Alaska Airlines terbang dengan eceng gondok & buah jarak
A
A
A
Sindonews.com – Penerbangan Alaska Airlines dengan menggunakan bahan bakar alami (biofuel) pada November lalu tidak hanya mencatatkan sejarah, tapi juga membuka peluang bisnis penciptaan bahan bakar terbarukan.
Ketika seorang pejabat Boeing Company di Seattle, Amerika Serikat (AS) mengatakan bahwa Alaska Airlines sudah mulai terbang dengan menggunakan biofuel yang diproses dari eceng gondok (algae) dan buah jarak (jatropha seeds), saya jadi teringat dua jenis tanaman tadi yang begitu melimpah di Indonesia.
Betapa sayang jika peluang bisnis ini tidak diraih para pengusaha dan saintis kita untuk menyuplai bahan bakar industri pesawat di AS dan seluruh dunia. Sebanyak 75 penerbangan komersial Alaska Airlines dan anak perusahaannya, Horizon Air, telah menggunakan 20 persen bahan bakar alami.
Bukan hanya eceng gondok dan buah jarak, bahan bakar hayati itu juga memanfaatkan minyak goreng bekas atau jelantah yang juga tidak sulit untuk mendapatkannya.
“Ini adalah hari yang bersejarah bagi penerbangan Amerika. Sebanyak 75 penerbangan Alaska Airlines dan Horizon Air dalam beberapa minggu ke depan mencerminkan tanggung jawab kami terhadap lingkungan dan keyakinan kami bahwa bahan bakar alami ini adalah kunci masa depan penerbangan,” ujar CEO Alaska Airlines Bill Ayer, saat peluncuran penerbangan tersebut.
Menurut Ayer, sekarang ini penerbangan komersial telah siap menggunakan bahan bakar alami, memungkinkan pesawat terbang dengan bahan bakar yang lebih bersih, mendorong pertumbuhan yang lebih cepat dalam industri, dan bisa mengurangi gejolak harga bahan bakar konvensional agar perjalanan udara bisa lebih ekonomis.
“Yang kita butuhkan saat ini adalah suplai yang murah dan berkesinambungan. Sebab itu, kepada industri bahan bakar alami, kami katakan: Jika Anda membuatnya, kami akan beli,” kata Ayer.
Pesawat Alaska Airlines Boeing 737-800 dan Bombardier Q400 adalah dua jenis pesawat yang sudah menggunakan bahan bakar terbarukan tersebut. “Dunia penerbangan jelas membutuhkan energi bersih sebagai pengganti bahan bakar fosil. Di Amerika Serikat dan seluruh dunia, industri penerbangan berusaha sekuat tenaga untuk mendukung pengembangan bahan bakar alami yang berkesinambungan dan mempertahankan peran penerbangan dalam pertumbuhan ekonomi global,” papar Wakil Direktur Boeing urusan Kebijakan Lingkungan dan Penerbangan Billy Glover.
Dengan penggunaan bahan bakar alami tersebut, Alaska Airlines akan mengurangi efek emisi gas rumah kaca sekitar 10 persen atau 134 metrik ton, setara dengan mengurangi 26 mobil di jalan-jalan selama setahun.
Jika perusahaan ini menggunakan 20 persen campuran bahan bakar alami pada seluruh penerbangannya selama setahun, itu setara dengan mengurangi 64 ribu mobil di jalan-jalan di Amerika atau menyediakan listrik untuk 28 ribu rumah tangga. Sebanyak 20 persen bahan bakar alami itu diproses Dynamic Fuels, sebuah perusahaan pengolah bahan bakar sintetis masa depan yang bisa diperbarui, yang memanfaatkan antara lain minyak goreng bekas.
Sebab itu, Dynamic Fuels bekerja sama dengan Tyson Foods,perusahaan retail bahan makanan di Amerika dengan nilai kontrak sebesar USD170 juta. Untuk kebutuhan Alaska Airlines, bahan bakar tersebut disuplai SkyNRG. United Airlines di Amerika dan Lufthansa di Jerman juga telah mulai menggunakan bahan bakar alami ini, namun masih dalam skala kecil.
Dengan kata lain, revolusi penggunaan bahan bakar ramah lingkungan di industri penerbangan baru dimulai dari Alaska Airlines, namun dipercaya akan merambah ke seluruh dunia, di mana sejumlah maskapai penerbangan berjanji akan menggunakan paling tidak satu persen campuran bahan bakar alami mereka pada 2015.
Ketika terbang dengan Alaska Airlines dari Seattle ke Washington DC dua pekan lalu, saya teringat akan eceng gondok, buah jarak, dan minyak goreng bekas yang terbuang begitu saja di negara kita. Sangat disayangkan jika komoditas kita ini tidak dimanfaatkan sebagai suatu peluang bisnis dengan industri penerbangan dunia.
