Pemberian Insentif ke Sektor Penerbangan Dinilai Terlalu Dipaksakan

Selasa, 03 Maret 2020 - 15:52 WIB
Pemberian Insentif ke...
Pemberian Insentif ke Sektor Penerbangan Dinilai Terlalu Dipaksakan
A A A
JAKARTA - Pemberian insentif ke sektor penerbangan dinilai terlalu dipaksakan, mengingatkan mayoritas pengguna transportasi udara adalah kalangan menengah ke atas. Lebih lanjut Bambang Haryo Soekartono, anggota DPR RI periode 2014-2019 mengingatkan agar tidak ada politisasi dalam sektor transportasi.

Menurutnya kondisi pada 2019 setelah September telah terjadi penurunan standarisasi pelayanan transportasi udara akibat adanya dorongan untuk menurunkan tarif tiket pesawat. “Padahal penerbangan merupakan transportasi dengan mayoritas pengguna kalangan menengah ke atas,” ujarnya di Jakarta.

Lebih lanjut Ia juga mengingatkan, agar pemerintah juga memperhatikan transportasi untuk kalangan menengah bawah yaitu angkutan laut dan angkutan darat bus dan truk, yang berkontribusi lebih dari 90% terhadap total angkutan logistik dan penumpang di Indonesia. “Sektor maritim juga merupakan jargon pemerintahan Jokowi, tetapi kenapa justru sangat kurang diperhatikan oleh Pemerintah?” ungkapnya.

Sambung dia menyoroti kebutuhan operasional maskapai semakin tinggi, seperti biaya suku cadang akibat kenaikan nilai dolar AS hingga 60% sejak 2012 dan biaya lainnya. Ia juga mencontohkan, pesawat sering holding atau berputar-putar di udara sebelum mendarat dan antre sebelum terbang sehingga jadwal penerbangan menjadi lebih lama 30%-50%.

Akibatnya, konsumsi avtur meningkat dan biaya operasional maskapai bengkak. Selain itu buruknya pengaturan jadwal take-off dan landing serta kurangnya infrastruktur pendukung. Faktor lain terang dia, tidak ada terminal LCC (low cost carrier) sehingga pesawat LCC harus menggunakan fasilitas terminal full service dengan biaya lebih mahal, serta lonjakan biaya perawatan pesawat (MRO).

“Persoalan klasik adalah mahalnya biaya birokrasi sehingga menyulitkan maskapai. Semua persoalan itu menimbulkan ekonomi biaya tinggi, keuntungan berkurang, sehingga beberapa maskapai harus melanggar standar pelayanan minimum yang dikhawatirkan mendorong manipulasi standarisasi keselamatan,” kata Bambang Haryo yang merupakan Investigator Senior KNKT.

“Saya membuktikan sendiri seperti di beberapa maskapai tidak memenuhi standar, seperti kabin dan lavatory kotor, tidak tersedia air sickness bag, instruksi keselamatan rusak, tidak ada majalah atau surat kabar, dan bahkan tidak ada media hiburan di pesawat full service,” ungkapnya.

Dia mengatakan, apabila kondisi itu dibiarkan bisa membahayakan dan menggerus standarisasi keselamatan dan kenyamanan penumpang sesuai PM No 185 Tahun 2015. “Apakah pemerintah akan membiarkan maskapai mengalami kerugian dalam melayani transportasi masyarakat? Padahal penerbangan adalah transportasi yang high risk,” ujar Bambang Haryo yang juga Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur.

Selain itu, Ia juga mempertanyakan fungsi pemerintah sebagai regulator, khususnya Kementerian Perhubungan. “Apalagi pengguna pesawat umumnya pemegang kunci ekonomi, baik pebisnis maupun birokrat. Apabila terjadi kecelakaan karena keselamatan diabaikan, ekonomi bisa terganggu karena kita kehilangan pemegang-pemegang kunci ekonomi itu,” ujarnya.

Ia juga mempertanyakan pemberhentian mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Ashkara beberapa waktu lalu. “Garuda sebenarnya sudah dikelola dengan baik oleh Ari Ashkara sebab dia berhasil membuat Garuda untung Rp1,7 triliun per September 2019, setelah sebelumnya merugi hampir Rp5 triliun pada 2017-2018. Padahal kondisi penerbangan pada 2019 cukup berat karena terjadi penurunan demand,” katanya.

Dinilai olehnya Ari telah mengelola perusahaan transportasi secara profesional sebab selama kepemimpinannya Garuda Indonesia berhasil mencatatkan keuntungan. "Manajemen Garuda saat dia pimpin sangat paham bahwa transportasi tidak boleh merugi untuk mendapatkan keuntungan secara wajar agar dapat menutupi biaya keselamatan dan kenyamanan,” ujarnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6014 seconds (0.1#10.140)