Berbekal kemauan keras, sukses berbisnis mesin antrean
A
A
A
Sindonews.com - Beberapa kali menghadapi kendala di awal usaha, Theodosius membuktikan bisnisnya bisa maju dan berkembang. Keberhasilan itu mendapat pengakuan melalui dua penghargaan di ajang Wirausaha Muda Mandiri 2010, yakni Pemenang Terinovatif dan Pemenang II Kategori Mahasiswa Pascasarjana & Alumni Bidang Usaha Kreatif.
Theo, begitu dia kerap disapa, mendapatkan kedua penghargaan tersebut dari upayanya yang gigih mengelola perusahaan yang bergerak di bidang solusi sistem elektronik, Newtronic Solution (NS).
Perusahaan ini memberikan pelayanan untuk menciptakan sistem baru maupun menambah fitur pada sistem yang sudah ada (embedded system) sehingga didapat nilai tambah yang lebih baik.
Di ruang kerja, Jalan Cimanuk 5A,Kota Bandung,Jawa Barat, Theo memperkenalkan berbagai produk solusi sistem elektronik yang diciptakan. ”Mesin antrean, pencatat kurs, penghitung kupon, pencatat jadwal salat, megatron LED, CCTV dengan banyak aplikasi, dan lain-lain. Semuanya memang adaptif dari produk impor, kecuali mesin antrean ini,” ujar Theo menunjukkan sebuah mesin yang sedang dikerjakan teknisi.
Mesin antrean tersebut merupakan produk unggulan NS. Mesin ini dipakai ratusan perusahaan klien dengan banyak jenis aplikasi setiap tahunnya. Theo merintis usahanya dari sebuah ruang berukuran 3 x 3 meter. Bersama Jozep Stephanus rekannya, dia pertama kali menciptakan mesin antrean saat menganggur setelah lulus kuliah dari Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB). Dia menceritakan, tawaran dari sebuah agen maskapai penerbangan membuka peluang bisnisnya yang pertama.
”Kami aktif dikomunitas pencinta elektro yang kemudian ditawari untuk membuat mesin antrean, sejak itulah kami meriset dan membuat mesin pertama,” kata Theo.
Namun, debut bisnis mesin antrean tersebut tidak mulus. Hampir setiap hari selama empat bulan NS dihubungi untuk memperbaiki kerusakan pada mesin itu. Bagi Theo, berulang kali membetulkan mesin tersebut mengajarkan banyak hal. Dirinya mengetahui lebih dalam seluk beluk mesin antrean.
”Dari sana kami menyadari, customer loyal bukan karena produknya saja, melainkan reaksi positif yang mereka terima dari kami,” kenang anak sulung dari tiga bersaudara ini.
Demi mengembangkan usaha, Theo kemudian menawarkan produk mesin antrean tersebut ke sejumlah perusahaan. Mengandalkan modal yang berkisar Rp30 juta–50 juta hasil mengajar les privat siswa SMA dan bisnis kaos ketika kuliah, dia berharap mesin antrean itu dapat terjual.
Namun upaya itu tidak berjalan sesuai harapan.Di tengah modal yang makin tergerus, pesanan tak kunjung datang. ”Dengan modal itu,kami hanya mampu mengongkosi proposal, belum bisa membuat barang jadi.Apalagi pengalaman juga baru satu kali,”katanya.
Bukan hanya dipaksa untuk memutar otak, tantangan lain juga harus diterima Theo.Tak kurang dari empat bulan setelah lulus kuliah, dia kerap mendapat cibiran dari temanteman kuliah seangkatannya yang rata-rata sudah bekerja dan berpenghasilan tinggi.
Namun Theo tak menyerah. Bersama Jozep dia menyiasati usahanya yang lesu dengan membuat produk yang lebih murah demi menyambung hidup. Dia menciptakan RPM-meter yang dijual ke bengkel-bengkel. Belajar dari pengalaman menjual mesin antrean yang mendapat tanggapan kurang baik,Theo memperluas pemasaran ke luar Jawa,di antaranya Aceh, Kepulauan Riau, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali.
Dia menjawab cibiran itu dengan kerja keras untuk menghasilkan produk lebih baik. Kerja kerasnya menuai hasil.Omzet NS kini meningkat dari hasil penjualan mesin antrean yang dibanderol dengan harga puluhan juta per unit. Ruang kerja yang awalnya kecil kini juga semakin luas. Lantai atas bangunan yang ditempati sebagai kantor kini menjelma menjadi workshop.