Ketika seorang pejabat Boeing Company di Seattle, Amerika Serikat (AS) mengatakan bahwa Alaska Airlines sudah mulai terbang dengan menggunakan biofuel yang diproses dari eceng gondok (algae) dan buah jarak (jatropha seeds), saya jadi teringat dua jenis tanaman tadi yang begitu melimpah di Indonesia.
Betapa sayang jika peluang bisnis ini tidak diraih para pengusaha dan saintis kita untuk menyuplai bahan bakar industri pesawat di AS dan seluruh dunia. Sebanyak 75 penerbangan komersial Alaska Airlines dan anak perusahaannya, Horizon Air, telah menggunakan 20 persen bahan bakar alami.
Bukan hanya eceng gondok dan buah jarak, bahan bakar hayati itu juga memanfaatkan minyak goreng bekas atau jelantah yang juga tidak sulit untuk mendapatkannya.
“Ini adalah hari yang bersejarah bagi penerbangan Amerika. Sebanyak 75 penerbangan Alaska Airlines dan Horizon Air dalam beberapa minggu ke depan mencerminkan tanggung jawab kami terhadap lingkungan dan keyakinan kami bahwa bahan bakar alami ini adalah kunci masa depan penerbangan,” ujar CEO Alaska Airlines Bill Ayer, saat peluncuran penerbangan tersebut.
Menurut Ayer, sekarang ini penerbangan komersial telah siap menggunakan bahan bakar alami, memungkinkan pesawat terbang dengan bahan bakar yang lebih bersih, mendorong pertumbuhan yang lebih cepat dalam industri, dan bisa mengurangi gejolak harga bahan bakar konvensional agar perjalanan udara bisa lebih ekonomis.
“Yang kita butuhkan saat ini adalah suplai yang murah dan berkesinambungan. Sebab itu, kepada industri bahan bakar alami, kami katakan: Jika Anda membuatnya, kami akan beli,” kata Ayer.
Pesawat Alaska Airlines Boeing 737-800 dan Bombardier Q400 adalah dua jenis pesawat yang sudah menggunakan bahan bakar terbarukan tersebut. “Dunia penerbangan jelas membutuhkan energi bersih sebagai pengganti bahan bakar fosil. Di Amerika Serikat dan seluruh dunia, industri penerbangan berusaha sekuat tenaga untuk mendukung pengembangan bahan bakar alami yang berkesinambungan dan mempertahankan peran penerbangan dalam pertumbuhan ekonomi global,” papar Wakil Direktur Boeing urusan Kebijakan Lingkungan dan Penerbangan Billy Glover.
Dengan penggunaan bahan bakar alami tersebut, Alaska Airlines akan mengurangi efek emisi gas rumah kaca sekitar 10 persen atau 134 metrik ton, setara dengan mengurangi 26 mobil di jalan-jalan selama setahun.
Jika perusahaan ini menggunakan 20 persen campuran bahan bakar alami pada seluruh penerbangannya selama setahun, itu setara dengan mengurangi 64 ribu mobil di jalan-jalan di Amerika atau menyediakan listrik untuk 28 ribu rumah tangga. Sebanyak 20 persen bahan bakar alami itu diproses Dynamic Fuels, sebuah perusahaan pengolah bahan bakar sintetis masa depan yang bisa diperbarui, yang memanfaatkan antara lain minyak goreng bekas.
Sebab itu, Dynamic Fuels bekerja sama dengan Tyson Foods,perusahaan retail bahan makanan di Amerika dengan nilai kontrak sebesar USD170 juta. Untuk kebutuhan Alaska Airlines, bahan bakar tersebut disuplai SkyNRG. United Airlines di Amerika dan Lufthansa di Jerman juga telah mulai menggunakan bahan bakar alami ini, namun masih dalam skala kecil.
Dengan kata lain, revolusi penggunaan bahan bakar ramah lingkungan di industri penerbangan baru dimulai dari Alaska Airlines, namun dipercaya akan merambah ke seluruh dunia, di mana sejumlah maskapai penerbangan berjanji akan menggunakan paling tidak satu persen campuran bahan bakar alami mereka pada 2015.
Ketika terbang dengan Alaska Airlines dari Seattle ke Washington DC dua pekan lalu, saya teringat akan eceng gondok, buah jarak, dan minyak goreng bekas yang terbuang begitu saja di negara kita. Sangat disayangkan jika komoditas kita ini tidak dimanfaatkan sebagai suatu peluang bisnis dengan industri penerbangan dunia.
()