Rupiah Tepar ke Rp15.223/USD, Sri Mulyani Sebut Fenomena Besar
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menilai, jatuhnya kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang hari ini sempat menyantuh level Rp15.223/USD sebagai sebuah fenomena besar. Menurutnya hal ini tidak hanya dialami Indonesia, tetapi sudah menjadi dinamika ekonomi global yang terhantam wabah virus corona (Covid-19).
"Pasar keuangan mengalami tekanan dan ini suatu fenomena yang besar dan merupakan dinamika ekonomi global," ujar Menkeu Sri Mulyani lewat video confrence di Jakarta, Rabu (18/3/2020).
Lebih lanjut Ia menerangkan, tidak hanya pasar keuangan tetapi tekanan juga menimpa pasar modal dimana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga merosot tajam. Dimana hal itu membuat asumsi makro yang dipatok dalam APBN 2020 banyak meleset.
"IHSG dan rupiah mengalami tekanan dan juga surat berharga negara serta yield obligasi pemerintah mengalami kenaikan dan ini penurunan terjadi dalam minggu ini dan rupiah sudah tembus Rp15.051," jelasnya.
Sambung Menkeu menekankan, bakal terus mencermati perkembangan ekonomi Indonesia yang sangat ini bergejolak akibat pandemi virus corona. "Ini suatu fenomena yang perlu dipelajari dan saya monitor untuk bisa merespons dari sisi mitigasi dampak negatifnya," terang mantan Direktur Bank Dunia tersebut.
"Pasar keuangan mengalami tekanan dan ini suatu fenomena yang besar dan merupakan dinamika ekonomi global," ujar Menkeu Sri Mulyani lewat video confrence di Jakarta, Rabu (18/3/2020).
Lebih lanjut Ia menerangkan, tidak hanya pasar keuangan tetapi tekanan juga menimpa pasar modal dimana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga merosot tajam. Dimana hal itu membuat asumsi makro yang dipatok dalam APBN 2020 banyak meleset.
"IHSG dan rupiah mengalami tekanan dan juga surat berharga negara serta yield obligasi pemerintah mengalami kenaikan dan ini penurunan terjadi dalam minggu ini dan rupiah sudah tembus Rp15.051," jelasnya.
Sambung Menkeu menekankan, bakal terus mencermati perkembangan ekonomi Indonesia yang sangat ini bergejolak akibat pandemi virus corona. "Ini suatu fenomena yang perlu dipelajari dan saya monitor untuk bisa merespons dari sisi mitigasi dampak negatifnya," terang mantan Direktur Bank Dunia tersebut.
(akr)