Perbaiki Pariwisata Akibat Corona, Pemerintah Salurkan Kartu Prakerja

Senin, 02 Maret 2020 - 09:15 WIB
Perbaiki Pariwisata Akibat Corona, Pemerintah Salurkan Kartu Prakerja
Perbaiki Pariwisata Akibat Corona, Pemerintah Salurkan Kartu Prakerja
A A A
JAKARTA - Sejumlah objek pariwisata di Tanah Air ikut terdampak akibat penyebaran virus corona. Objek wisata di sejumlah daerah yang sebelumnya dipenuhi turis mancanegara pun kini mulai berkurang kunjungannya.

Untuk mengembalikan kondisi pariwisata seperti semula, berbagai langkah dan upaya pun langsung dilakukan pemerintah. Mulai pemberian diskon tiket penerbangan, rencana menyewa influencer bidang pariwisata, hingga mempercepat penerbitan kartu prakerja khusus untuk daerah-daerah pariwisata terdampak virus corona.

Kartu prakerja yang rencananya dibagikan untuk seluruh daerah di Indonesia, bakal dipercepat penerbitannya pada Maret ini untuk tiga daerah pariwisata. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto membenarkan percepatan penerbitan kartu ini.

Menurut dia, sesuai rencana semula, kartu prakerja ini akan diberikan kepada 2 juta calon pekerja dan direncanakan terbit pada Agustus 2020. Namun, rencana itu diubah dan diajukan menjadi Maret–April 2020. Dan itu akan diluncurkan di daerah-daerah yang terdampak pariwisata seperti Bali, Bintan, dan Manado.

“Pemerintah akan me-launch kartu prakerja, kartu prakerja ini untuk 2 juta mereka yang ingin kerja. Dan pemerintah akan mempercepat di bulan Maret-April di daerah yang terdampak pariwisata, Bali, Bintan, dan Manado,” kata Airlangga di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (26/2).

Airlangga mengatakan, pada mulanya pemerintah akan memberikan uang saku sebesar Rp500.000 per bulan selama enam bulan. Lalu, pemerintah juga akan membantu mereka meningkatkan skill dengan membayarkan uang kursus peningkatan skill sampai sertifikatnya keluar. Selain itu, mantan menteri perindustrian ini mengatakan bahwa pemerintah juga mendorong para pemegang kartu prakerja ini untuk mendapatkan pekerjaan dengan syarat training atau pelatihan di tempat kerja tersebut.

Pemerintah juga akan membayar biaya training mereka. “Kalau juga ada yang akan kita dorong, mereka sudah dapat kerja tapi perlu di-training tapi diterima kerja dengan syarat training, nah pemerintah bayar,” tandasnya.

Menurut Airlangga, untuk biaya training ini pemerintah akan membayar langsung karena pemerintah sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp10 triliun. “Ini pemerintah bayar langsung, tidak pakai skema super deduction, tetapi pemerintah bayarkan. Dan kita siapkan dana total mendekati Rp10 triliun,” ungkapnya.

Airlangga mengaku, pemerintah ingin memanfaatkan bonus demografi dengan semaksimal mungkin dengan upaya meningkatkan skill SDM-nya sehingga pertumbuhan ekonomi dan SDM di Indonesia akan lebih baik. “Ini salah satu yang mendorong, karena daya saing ekonomi, SDM-nya. Apalagi kita mau dapat bonus demografi, ini kita kejar dengan skill-nya kita tinggikan. Dengan skill yang tinggi, kualitas pertumbuhannya diharapkan akan lebih baik,” harapnya.

Sementara itu, Komisi IX DPR malah menagih penjelasan detail pemerintah soal kartu prakerja sebelum benar-benar diluncurkan. Pasalnya, Komisi IX baru mendapatkan penjelasan secara setengah-setengah dari Menteri Tenaga Kerja (Menaker).

“Kita sudah pernah menanyakan, waktu itu konsep belum selesai. Jadi belum utuh dijelaskan. Kita berharap itu bisa dijelaskan pemerintah juga supaya masyarakat mengerti, apalagi DPR. DPR saja belum tahu secara detail, apalagi masyarakat. Apalagi berubah-berubah, katanya Maret, nanti berubah lagi,” tandas anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay.

Saleh mengatakan kala itu pemerintah menjelaskan mau membentuk PMO (project manager officer), apakah PMO-nya sudah ada apa belum? Kalau sudah ada, bagaimana hubungan PMO dengan pemerintah, karena pihaknya menangkap PMO ini sepertinya semacam organisasi dari luar pemerintah dan mereka yang akan mengerjakan semua program kartu prakerja ini.

“Nah, itu kita mau tahu dulu hubungannya seperti apa? Apakah itu ada pegawai negerinya juga? Atau itu akan ada pemerintah di dalamnya atau swasta, karena di kementerian yang di menko perekonomian itu enggak ada yang bisa mengerjakan. Karena kementerian teknis yang semestinya mengerjakan,” paparnya.

