Sejarah CSR, dari Amal Perusahaan Berkembang Jadi Kebutuhan Industri

Selasa, 31 Maret 2020 - 08:45 WIB
Sejarah CSR, dari Amal Perusahaan Berkembang Jadi Kebutuhan Industri
Sejarah CSR, dari Amal Perusahaan Berkembang Jadi Kebutuhan Industri
A A A
Corporate social responsibility (CSR) telah dimulai sejak lama. Program CSR itu umumnya menjadi kebutuhan bagi bisnis yang sukses. Itu pun menjadi akar filantropi korporasi.

Sejarah mencatat CSR mulai berkembang ketika filantropi dan pengusaha kaya Andrew Carnegie (1835-1919) menantang orang kaya berkontribusi terhadap kaukus sosial. Hal itu dikarenakan dia percaya dengan ”Gospel of Wealth” yang dituangkan dalam bukunya.

Pengusaha kaya yang mendirikan Carnegie Steel Company pada 1870 itu menjual perusahaan paling menguntungkan di dunia pada JP Morgan pada 1901. Setelah itu, dia lebih fokus pada filantropi berskala besar dengan membangun perpustakaan lokal, mendorong perdamaian dunia, dan membiayai penelitian ilmiah.

Terinspirasi oleh Carnegie, pada akhir 1800-an John D Rockefeller (1839-1937) ikut menyumbangkan lebih dari setengah miliar dolar untuk lembaga amal. Dalam catatan, Rockefeller dikenal sebagai orang terkaya dalam sejarah AS. Dia mendirikan Standar Oil yang bergerak dalam bisnis pertambangan hingga menguasai 90% pasar minyak di AS. Di masa tuanya, Rockefeller lebih fokus mendirikan lembaga amal untuk sebagai bentuk kepedulian sosial dalam bidang kesehatan dan pendidikan. Dia juga membiayai penelitian medis untuk menemukan obat penyakit demam kuning.

Hingga pada 1914 Frederick Goff, bankir ternama di Cleveland, mendirikan Cleveland Foundation. Yayasan ini didirikan dengan tujuan memberikan kesempatan bagi komunitas untuk mendapatkan hadiah dari donor miliarder dibandingkan dengan suatu keberuntungan. Yayasan itu merupakan lembaga amal berbasis komunitas. Hingga pada 1940-an, banyak industri, bukan hanya pemilik atau pemegang saham, memberikan dukungan bagi lembaga amal.

Howard Bowen, seorang ekonom Amerika Serikat dan presiden Grinnell College, kerap disebut sebagai “Bapak CSR”. Dia menghubungkan antara tanggung jawab korporasi dengan masyarakat. Pemikirannya dituangkan dalam buku yang diterbitkan pada 1953. Dalam buku tersebut, dia mendorong etika bisnis dan tanggung jawab pemegang saham terhadap masyarakat sehingga disebut dengan tanggung jawab sosial pengusaha.

Perusahaan pertama yang mengadopsi CSR dalam kebijakan perusahaan adalah Johnson & Johnson yang didirikan oleh Robert Wood Johnson, yang membangun kredibilitasnya pada 1943. Selain itu, The Hershey Company yang didirikan Milton Hershey ingin mendirikan lebih dari perusahaan. Hershey membangun sebuah kota dengan komunitas yang memiliki beragam fasilitas, institusi budaya, dan pusat aktivitas warga yang tumbuh hingga saat ini.

Sejak 1960-an, CSR mulai menjadi perhatian pengusaha dan industri. Lalu CSR mulai dilaksanakan secara massal di AS pada 1970-an ketika konsep “kontrak sosial” antara industri dan masyarakat dideklarasikan oleh Komite untuk Pembangunan Ekonomi pada 1971. Kontrak sosial itu berdasarkan ide bahwa fungsi bisnis adalah perhatian publik dan industri juga memiliki tanggung jawab untuk melayani kebutuhan masyarakat. Hal itu kerap dikaitkan dengan “lisensi untuk operasi” di mana ada kontribusi bagi masyarakat dibandingkan hanya menjual produk tersebut.

Dalam perkembangannya, CSR kini menjadi kewajiban bagi industri untuk terus berkontribusi ketika pelanggan dan komunitas terus bergeliat dan bergerak. Kini, CSR juga menjadi hal penting untuk memaksimalkan industri dan bisnis sehingga memberikan dampak yang nyata. (Andika H Mustaqim)
(ysw)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3602 seconds (0.1#10.140)