Waspadai Fenomena Arus Balik Pekerja Informal ke Desa di Tengah Pandemi Corona

Senin, 30 Maret 2020 - 16:34 WIB
Waspadai Fenomena Arus Balik Pekerja Informal ke Desa di Tengah Pandemi Corona
Waspadai Fenomena Arus Balik Pekerja Informal ke Desa di Tengah Pandemi Corona
A A A
JAKARTA - Fenomena arus balik pekerja informal perkotaan ke desa di tengah wabah pandemi virus corona atau Covid-19, menurut pengamat pertanian harus diwaspadai karena bisa menimbulkan persoalan baru. Aktivitas ekonomi dan rencana pembangunan nasional porak porandakan di hantam corona, dimana sebagian besar perkantoran tutup tak terkecuali pusat perdagangan.

Apalagi dengan adanya kebijakan lockdown sendiri-sendiri oleh pemerintah daerah. Hal ini akan membuat ekonomi semakin terjun bebas mengingat 70% ekonomi Indonesia ditopang oleh sektor informal. Pemerhati agraria dan pertanian Syaiful Bahari menjelaskan, fenomena arus balik pekerja informal disebabkan tidak adanya pilihan lagi.

Pasalnya pusat ekonomi yang menjadi gantungan sektor informal tutup, sementara mereka butuh makan dan bayar sewa kontrakan. "Jadi pemerintah tidak bisa paksakan mereka tetap tinggal di kota-kota besar," ujar Syaiful di Jakarta, Senin (30/3/2020).

Ia menjelaskan, ketika kembali ke desa, masalahnya adalah mereka tidak mempunyai pekerjaan lagi. Sektor pertanian yang ada sudah penuh sesak dan lahan pertanian terbatas.

"Di samping itu beban rumah tangga desa untuk memberi makan keluarga dan kerabatnya makin bertambah. Cadangan pangan di desa makin menipis seiring bertambahnya jumlah penduduk desa yang pulang kampung," jelas Syaiful.

Syaiful menegaskan pemerintah perlu cepat mengantisipasi situasi ini dengan membuat kebijakan pemanfaatan lahan terlantar atau lahan yang tidak maksimal digarap oleh pemiliknya untuk ditanami tanaman pangan atau hortikultura jangka pendek.

"Dari hasilnya mereka bisa makan sendiri atau dijual ke pasar sehingga roda perekonomian desa tetap bisa berputar. Masih banyak lahan BUMN atau lahan swasta yang belum terpakai, sebaiknya diserahkan ke para petani untuk dikelola," ungkap Syaiful.

Ia mengatakan bahwa kebijakan ini juga pernah diterapkan ketika krisis 1998 oleh Presiden Habibie. Karena itu, menurutnya, Presiden Jokowi juga harus mengambil langkah cepat untuk antisipasi krisis ini.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7933 seconds (0.1#10.140)