Ekspansi Gojek di Pasar Regional Masih Terlunta-lunta
A
A
A
JAKARTA - Penyedia layanan on-demand hasil ekspansi Gojek ke Thailand, Get merayakan ulang tahun pertamanya pada 27 Februari lalu. Kali pertama diluncurkan di Bangkok pada Februari 2019, Get memiliki tiga layanan utama, yakni Get Win (transportasi), Get Food (pesan-antar makanan) dan Get Delivery (kurir pengantaran barang). Dan disusul layanan pembayaran digital Get Pay pada April 2019.
Ulang tahun perdana itu bagaikan angin segar di tengah tanda tanya terhadap perjalanan ekspansi regional Gojek. Dalam laporannya, media yang berbasis di Bangalore, the-ken.com menyebutkan, sejumlah pertanyaan khususnya dari kalangan investor masih membayangi perusahaan itu.
Sebagai contoh perjalanan Gojek di Filipina. Setelah dua kali ditolak otoritas setempat, Gojek tampaknya harap-harap cemas dalam pengajuan izin yang ketiga. Masuknya Gojek di Filipina diawali dengan akuisisi perusahaan rintisan dompet digital Coins yang berbasis di Manila. Coins perlu bergabung dengan Gojek untuk merespons desakan dari raksasa keuangan digital dari China, Tencent dan Alibaba, yang mulai merangsek masuk.
Filipina sendiri menjadi negara keempat Gojek beroperasi di luar Indonesia. Walaupun hadir di lima negara Asia Tenggara, 90% pendapatannya masih berasal dari Indonesia.
"Walaupun platform pembayaran Gopay cukup diminati di Indonesia, Coins belum bisa bersandar pada Gojek sepenuhnya, apalagi ada anggaran yang semula sudah dialokasikan untuk fintech tersebut dikurangi oleh Gojek," ujar staf Coins kepada the-ken.com.
Gojek dua kali ditolak masuk ke Filipina karena melanggar batas kepemilikan asing 40%. Di luar Filipina, Gojek telah hadir di tiga negara Asia Tenggara dan mengklaim telah mengumpulkan USD1,5 miliar dalam transaksi di luar Indonesia, walau tidak memberikan angka pendapatan.
Juru bicara Gojek, seperti dikutip the-ken.com, Rabu (11/3/2020) mengatakan, ingin mengurangi ketergantungan pendapatan dari Indonesia hingga 50% dalam dua tahun ke depan.
Namun, target itu terasa ambisius, karena perusahaan itu salah satu permasalahannya belum menerima pembayaran dengan kartu kredit di pasar mana pun di luar Indonesia. Di Vietnam, manajemen puncak Go-Viet telah berganti tiga kali. Pertama, CEO Go-Viet, Nguyen Duc hanya bertahan enam bulan. Lalu, Christy Le mengundurkan diri setelah bertahan hanya lima bulan.
Menurut laporan ABI Research, Go-Viet hanya berhasil mencapai pangsa pasar 10,3%, bersaing tipis dengan pemain lokal Be dan FastGo. Pasar ride-hailing negara itu didominasi Grab dengan pangsa 72,9%.
Suasana ceria perayaan ulang tahun pertama Get berbeda dengan apa yang dirasakan seorang mantan manajer Get. Menurutnya, semua keputusan diambil di Jakarta dan mengabaikan kondisi di lapangan. Bahkan, di bisnis pembayaran, Gojek tampak tak memiliki koordinasi di Thailand.
Sebagaimana dipaparkan dalam laporan the-ken.com, layanan Get menyediakan konsumen mengisi uang ke akun mereka untuk pembayaran cashless dengan beberapa cara, termasuk menyerahkan uang tunai ke pengemudi.
Namun, saldo akun itu hanya bisa digunakan untuk naik ojek, sementara untuk pengiriman makanan masih tetap menggunakan uang tunai. Hal ini dikabarkan membuat frustrasi banyak pengguna mereka.
"Terlepas dari bagaimana mereka berkembang, Gojek sebaiknya tidak head-to-head dengan Grab," kata pendiri managing partner di Insignia Venture Partners, Yinglan Tan dikutip the-ken.com.
"Gojek dapat fokus pada layanan tertentu yang bekerja di seluruh Asia Tenggara, seperti logistik dan pembayaran lintas batas," imbuhnya.