”Walaupun ada plus minusnya di antara bekerja sebagai pegawai dan entrepreneur, saya merasa lebih suka berwirausaha. Pegawai memang jelas jam kerja dan gaji setiap bulannya, tapi menjadi wirausaha bisa mengekspresikan apa yang kita inginkan sesungguhnya,” tutur pria kelahiran Pati, Jawa Tengah, 11 April 1983 ini.
Meski terlihat mudah, dia menyatakan, sebagai wirausaha dirinya harus memikul beban maju mundurnya perusahaan di tangannya sendiri. Keikutsertaan pada ajang Wirausaha Muda Mandiri (WMM) diakui Theo sangat bermanfaat dalam pengembangan usahanya.
Sejak itu, bersama finalis lainnya dia mendapat kesempatan mengikuti pameran dan berbagai pelatihan serta seminar wirausaha.Pada 19–22 Januari 2012 nanti pun ia bersama ratusan binaan Bank Mandiri lainnya diikutsertakan dalam Expo Wirausaha Muda Mandiri yang akan digelar di Assembly Hall Jakarta Convention Center.
”Meskipun sudah berwirausaha sejak kecil, saya tidak tahu cara memanajemen bisnis yang baik. Di WMM saya banyak diberi pelatihan dan pelajaran tentang cara agar perusahaan kita menjadi world class. Misalnya, tata administrasi yang sering saya abaikan, cara memperlakukan klien dan yang terpenting adalah people, bagaimana membangun karakter orang di dalam perusahaan. Itu sangat berguna untuk diterapkan di perusahaan,”tuturnya. Dia pun mengungkapkan banyak motivasi dan pelajaran untuk melakukan banyak perubahan di hidupnya selama mengikuti pelatihan dari Bank Mandiri tersebut.
Theo optimistis masa depan bisnis elektro digital di Indonesia kian cerah.Terlebih, desain orang Indonesia sesungguhnya sangat bagus dan tidak kalah dibandingkan dengan karya desainer asing.Tantangannya adalah mempertahankan eksistensi dan kreativitas sekaligus mencari ide-ide baru yang lebih segar dan lebih baik dari sebelumnya.
”Sesuai dengan falsafah hidup saya,kerjakanlah untuk membuat mimpi-mimpi menjadi nyata, jangan diam saja karena tidak akan menghasilkan apa pun,” tegasnya.
Theo, begitu dia kerap disapa, mendapatkan kedua penghargaan tersebut dari upayanya yang gigih mengelola perusahaan yang bergerak di bidang solusi sistem elektronik, Newtronic Solution (NS).
Perusahaan ini memberikan pelayanan untuk menciptakan sistem baru maupun menambah fitur pada sistem yang sudah ada (embedded system) sehingga didapat nilai tambah yang lebih baik.
Di ruang kerja, Jalan Cimanuk 5A,Kota Bandung,Jawa Barat, Theo memperkenalkan berbagai produk solusi sistem elektronik yang diciptakan. ”Mesin antrean, pencatat kurs, penghitung kupon, pencatat jadwal salat, megatron LED, CCTV dengan banyak aplikasi, dan lain-lain. Semuanya memang adaptif dari produk impor, kecuali mesin antrean ini,” ujar Theo menunjukkan sebuah mesin yang sedang dikerjakan teknisi.
Mesin antrean tersebut merupakan produk unggulan NS. Mesin ini dipakai ratusan perusahaan klien dengan banyak jenis aplikasi setiap tahunnya. Theo merintis usahanya dari sebuah ruang berukuran 3 x 3 meter. Bersama Jozep Stephanus rekannya, dia pertama kali menciptakan mesin antrean saat menganggur setelah lulus kuliah dari Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB). Dia menceritakan, tawaran dari sebuah agen maskapai penerbangan membuka peluang bisnisnya yang pertama.
”Kami aktif dikomunitas pencinta elektro yang kemudian ditawari untuk membuat mesin antrean, sejak itulah kami meriset dan membuat mesin pertama,” kata Theo.
Namun, debut bisnis mesin antrean tersebut tidak mulus. Hampir setiap hari selama empat bulan NS dihubungi untuk memperbaiki kerusakan pada mesin itu. Bagi Theo, berulang kali membetulkan mesin tersebut mengajarkan banyak hal. Dirinya mengetahui lebih dalam seluk beluk mesin antrean.