Menurut dia, semestinya kartu prakerja ini dikelola secara khusus oleh Kemenaker, tapi program ini justru berada di bawah Kemenko Perekonomian. Karena itu, pihaknya mau melihat efektivitas program ini kalau dikerjakan oleh Kemenko Perekonomian.

Saleh melanjutkan, dari sisi keadilannya akan bagaimana jika program ini hanya untuk daerah terdampak pariwisata. Bagaimana dengan mereka yang bukan di tempat pariwisata yang juga banyak pengangguran. Padahal, tujuan dari kartu prakerja ini untuk orang yang belum bekerja atau baru saja di-PHK untuk ditingkatkan keahliannya.

“Skilling, reskilling, dan upskilling. Jadi memberikan skill, menambah skill, dan meningkatkan skill. Kita berharap ini bisa dinikmati oleh semua masyarakat, memang tidak mungkin menyentuh semua orang karena masih 2 juta. Dan itu tersebar di seluruh wilayah Indonesia,” terang Wakil Ketua Fraksi PAN itu.

Terkait pengawasan program ini, Saleh berpandangan hal itu bisa dilakukan berlapis, baik pengawasan internal maupun yang dilakukan oleh DPR. DPR tentu saja akan mengawal program ini dengan berbagai fungsi yang dimiliki. Dan juga tentu aparat penegak hukum, agar program ini tepat sasaran. “Saya minta karena nilainya besar bisa didampingi oleh para penegak hukum supaya nanti ini tercapai sesuai apa yang diharapkan,” tandasnya.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai kebijakan percepatan itu dikeluarkan karena ada kekhawatiran dari pemerintah terhadap lesunya sektor pariwisata karena virus korona, yang bisa berpotensi terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran.

“Mereka kan kehilangan pendapatannya cukup tajam tuh, pelaku usaha. Jadi langkahnya melakukan efisiensi. Jadi berdampak pada PHK. Harapannya dengan kartu prakerja ini, mereka yang kena PHK bisa kembali terserap di pasar kerja,” ujarnya.

Di sisi lain, dia juga menduga pemerintah melalui kebijakan ini dapat memberikan insentif kepada para pekerja yang mungkin terkena PHK. Pasalnya, dalam program kartu prakerja tidak hanya pelatihan yang didapat, tapi juga insentif. “Ada arah ke sana (memberikan insentif). Pemerintah khawatir ada PHK, maka ada stimulus ini karena kan memang ada uang jajannya juga,” paparnya.

Namun, menurut dia, percepatan kartu prakerja di tiga daerah belum tentu efektif mengatasi dampak virus korona terhadap sektor pariwisata sebab kartu prakerja akan efektif jika di saat yang bersamaan disediakan lapangan pekerjaannya. “Belum tentu efektif karena tujuan kartu prakerja setelah mendapatkan pelatihan kan disalurkan kepada pasar kerja. Sementara di daerah-daerah tadi memang bergantung pada sektor pariwisata. Kalau menurut saya kurang efektif. Kalau mau didorong agat lebih optimal, lapangan kerjanya juga harus disediakan di luar sektor pariwisata,” tandasnya.

Bhima mengatakan agar kebijakan ini sukses memang harus dipersiapkan dua sisi, yakni pekerja dan lapangan pekerjaannya. Tanpa dipersiapkan secara matang, maka kebijakan ini tak akan jadi apa-apa. Dengan begitu, setelah mendapat pelatihan maka orang yang mendapatkan kartu prakerja dapat masuk ke sektor jasa lain.

“Bisa masuk ke sektor jasa lainnya atau sektor industri atau ke pertanian. Jadi harus dua sisi. Demand-nya disiapkan dengan insentif-insentif. Supply-nya juga dengan tenaga kerja yang lebih berkualitas,” ungkapnya.

Dia menilai akan lebih baik program ini dilakukan secara bertahap, yang tiga daerah ini dapat dijadikan pilot project sebelum nantinya diterapkan ke daerah lain, sehingga anggaran sebesar Rp10 triliun bisa lebih efektif pemanfaatannya. “Nanti dilihat dulu keberhasilan dan kegagalannya di mana. Lalu dievaluasi baru dibawa ke daerah lain sehingga anggarannya lebih efektif dan efisien. Jangan terlalu buru-buru karena pasar kerja tidak siap mampung 2 juta orang (sasaran kartu prakerja),” katanya.

Tidak hanya itu, dia juga menekankan pentingnya revitalisasi balai latihan kerja (BLK), terutama BLK yang dikelola oleh pemerintah daerah yang jumlahnya ratusan. “Itu masih banyak ditemukan ada BLK yang mesinnya baru, tapi instrukturnya tidak cukup. Atau kualitas pelatihnya masih rendah. Itu harus disiapkan juga,” ujarnya. (Kiswondari/Dita Angga)
(ysw)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4518 seconds (0.1#10.140)