Soal konversi BBM, Pemerintah buru-buru!

Jum'at, 13 Januari 2012 - 15:36 WIB
Soal konversi BBM, Pemerintah buru-buru!
Soal konversi BBM, Pemerintah buru-buru!
A A A
Sindonews.com – Kebijakan pemerintah untuk melakukan pembatasan BBM bersubsidi dengan mengkonversikan ke BBG mulai April mendatang dinilai sebagai langkah yang terburu-buru dan tanpa perencanaan yang matang.

"Ini hanya reaktif saja, sebaiknya pemerintah memulai dengan menyiapkan Blueprint Energy,” ujar Anggota Komisi Energi Nasional DPR RI Mardani dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat (13/1/2012).

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan bahwa pemerintah telah siap dengan pelaksanaan konversi BBM ke BBG, bahkan telah menyiapkan anggarannya untuk pembangunan SPBG dan infrastruktur lainnya. DPR meragukan kesiapan pemerintah ini karena terkesan mendadak dan terburu-buru.

Apalagi dalam pembahasan RAPBN 2012 beberapa waktu yang lalu, isu perubahan kebijakan energi dari BBM ke BBG tidak menjadi fokus pembahasan antara Pemerintah dan DPR RI, sehingga bagaimana mungkin tiba-tiba pemerintah menyatakan kesiapannya dengan kebijakan ini dan dengan anggarannya.

Pemerintah dinilai panik dan tidak memiliki solusi yang sistematis untuk mengatasi terjadinya overquota BBM subsisdi yang terjadi setiap tahun. Apalagi saat ini desakan masyarakat sangat besar agar pemerintah segera menata masalah kebijakan energi ini. Karenanya siapkanlah secara matang dan melibatkan semua stakeholder termasuk DPR RI, pemerintah jangan bertindak sembrono.

“Kita (DPR) siap dan punya waktu yang cukup kok untuk membahas kebijakan ini ke depan. Penyesuaian anggaran untuk melaksanakan kebijakan ini bisa kita lakukan pada pembahasan APBN Perubahan 2012 nantinya. Yang kami inginkan adalah menyiapkan kebijakan ini secara matang dan berpihak pada kesejahteraan rakyat,” tambahnya.

Kebijakan subsidi BBM yang dilaksanakan pemerintah selama dianggap gagal karena lebih banyak subsidi tersebut jatuh kepada orang kaya, misalnya melalui penggunaann BBM bersubsidi premium yang diberikan kepada pengguna kendaraan pribadi yang pada tahun 2011 mencapai 25,49 juta kiloliter. Sementara sebagian besar masyarakat bawah yang tidak memiliki kendaraan pribadi tidak dapat menikmati subsidi ini.

“Kami minta agar pemerintah membuat Blueprint Energy terlebih dahulu. Blueprint Energy ini harus meliputi pemetaan demand energi seperti kebutuhan untuk transportasi, rumah tangga, industri dan lain-lain dan dan diklasifikasikan. Di sisi suplai juga, pemerintah juga harus berhitung dengan matang dan berfikir untuk kepentingan bangsa ini ke depan,” imbuh Mardani.

Bayangkan, supply produksi Indonesia untuk gas 1.5 juta barrel setara minyak dan 930 ribu barel minyak. Sayangnya, Indonesia justru impor minyak dengan harga mahal karena kebutuhan kita 1,4 juta barel per hari dan mengekspor gas 780 ribu barel setara minyak dengan harga murah.

“Jika saja pemerintah cerdas dan berani serta benar-benar berpikir untuk kesejahteraan rakyat, maka tidak kurang dari igRp79 triliun devisa dapat diselamatkan. Dan, pada saat yang sama kita akan mendapat tambahan PDB lebih dari tiga persen karena turunnya harga energi kita, sehingga harga produk barang dan jasa semakin murah dan menjadikan kita semakin kompetitif. Lebih dari itu, pertumbuhan ekonomi akan meningkat dan lapangan kerja tersedia lebih banyak," tandasnya.
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5393 seconds (0.1#10.140)