Izin Kuota Impor Buah Harus Patuhi Prinsip Fair Trade

Jum'at, 20 Maret 2020 - 22:18 WIB
Izin Kuota Impor Buah Harus Patuhi Prinsip Fair Trade
Izin Kuota Impor Buah Harus Patuhi Prinsip Fair Trade
A A A
JAKARTA - DPR RI mengingatkan agar perizinan impor khususnya buah harus menjunjung tinggi prinsip fair trade atau perdagangan yang adil. Hal ini menyusut beredarnya kabar yang menyebutkan asosiasi eksportir buah Australia mengeluhkan ketidaktransparanan impor.

“Kalau benar ada dugaan jual beli kuota impor, atau ijin impor, ya harus diusut, diproses secara hukum. Bisa KPK, Kejaksaan, atau Kepolisian,” ujar Anggota DPR RI, Dave Akbarshah Fikarno Laksono kepada wartawan, Jumat (20/3/2020).

Dave menegaskan, praktik-praktik ‘jual-beli’ kuota impor yang hanya dikuasai pemain-pemain tertentu, jelas bukan hanya menyalahi prinsip fair trade atau perdagangan yang adil. Lebih jelas, hal ini patut diduga adalah korupsi.

DPR sendiri siap membahas ini dengan pemerintah, agar hal ini tidak menjadi hal yang mengganggu hubungan sangat baik kedua negara. “Kita kan tahu ini muncul di media. Sampai saat ini memang belum ada nota diplomatik dari pemerintah Australia, kalau sudah ada akan direspon Kemenlu, baru bisa kita bahas bersama (DPR),” jelas politisi Partai Golkar ini.

Dikatakan Dave, jika ada tuduhan dari Asosiasi pengusaha di Australia terkait Pemerintah Indonesia yang mengeluarkan izin impor dengan menyalahi prinsip fair trade itu, maka mereka (asosiasi eksportir negara tersebut-red) melalui pemerintah Australia bisa menggugat melalui pengadilan abritrase internasional. Namun, ia berharap ini tidak terjadi.

“Oligopoli atau monopoli itu bisa diselesaikan melalui pengadilan arbitrase internasional,” ujarnya lagi.

Evaluasi RIPH

Di kesempatan terpisah, Dewan Pembina Perhimpunan Ekonom Pertanian Indonesia (Perhepi) Bayu Krisnamurthi menanggapi juga soal surat tersebut. Kemendag, menurutnya dapat memeriksa apakah proses penetapan ijin sudah sesuai prosedur, baik dalam proses maupun dari ketentuan terkait importirnya. Kementan juga punya kewenangan yang sama.

“Sedang Kementan dapat memeriksa juga apakah proses penetapan rekomendasi sudah sesuai prosedur. Tentu kita tidak ingin kasus-kasus pemberian ijin tersebut terindikasi malpraktik,” ujar mantan Wakil Menteri Perdagangan ini.

Diakuinya, dari surat itu, belum ada implikasi terhadap isu impor buah ini. Kecuali, jika kemudian pemerintah Australia yang berkirim surat resmi ke pemerintah RI melalui Kemenlu atau Kemendag. Di sisi lain, ia menyerukan agar setiap pihak dan keementerian terkait, membenahi diri dan menjaga integritas.

“Tidak merespon langsung bukan berarti tidak memberi perhatian. Tidak adanya malpraktik adalah kepentingan kita sendiri. Kita menjaga integritas tata kelola kita bukan karena permintaan orang lain tetapi karena kita memang negara berdaulat yang semakin maju,” ujarnya.

Yang terpenting, lanjutnya, pemerintah melalui Kemendag dan Kementan harus memeriksa kembali penerbitan RIPH yang dipersoalkan asosiasi eksportir Australia, apakah sudah sesuai prosedur atau belum.

Sementara Sekretaris Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Liliek Srie Utami mengatakan, penerbitan RIPH diproses secara online untuk semua pemohon berdasarkan Permentan 39/2019 jo Permentan nomor 02/2020. Ia mengatakan, hingga 12 Maret 2020, RIPH buah anggur yang sudah dikeluarkan yakni untuk 26.470 ton

“Proses pemberian RIPH dilakukan secara transparan dan dapat dipantau secara online,” tegas Liliek beberapa waktu lalu.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2854 seconds (0.1#10.140)