Tanda tanya seputar ekspansi Gojek muncul pada waktu perubahan fokus global dari pertumbuhan agresif ke profitabilitas di antara startup dan investor. Pada Desember 2019, Gojek sudah mulai menutup sejumlah layanan GoLife karena kurangnya adopsi.
Ulang tahun perdana itu bagaikan angin segar di tengah tanda tanya terhadap perjalanan ekspansi regional Gojek. Dalam laporannya, media yang berbasis di Bangalore, the-ken.com menyebutkan, sejumlah pertanyaan khususnya dari kalangan investor masih membayangi perusahaan itu.
Sebagai contoh perjalanan Gojek di Filipina. Setelah dua kali ditolak otoritas setempat, Gojek tampaknya harap-harap cemas dalam pengajuan izin yang ketiga. Masuknya Gojek di Filipina diawali dengan akuisisi perusahaan rintisan dompet digital Coins yang berbasis di Manila. Coins perlu bergabung dengan Gojek untuk merespons desakan dari raksasa keuangan digital dari China, Tencent dan Alibaba, yang mulai merangsek masuk.
Filipina sendiri menjadi negara keempat Gojek beroperasi di luar Indonesia. Walaupun hadir di lima negara Asia Tenggara, 90% pendapatannya masih berasal dari Indonesia.
"Walaupun platform pembayaran Gopay cukup diminati di Indonesia, Coins belum bisa bersandar pada Gojek sepenuhnya, apalagi ada anggaran yang semula sudah dialokasikan untuk fintech tersebut dikurangi oleh Gojek," ujar staf Coins kepada the-ken.com.
Gojek dua kali ditolak masuk ke Filipina karena melanggar batas kepemilikan asing 40%. Di luar Filipina, Gojek telah hadir di tiga negara Asia Tenggara dan mengklaim telah mengumpulkan USD1,5 miliar dalam transaksi di luar Indonesia, walau tidak memberikan angka pendapatan.
Juru bicara Gojek, seperti dikutip the-ken.com, Rabu (11/3/2020) mengatakan, ingin mengurangi ketergantungan pendapatan dari Indonesia hingga 50% dalam dua tahun ke depan.
Namun, target itu terasa ambisius, karena perusahaan itu salah satu permasalahannya belum menerima pembayaran dengan kartu kredit di pasar mana pun di luar Indonesia. Di Vietnam, manajemen puncak Go-Viet telah berganti tiga kali. Pertama, CEO Go-Viet, Nguyen Duc hanya bertahan enam bulan. Lalu, Christy Le mengundurkan diri setelah bertahan hanya lima bulan.
Menurut laporan ABI Research, Go-Viet hanya berhasil mencapai pangsa pasar 10,3%, bersaing tipis dengan pemain lokal Be dan FastGo. Pasar ride-hailing negara itu didominasi Grab dengan pangsa 72,9%.
Suasana ceria perayaan ulang tahun pertama Get berbeda dengan apa yang dirasakan seorang mantan manajer Get. Menurutnya, semua keputusan diambil di Jakarta dan mengabaikan kondisi di lapangan. Bahkan, di bisnis pembayaran, Gojek tampak tak memiliki koordinasi di Thailand.
Sebagaimana dipaparkan dalam laporan the-ken.com, layanan Get menyediakan konsumen mengisi uang ke akun mereka untuk pembayaran cashless dengan beberapa cara, termasuk menyerahkan uang tunai ke pengemudi.
Namun, saldo akun itu hanya bisa digunakan untuk naik ojek, sementara untuk pengiriman makanan masih tetap menggunakan uang tunai. Hal ini dikabarkan membuat frustrasi banyak pengguna mereka.
"Terlepas dari bagaimana mereka berkembang, Gojek sebaiknya tidak head-to-head dengan Grab," kata pendiri managing partner di Insignia Venture Partners, Yinglan Tan dikutip the-ken.com.
"Gojek dapat fokus pada layanan tertentu yang bekerja di seluruh Asia Tenggara, seperti logistik dan pembayaran lintas batas," imbuhnya.
Tanda tanya seputar ekspansi Gojek muncul pada waktu perubahan fokus global dari pertumbuhan agresif ke profitabilitas di antara startup dan investor. Pada Desember 2019, Gojek sudah mulai menutup sejumlah layanan GoLife karena kurangnya adopsi.
(ven)