasi dapat memberikan kepastian hukum untuk pengawasan dan pengendalian kegiatan hulu migas.

Untuk itu pihaknya masih menunggu hasil akhir dari pembahasan RUU Sapu Jagad tersebut. “Jadi semakin baik untuk investor, kita tunggu saja hasil UU-nya bagaimana,” kata dia di Jakarta, Jumat (14/2/2020).

Sementara itu, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabawa Taher mengungkapkan bahwa akan mengikuti dan menjalankan hasil keputusan dari RUU Omnibus Law.

Pihaknya yakin RUU Sapu Jagad tersebut akan memberikan kepastian hukum bagi investor di sektor hulu migas sehingga diharapkan investasi hulu migas ke depan semakin kondusif. “Dan diharapkan investasi huu migas akan terus meningkat,” kata dia.

Disamping itu, kata dia, SKK Migas akan terus melakukan upaya terbaik dalam menjalankan peran dan fungsi yang selama ini menjadi tugasnya agar sekor hulu migas terus memberikan kontribusi optimal bagi negara. “Saat ini, industri hulu migas menghasilkan penerimaan sekitar USD90 juta per hari,” kata dia.

Sementara itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif enggan memberikan komentar terkait hal tesebut. Bahkan pihaknya menyangkal SKK Migas akan dibubarkan melalui RUU Cipta Lapangan Kerja. “Nggak ada, ngarang-ngarang aja,” kata dia.

Ketua Komisi VII DPR, Sugeng Suparwoto tidak ingin berkomentar terlalu jauh terkait hal tersebut karena belum melihat secara detil materi RUU Cipta Lapangan Kerja. Pihaknya mengaku akan mendalami terlebih dahulu RUU Sapu Jagad tersebut. “Kan baru kemarin diserahkan. Nanti kita belum lihat secara detail materinya,” kata dia.

Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmy Radhi mendukung pembubaran SKK Migas melalui RUU Omnibus Law. Menurut dia, pembubaran SKK Migas tidak perlu melalui revisi UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas.

Pasalnya, konsep RUU Sapu Jagad tersebut memang pada dasarnya dibuat untuk menggantikan beberapa pasal di satu regulasi dan bersamaan dapat menggugurkan isi regulasi yang lain. Sehingga, menurut dia, tidak jadi masalah ketika sejumlah poin penting termasuk menyangkut kelembagaan SKK Migas dimasukkan dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

“Ini supaya SKK Migas sebagai lembaga sementara segera mendapatkan kepastian hukum sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Eksistensi SKK Migas memang harus segera diputuskan,” ujar Fahmy.

Dia menandaskan bahwa sesuai amanah MK, SKK Migas harus diubah menjadi entitas bisnis sebagai BUMN Khusus atau BUMN di bawah Pertamina. Sebagai entitas bisnis nantinya ketika bertandatangan kontrak dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama hubungannya sebagai business to business bukan lagi government to business. “Jadi itu amanah yang harus segera dijalankan supaya investor mendapatkan kepastian hukum yang jelas di dalam kontrak,” kata dia.

Lembaga Sementara

SKK Migas merupakan organisasi penerus BP Migas. BP Migas telah dibubarkan pada 2012 lalu sesuai keputusan MK karena dianggap tidak konstitusional. Pada amar keputusannya, MK menyebutkan bahwa setiap frasa badan pelaksana di semua pasal yang ada pada UU Migas dinyatakan bertentangan dengan UU 1945 atau dengan kata lain BP Migas tidak layak ada karena bertentangan dengan UU 1945.

Lantaran organisasi ini tetap diperlukan untuk mengawal kontrak kerja sama, mengawasi dan mengendalikan pelaksana kontrak maka pemerintah berdasarkan Perpres No.9 Tahun 2013 membentuk wadah baru yakni SKK Migas.

Institusi ini diletakkan dibawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan ogrganisasi tersebut hanya bersifat sementara. Selanjutnya MK meminta pemerintah membentuk Badan Usaha Khusus Migas untuk mengelola dan mengendalikan keseluruhan rantai bisnis migas dengan berkontrak secara business to business dengan Badan Usaha atau Badan Usaha Tetap.

Badan Usaha Khusus Migas diletakkan di bawah Kementerian ESDM, namun karena sifatnya BUMN dan mencari keuntungan maka tetap memerlukan koordinasi dengan Kementerian BUMN.
(ind)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1279 seconds (0.1#10.140)