Stick drum lokal tembus pasar dunia
A
A
A
Sindonews.com - Dari hanya menggunakan modal ratusan ribu, Iwa Sumanto, 30, finalis wirausaha muda mandiri ini sukses mengembangkan usaha produksi stick drum yang kini telah menembus pasar dunia.
Keberhasilan pemuda kelahiran 21 Januari 1981 ini diraih melalui proses panjang. Sebelum menggeluti usaha yang kini bernama Solobeat Drumstick Production, sejak kecil ia memang telah bersinggungan dengan kerajinan kayu.
Selain desa tempat tinggalnya dikenal sebagai sentra usaha kerajinan kayu, orang tuanya juga menggeluti bidang tersebut sebagai mata pencaharian.
"Kerajinan kayu yang dibuat orang tuanya antara lain sofa dan kabinet alumunium," kata Iwa kepada Koran Sindo. Namun usaha orang tuanya terguncang saat krisis ekonomi melanda Indonesia pada 1997. Oleh sebab itu, ketika lulus SMA, Iwa tidak bisa langsung kuliah karena keterbatasan biaya.
Keterpurukan yang sempat dialami orangtuanya, justru memicu kreativitasnya. Pada 2005 anak keempat dari lima bersaudara ini mulai merintis usaha stick drum. Usaha yang berkaitan dengan perlengkapan alat musik pukul ini terinspirasi karena dirinya sempat berkecimpung di event organizer.
Hanya bermodalkan Rp200 ribu, usaha stick drum ini pun dimulai. "Pada awalnya hanya alat manual. Itu pun saya masih belajar bagaimana membuat stick drum," jelasnya.
Kayu yang digunakan mulanya sisa kerajinan orangtuanya yang tidak terpakai dan sebagian lagi membeli. Selama beberapa bulan, sekitar 200 pasang stick berhasil dijual ke Semarang, Yogyakarta, dan Solo. Stock drumnya ditawarkan ke studio musik dan toko-toko alat musik.
"Studio musik menjadi salah satu pasar, lantaran perlengkapan musik mereka biasanya disewakan tentu stick drumnya mengalami kerusakan," ujarnya. Harga yang dipatok untuk produk hasil buatannya adalah Rp10 ribu untuk sepasang stick drum.
Ternyata semakin lama permintaan semakin banyak hingga membuat usahanya semakin berkembang. Pesananpun semakin meluas dari sejumlah kota besar di Indonesia. Kualitas produk yang dihasilkan ternyata sampai ke telinga sejumlah drummer papan atas Indonesia.
Lantaran cocok mereka kini rata-rata setiap bulan memesan 30 pasang stick drum buatan Solobeat Drumstick Production. Tidak mau kehilangan pelanggan yang telah memiliki nama besar, maka pesanan tersebut dibuat agak khusus dengan harga Rp20 ribu untuk sepasang stick.
"Mereka sering manggung tetapi tidak mau sembarang memakai stick drum. Jadi mereka membawa sendiri," ungkapnya. Selain pasar dalam negeri Iwan membidik pasar internasional. Promosi melalui internet membuahkan hasil. Tahun 2011 lalu, sejumlah grup band asal Amerika Serikat, Venezuela, Puerto Rica, dan Kanada mulai memesan stick drum buatannya.
Bahkan di Venezuela, Iwa sudah memiliki jaringan yang siap memasarkan produk usahanya. Harga yang dibanderol adalah USD13 untuk sepasang stick termasuk ongkos kirim. "Mereka biasanya pesan satu lusin, dan dibayar dimuka," jelasnya.
Berkat ketekunannya, Iwan kini mampu menghasilkan omzet mencapai Rp20 juta perbulan. Jumlah karywannya pun bertambah dari yang awalnya dua kini bertambah menjadi lima. Berkat usahanya, pada 2008 kini Iwa bisa melanjutkan studinya ke Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. (ank)
Keberhasilan pemuda kelahiran 21 Januari 1981 ini diraih melalui proses panjang. Sebelum menggeluti usaha yang kini bernama Solobeat Drumstick Production, sejak kecil ia memang telah bersinggungan dengan kerajinan kayu.
Selain desa tempat tinggalnya dikenal sebagai sentra usaha kerajinan kayu, orang tuanya juga menggeluti bidang tersebut sebagai mata pencaharian.
"Kerajinan kayu yang dibuat orang tuanya antara lain sofa dan kabinet alumunium," kata Iwa kepada Koran Sindo. Namun usaha orang tuanya terguncang saat krisis ekonomi melanda Indonesia pada 1997. Oleh sebab itu, ketika lulus SMA, Iwa tidak bisa langsung kuliah karena keterbatasan biaya.
Keterpurukan yang sempat dialami orangtuanya, justru memicu kreativitasnya. Pada 2005 anak keempat dari lima bersaudara ini mulai merintis usaha stick drum. Usaha yang berkaitan dengan perlengkapan alat musik pukul ini terinspirasi karena dirinya sempat berkecimpung di event organizer.
Hanya bermodalkan Rp200 ribu, usaha stick drum ini pun dimulai. "Pada awalnya hanya alat manual. Itu pun saya masih belajar bagaimana membuat stick drum," jelasnya.
Kayu yang digunakan mulanya sisa kerajinan orangtuanya yang tidak terpakai dan sebagian lagi membeli. Selama beberapa bulan, sekitar 200 pasang stick berhasil dijual ke Semarang, Yogyakarta, dan Solo. Stock drumnya ditawarkan ke studio musik dan toko-toko alat musik.
"Studio musik menjadi salah satu pasar, lantaran perlengkapan musik mereka biasanya disewakan tentu stick drumnya mengalami kerusakan," ujarnya. Harga yang dipatok untuk produk hasil buatannya adalah Rp10 ribu untuk sepasang stick drum.
Ternyata semakin lama permintaan semakin banyak hingga membuat usahanya semakin berkembang. Pesananpun semakin meluas dari sejumlah kota besar di Indonesia. Kualitas produk yang dihasilkan ternyata sampai ke telinga sejumlah drummer papan atas Indonesia.
Lantaran cocok mereka kini rata-rata setiap bulan memesan 30 pasang stick drum buatan Solobeat Drumstick Production. Tidak mau kehilangan pelanggan yang telah memiliki nama besar, maka pesanan tersebut dibuat agak khusus dengan harga Rp20 ribu untuk sepasang stick.
"Mereka sering manggung tetapi tidak mau sembarang memakai stick drum. Jadi mereka membawa sendiri," ungkapnya. Selain pasar dalam negeri Iwan membidik pasar internasional. Promosi melalui internet membuahkan hasil. Tahun 2011 lalu, sejumlah grup band asal Amerika Serikat, Venezuela, Puerto Rica, dan Kanada mulai memesan stick drum buatannya.
Bahkan di Venezuela, Iwa sudah memiliki jaringan yang siap memasarkan produk usahanya. Harga yang dibanderol adalah USD13 untuk sepasang stick termasuk ongkos kirim. "Mereka biasanya pesan satu lusin, dan dibayar dimuka," jelasnya.
Berkat ketekunannya, Iwan kini mampu menghasilkan omzet mencapai Rp20 juta perbulan. Jumlah karywannya pun bertambah dari yang awalnya dua kini bertambah menjadi lima. Berkat usahanya, pada 2008 kini Iwa bisa melanjutkan studinya ke Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. (ank)
()