Dimana Kehadiran BPJS Kesehatan Saat Wabah Corona, Ini Kata Dirut Fahmi Idris

Jum'at, 20 Maret 2020 - 00:14 WIB
Dimana Kehadiran BPJS...
Dimana Kehadiran BPJS Kesehatan Saat Wabah Corona, Ini Kata Dirut Fahmi Idris
A A A
JAKARTA - Merebaknya pandemi Covid-19 atau Corona menimbulkan banyak pertanyaan di benak publik. Salah satunya ada yang mempertanyakan tentang kehadiran negara dan BPJS Kesehatan, terkait hal ini Direktur Utama Fahmi Idris memberikan penjelasan.

"Oleh karena itu, saya akan membahas soal biaya pelayanan kesehatan untuk ODP (orang dalam pemantauan), PDP (pasien dalam pengawasan), suspect dan positif Covid-19. Karena ada yang mempertanyakan tentang kehadiran negara dan BPJS Kesehatan dalam pembiayaan pelayanan kesehatan untuk kasus Covid-19," ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris di Jakarta, Kamis (19/3).

Pada tanggal 3 Maret 2020, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, Bambang Wibowo, dalam suatu konferensi pers, telah menyatakan bahwa pemerintah akan menanggung biaya pasien yang terinfeksi virus corona. "Kan sudah diumumkan sebagai sebuah KLB (Kejadian Luar Biasa). Jadi semua pembiayaan mulai dari suspect atau sakit itu semuanya ditanggung oleh pemerintah," katanya kala itu.

Pemerintah telah mengumumkan status KLB sejak 4 Februari. Menteri Kesehatan telah menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan No HK.01.07/Menkes/104/2020 tentang Penetapan Infeksi Novel Coronavirus (Infeksi 2019-nCoV) Sebagai Penyakit Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya.

Pada poin kesatu tertulis: Menetapkan Infeksi Novel Coronavirus (Infeksi 2019-nCoV) Sebagai Penyakit yang Dapat Menimbulkan Wabah. Pada poin keempat disebutkan bahwa segala bentuk pembiayaan dibebankan pada anggaran Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah, dan/atau sumber dana lain yang sah.

Sedangkan pada poin kelima lebih spesifik lagi, karena tertulis juga termasuk untuk biaya perawatan bagi kas. Jadi intinya, negara telah memastikan penjaminan pembiayaan untuk wabah virus corona, yaitu ditanggung pemerintah.

Terkait peran BPJS Kesehatan, tertuang dalam Perpres No 82/2018. Pasal 52 mengatur tentang pelayanan kesehatan yang tidak dijamin program Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Pada Pasal 52 Huruf O, tentang pelayanan kesehatan yang tidak dijamin termasuk: “Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah”.

"Dengan demikian, pasal ini mengatur larangan. Sesuai regulasi, BPJS Kesehatan dilarang menjamin pelayanan kesehatan akibat wabah. Karena biaya ini ditanggung oleh pemerintah secara langsung," terang Fachmi.

Namun wabah virus Corona ini berbeda dengan bencana alam. Wabah virus ini bersifat masif, kecepatan persebaran, menasional, dan menggesa. Hal ini misalnya berbeda dengan KLB lain seperti Demam Berdarah yang juga dibiayai langsung oleh negara. Mekanisme teknisnya sudah berjalan baik selama ini.

"Sebaliknya untuk Covid 19, ada banyak pertanyaan bahkan keluhan dari fasilitas kesehatan dan pemerintah daerah tentang mekanisme pembiayaannya. Ini menimbulkan problem teknis di lapangan dan kepastian pembiayaan untuk fasilitas kesehatan yang sudah berjibaku menangani pasien Covid 19. Ini yang akhir-akhir ini viral di media sosial dan media jejaring. Lalu, bagaimana solusinya? Ya kami (BPJS Kesehatan) siap," tegasnya.

Ia mengatakan bahwa pertanyaan dari pemerintah daerah dan fasilitas kesehatan tersebut merupakan sesuatu yang wajar. "Mereka butuh kepastian karena ini menyangkut dana. Bisa saja pemerintah memberi kepastian tentang mekanisme dan tata caranya, juga administrasi dan verifikasinya. Namun jika hal itu butuh jawaban segera dan mendesak, maka bisa saja tugas itu diberikan kepada BPJS Kesehatan," tutur Fachmi.

Sebagai lembaga yang tugas pokoknya memberikan layanan jaminan kesehatan, BPJS Kesehatan telah memiliki prosedur baku, jangkauan organisasi hingga seluruh Indonesia, dan sumberdaya manusia. Karena itu BPJS Kesehatan bisa menjadi solusi yang siaga.

"Solusinya sederhana. Selesaikan aspek hukumnya. Perlu ada diskresi khusus agar Pasal 52 Huruf O bisa diterobos. Hal itu cukup dengan Instruksi Presiden atau Perpres khusus, yang memberi kewenangan pada BPJS Kesehatan untuk menalangi pendanaan pelayanan kesehatan untuk pasien Covid-19. Selanjutnya BPJS Kesehatan akan melakukan reimburse (penagihan) ke pemerintah, atau melalui mekanisme lainnya yang diatur secara internal oleh pemerintah. Yang pasti, fasilitas kesehatan ada "loket" untuk menagihkan, dalam hal ini BPJS Kesehatan," terangnya.

Karena situasi wabah pada akhirnya akan memiliki limit waktu. Inpres dan Perpres khusus tersebut bisa saja masa berlakunya terbatas dan dengan tujuan tertentu. "Peran baru BPJS Kesehatan ini, sangat sejalan dengan arahan Presiden, bahwa dalam situasi saat ini, semua pihak harus bergotong royong, bahu membahu dan bersatu. Semua ini untuk Indonesia Raya," tutup Fachmi.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1723 seconds (0.1#10.140)