Gas langka, pelaku usaha beralih ke ampas CPO
A
A
A
Sindonews.com - Kebutuhan gas industri di wilayah Medan, Sumatera Utara, yang belum bisa terpenuhi secara optimal, memaksa para pelaku industri sarung tangan karet di Medan saat ini memilih alternatif lain yakni menggunakan ampas kelapa sawit (crude palm oil/CPO) sebagai pengganti gas.
"Saat ini kebutuhan yang bisa terpenuhi baru 60 persen. Menyebabkan para pelaku usaha tersebut memakai ampas kelapa sawit. Di Medan sendiri tersisa delapan perusahaan sarung tangan karet yang awalnya 13 perusahaan,” ucapnya Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) sekaligus Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Sarung Tangan Karet Indonesia Ahmad Safiun, di Jakarta, Senin (9/1/2012).
Dirinya juga menambahkan, kebutuhan gas industri nasional adalah sekitar 750 mmscfd. Untuk pupuk 700 mmscfd. Kebutuhan manufaktur baru bisa terpenuhi 1.500 mmscfd.
Ahmad mengaku, para pengusaha tidak pernah mengeluhkan soal harga gas. Asalkan, kata dia, kebutuhan bisa terpenuhi hingga 100 persen. Pasalnya, hingga saat ini, kebutuhan baru bisa terpenuhi 60 persen.
“Berapa saja harganya kita oke. Skala persyaratannya dengan gas yang diekspor harus sama. Kebutuhan gas industri itu harus bisa terpenuhi 100 persen. Tapi sekarang masih 60 persen,” jelasnya.
Ahmad mengatakan, kebutuhan gas industri di wilayah Medan, Sumatera Utara, terancam tidak bisa terpenuhi dalam dua tahun mendatang. Kecuali kebutuhan itu bisa terpenuhi dengan adanya regasifikasi oleh PT Arun Natural Gas Liquefaction.
“Kebutuhan gas di Medan ngos-ngosan dalam dua tahun mendatang. Harapannya tipis. Sumbernya tidak ada. Masih menunggu regasifikasi Arun dari Tangguh atau Natuna ke Medan. Sekarang tahan dulu laparnya. 2016 kita baru bisa memenuhi kebutuhan gas,” kata Ahmad.
Namun, hal itu baru bisa terealisasi pada 2016 mendatang karena masih terkendala masalah infrastruktur yang menghambat distribusi gas.
“Untuk itu butuh waktu untuk membangun pipa untuk mendistribuskan gas. Selain infrastruktur, suplai gas bisa cukup karena ditahan ekspornya,” jelasnya. Hal tersebut, kata dia, bisa menurunkan daya saing industri. (ank)
"Saat ini kebutuhan yang bisa terpenuhi baru 60 persen. Menyebabkan para pelaku usaha tersebut memakai ampas kelapa sawit. Di Medan sendiri tersisa delapan perusahaan sarung tangan karet yang awalnya 13 perusahaan,” ucapnya Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) sekaligus Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Sarung Tangan Karet Indonesia Ahmad Safiun, di Jakarta, Senin (9/1/2012).
Dirinya juga menambahkan, kebutuhan gas industri nasional adalah sekitar 750 mmscfd. Untuk pupuk 700 mmscfd. Kebutuhan manufaktur baru bisa terpenuhi 1.500 mmscfd.
Ahmad mengaku, para pengusaha tidak pernah mengeluhkan soal harga gas. Asalkan, kata dia, kebutuhan bisa terpenuhi hingga 100 persen. Pasalnya, hingga saat ini, kebutuhan baru bisa terpenuhi 60 persen.
“Berapa saja harganya kita oke. Skala persyaratannya dengan gas yang diekspor harus sama. Kebutuhan gas industri itu harus bisa terpenuhi 100 persen. Tapi sekarang masih 60 persen,” jelasnya.
Ahmad mengatakan, kebutuhan gas industri di wilayah Medan, Sumatera Utara, terancam tidak bisa terpenuhi dalam dua tahun mendatang. Kecuali kebutuhan itu bisa terpenuhi dengan adanya regasifikasi oleh PT Arun Natural Gas Liquefaction.
“Kebutuhan gas di Medan ngos-ngosan dalam dua tahun mendatang. Harapannya tipis. Sumbernya tidak ada. Masih menunggu regasifikasi Arun dari Tangguh atau Natuna ke Medan. Sekarang tahan dulu laparnya. 2016 kita baru bisa memenuhi kebutuhan gas,” kata Ahmad.
Namun, hal itu baru bisa terealisasi pada 2016 mendatang karena masih terkendala masalah infrastruktur yang menghambat distribusi gas.
“Untuk itu butuh waktu untuk membangun pipa untuk mendistribuskan gas. Selain infrastruktur, suplai gas bisa cukup karena ditahan ekspornya,” jelasnya. Hal tersebut, kata dia, bisa menurunkan daya saing industri. (ank)
()