”Dari sana kami menyadari, customer loyal bukan karena produknya saja, melainkan reaksi positif yang mereka terima dari kami,” kenang anak sulung dari tiga bersaudara ini.
Demi mengembangkan usaha, Theo kemudian menawarkan produk mesin antrean tersebut ke sejumlah perusahaan. Mengandalkan modal yang berkisar Rp30 juta–50 juta hasil mengajar les privat siswa SMA dan bisnis kaos ketika kuliah, dia berharap mesin antrean itu dapat terjual.
Namun upaya itu tidak berjalan sesuai harapan.Di tengah modal yang makin tergerus, pesanan tak kunjung datang. ”Dengan modal itu,kami hanya mampu mengongkosi proposal, belum bisa membuat barang jadi.Apalagi pengalaman juga baru satu kali,”katanya.
Bukan hanya dipaksa untuk memutar otak, tantangan lain juga harus diterima Theo.Tak kurang dari empat bulan setelah lulus kuliah, dia kerap mendapat cibiran dari temanteman kuliah seangkatannya yang rata-rata sudah bekerja dan berpenghasilan tinggi.
Namun Theo tak menyerah. Bersama Jozep dia menyiasati usahanya yang lesu dengan membuat produk yang lebih murah demi menyambung hidup. Dia menciptakan RPM-meter yang dijual ke bengkel-bengkel. Belajar dari pengalaman menjual mesin antrean yang mendapat tanggapan kurang baik,Theo memperluas pemasaran ke luar Jawa,di antaranya Aceh, Kepulauan Riau, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali.
Dia menjawab cibiran itu dengan kerja keras untuk menghasilkan produk lebih baik. Kerja kerasnya menuai hasil.Omzet NS kini meningkat dari hasil penjualan mesin antrean yang dibanderol dengan harga puluhan juta per unit. Ruang kerja yang awalnya kecil kini juga semakin luas. Lantai atas bangunan yang ditempati sebagai kantor kini menjelma menjadi workshop.
”Walaupun ada plus minusnya di antara bekerja sebagai pegawai dan entrepreneur, saya merasa lebih suka berwirausaha. Pegawai memang jelas jam kerja dan gaji setiap bulannya, tapi menjadi wirausaha bisa mengekspresikan apa yang kita inginkan sesungguhnya,” tutur pria kelahiran Pati, Jawa Tengah, 11 April 1983 ini.
Meski terlihat mudah, dia menyatakan, sebagai wirausaha dirinya harus memikul beban maju mundurnya perusahaan di tangannya sendiri. Keikutsertaan pada ajang Wirausaha Muda Mandiri (WMM) diakui Theo sangat bermanfaat dalam pengembangan usahanya.
Sejak itu, bersama finalis lainnya dia mendapat kesempatan mengikuti pameran dan berbagai pelatihan serta seminar wirausaha.Pada 19–22 Januari 2012 nanti pun ia bersama ratusan binaan Bank Mandiri lainnya diikutsertakan dalam Expo Wirausaha Muda Mandiri yang akan digelar di Assembly Hall Jakarta Convention Center.
”Meskipun sudah berwirausaha sejak kecil, saya tidak tahu cara memanajemen bisnis yang baik. Di WMM saya banyak diberi pelatihan dan pelajaran tentang cara agar perusahaan kita menjadi world class. Misalnya, tata administrasi yang sering saya abaikan, cara memperlakukan klien dan yang terpenting adalah people, bagaimana membangun karakter orang di dalam perusahaan. Itu sangat berguna untuk diterapkan di perusahaan,”tuturnya. Dia pun mengungkapkan banyak motivasi dan pelajaran untuk melakukan banyak perubahan di hidupnya selama mengikuti pelatihan dari Bank Mandiri tersebut.
Theo optimistis masa depan bisnis elektro digital di Indonesia kian cerah.Terlebih, desain orang Indonesia sesungguhnya sangat bagus dan tidak kalah dibandingkan dengan karya desainer asing.Tantangannya adalah mempertahankan eksistensi dan kreativitas sekaligus mencari ide-ide baru yang lebih segar dan lebih baik dari sebelumnya.
”Sesuai dengan falsafah hidup saya,kerjakanlah untuk membuat mimpi-mimpi menjadi nyata, jangan diam saja karena tidak akan menghasilkan apa pun,” tegasnya.
()