BBM dibatasi, Pemerintah bisa hemat Rp50 T

Jum'at, 06 Januari 2012 - 07:00 WIB
BBM dibatasi, Pemerintah...
BBM dibatasi, Pemerintah bisa hemat Rp50 T
A A A
Sindonews.com - Jika pemerintah benar-benar merealisasikan kebijakan pembatasan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi untuk wilayah Jawa dan Bali pada awal April nanti, sekira Rp40-50 triliun uang negara berhasil dihemat dan bisa diarahkan ke belanja yang lebih produktif. Nilai tersebut diperoleh dari hasil kajian tim akademisi rencana kebijakan pembatasan BBM bersubsidi.

Ketua tim akademisi kajian pembatasan BBM Anggito Abimanyu mengatakan, dengan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi bagi setiap kendaraan roda empat pelat hitam, otomatis terjadi pengalihan penggunaan dari Premium ke Pertamax yang jumlahnya cukup signifikan di wilayah Jawa-Bali. Dengan kata lain, 30 persen dari kuota BBM bersubsidi yang dipatok dalam APBN 2012 sebesar 40 juta kilo akan dihemat.

Berarti ada penghematan penggunaan Premium 10 juta kilo liter dari total 23 juta kilo liter yang digunakan oleh pelat hitam. Jika dikonversi dalam rupiah, lanjut dia, nilainya cukup besar.

"Nilai penghematan anggaran negara mencapai Rp40-50 triliun. Bisa diarahkan ke belanja yang lebih produktif. Itu bagus kan," ungkap Anggito, Kamis (5/1/2012).

Mantan Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan ini menilai, dari sisi persiapan akan sangat mendukung implementasi pelaksanaan. Waktu 2-3 bulan dinilai cukup dan efektif untuk mulai pematangan konsep dan teknis pelaksanaan, sosialisasi, dan persiapan pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan.

Dari hasil survei yang dilakukannya beberapa waktu lalu, untuk penyediaan Pertamax di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) daerah-daerah bukan hal yang sulit. Suplai Pertamax juga tidak perlu dikhawatirkan. Sebab, impor yang dilakukan pemerintah selama ini pada dasarnya sudah berkadar Pertamax.

"Sisi teknis sudah siap, tinggal disempurnakan. Survei kami di lima pulau besar, Pertamina siap. Yang kurang itu sosialisasi dan ini belum maksimal diketahui seluruh masyarakat," tandasnya.

Hanya saja, masih ada hal yang dikhawatirkan akan menimbulkan gejolak yakni penerapan larangan penggunaan Premium juga untuk pelaku usaha kecil dan menengah (UKM). Menurutnya, jika larangan tersebut juga diberlakukan untuk mereka, pelaku usaha akan menjerit.

"Jika dipaksa menggunakan Pertamax, maka pelaku usaha harus mengeluarkan biaya distribusi khususnya pengisian BBM dua kali lipat dari sebelumnya. Tidak mungkin juga pelaku UKM menggunakan BBG. Sebab, pengadaan converter kita terlalu besar nilainya. LGV itu hanya untuk orang kaya saja," tutupnya. (bro)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6675 seconds (0.1#10.140)