Kurs Rupiah Masih Akan Tertekan Jelang Rilis Data Inflasi
A
A
A
JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada perdagangan awal pekan diyakini masih akan tertekan. Sebelumnya pada akhir pekan kemarin, rupiah di pasar spot tumbang 292 poin atau 2,09% ke Rp14.317 per USD.
Kepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra mengatakan, dorongan negatif ini jelang pengumuman Inflasi dan wabah virus corona yang membuat rupiah tertekan. Dua sentimen tersebut diterangkan masih akan membuat rupiah bangkit ke zona hijau hari ini.
"Wabah Corona virus dan inflasi masih menjadi headline dan sentimen negatif untuk aset berisiko di awal pekan ini, termasuk rupiah berpotensi tertekan lagi. Berita-berita menginformasikan penambahan orang terinfeksi di luar China dengan laju yang cepat seperti di Korea, Italia dan Iran, dan ada negara baru yang terinfeksi," ujar Ariston di Jakarta, Senin (2/3/2020).
Dia melanjutkan inndeks saham Asia terlihat dibuka negatif pagi ini. Pasar masih tertarik mengalihkan aset ke aset aman. Yield Obligasi pemerintah AS terus turun ke level terendah baru di 1,027% karena tingginya permintaan.
"Pasar juga mengantisipasi buruknya data indeks aktivitas manufaktur China bulan Feburari yang disurvei oleh Markit," jelasnya.
Dia menambahkan, aktivitas manufaktur China akan berkontraksi. Kontraksi manufaktur di China bisa memberikan dampak negatif ke negara partnernya terutama penyedia bahan baku.
" Potensi pergeraka IDR terhadap USD di kisaran Rp14.100 hingga Rp14.400 per USD," jelasnya.
Kepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra mengatakan, dorongan negatif ini jelang pengumuman Inflasi dan wabah virus corona yang membuat rupiah tertekan. Dua sentimen tersebut diterangkan masih akan membuat rupiah bangkit ke zona hijau hari ini.
"Wabah Corona virus dan inflasi masih menjadi headline dan sentimen negatif untuk aset berisiko di awal pekan ini, termasuk rupiah berpotensi tertekan lagi. Berita-berita menginformasikan penambahan orang terinfeksi di luar China dengan laju yang cepat seperti di Korea, Italia dan Iran, dan ada negara baru yang terinfeksi," ujar Ariston di Jakarta, Senin (2/3/2020).
Dia melanjutkan inndeks saham Asia terlihat dibuka negatif pagi ini. Pasar masih tertarik mengalihkan aset ke aset aman. Yield Obligasi pemerintah AS terus turun ke level terendah baru di 1,027% karena tingginya permintaan.
"Pasar juga mengantisipasi buruknya data indeks aktivitas manufaktur China bulan Feburari yang disurvei oleh Markit," jelasnya.
Dia menambahkan, aktivitas manufaktur China akan berkontraksi. Kontraksi manufaktur di China bisa memberikan dampak negatif ke negara partnernya terutama penyedia bahan baku.
" Potensi pergeraka IDR terhadap USD di kisaran Rp14.100 hingga Rp14.400 per USD," jelasnya.
(akr)