PT DI bangun prototipe pabrik converter kit
A
A
A
Sindonews.com - Setelah ditunjuk sebagai koordinator pengadaan converter kit, PT Dirgantara Indonesia (PT DI) segera membangun prototipe pabrik. Pabrik dengan production line converter kit tersebut akan menjadi percontohan BUMN dan kalangan swasta yang nantinya akan terlibat pada produksi alat pengubah gas menjadi panas.
Dengan demikian, alur produksi converter kit serta jaminan mutu produk sesuai dengan standardisasi PT Dirgantara Indonesia. Menurut Direktur Teknologi PT DI Eka Wahyono, tugas PT DI ada pada pengadaan converter kit yaitu sebagai perusahaan yang membuat rancang bangun, prototipe, serta sertifikasi produk.
”Kami harus memiliki prototipe pabrik converter kit sesuai dengan desain, jaminan mutu, dan kelayakan untuk acuan perusahaan lainnya,” jelas Eka ketika ditemui di kawasan industri PT DI, Kota Bandung, kemarin.
Dia menyebutkan, untuk membangun pabrik tersebut, PT DI setidaknya membutuhkan dana antara Rp30-50 miliar. Namun demikian, dana tersebut akan disesuaikan dengan kapasitas pabrik yang dikehendaki pemerintah. Eka menjamin, prototipe pabrik tersebut tidak akan memproduksi converter kit secara massal. Karena produksi converter kit, setidaknya butuh 15 production line lainnya. Kalaupun terlibat, pabrik tersebut hanya menyokong komponen kecil seperti silinder dan cup.
”Pembangunan pabrik secepatnya kami lakukan. Tapi kami akan menunggu kontrak yang akan diajukan pemerintah. Baru proyek tersebut bisa dimulai,” timpal dia.
Sementara itu, Program Manager BBG PT DI Achmad Saichu menjelaskan, PT DI telah menyiapkan rancang bangun serta prototipe converter kit untuk menunjang program konvensi BBM ke BBG. Program tersebut telah dimulai sejak Juni 2011 dan rampung selama empat bulan.
”Proses rancang bangun kami mulai dari konsep, desain, hingga uji coba. Proses tersebut telah kami lakukan,” jelas dia.
Bahkan, produk tersebut telah di uji cobakan sejak November 2011 lalu. Di mana, PT DI memproduksi 500 buah converter kit. Sebanyak 200 converter kit didistribusikan ke Palembang dan 300 lainnya untuk wilayah Jakarta. Converter kit tersebut, sebagian besar komponennya mengandalkan produk impor. Seperti multy valve, reduser, injektor, filter, ecu, dan lainnya. Sementara tabung gas, diproduksi di dalam negeri.
Dia mengakui, tabung penyimpan gas pada komponen converter kit dibuat mengikuti standar kelayakan pesawat terbang, yaitu disesuaikan dengan tekanan atmosfer. Tabung tersebut, dirancang tahan terhadap tekanan 200 bar atau setara dengan 200 tekanan atmosfer.
Bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi tabung tersebut yaitu fiberglass, karbon, dan high dencity poly etily (HDPE). Fiberglass dipakai untuk pelapis bagian luar. Serat karbon anyam, dipakai pada dinding kedua tabung, menyatu dengan HDPE. Penyatuan serat karbon dan HDPE menghasilkan materi kenyal dan kuat yang mampu menahan tekanan gas.
”Tabung tersebut baru bisa bocor bila tekanan gas mencapai 400-500 bar. Kebocoran tersebut pun, tidak serta merta menyebabkan tabung meledak. Karena serat karbon dan HDPE mampu menahan pelebaran retakan atau kebocoran pada gas,” beber Achmad.
Kalaupun ada percikan api di sekitar tabung yang bocor, tidak serta merta menimbulkan ledakan. Tapi, api akan menyala sesuai alur kebocoran gas seperti korek api berbahan aftur.
”Makanya hampir 60 persen cost produksi converter kit ada pada tabung. Itu karena komponennya cukup mahal,” timpal dia.
Ketika ditanya jaminan kualitas komponen impor yang akan dipakai pada converter kit, dia yakin kualitasnya memadai. Komponen tersebut biasa dipakai pada mobil mewah di daratan Eropa. Mobil tersebut telah diakui kualitas dan jaminan mutu produknya.
Kendati converter kit dijadikan sebagai alat konvensi BBM ke BBG, kendaraan yang menggunakan converter kit tetap membutuhkan BBM. Fungsi BBM sebagai pemasok energi saat kendaraan distarter. Juga sebagai bahan bakar alternatif ketika BBG habis.
”Sistem pada converter kit akan mengatur secara otomatis, kapan kendaraan menggunakan BBM dan gas,” jelas Menteri BUMN Dahlan Iskan.
Namun demikian, penggunaan BBM tidak akan banyak. Sebab, sifatnya alternatif. Sebagaimana komponen kendaraan pada umumnya, converter kit tetap membutuhkan servis berkala. Setidaknya, untuk converter yang mampu bertahan 15 tahun, harus diservis pada pemakaian 5.000 km, 10.000 km, dan 30.000 km, begitu seterusnya.
”Perawatan tetap harus dilakukan. Itu untuk menjamin semua komponen converter kit masih laik dan berfungsi sebagaimana mestinya,” tambah Program Manager BBG PT DI Achmad Saichu.
Karena itu, bila program tersebut telah berjalan, setidaknya harus ada bengkel yang menangani servis khusus converter kit. (bro)
Dengan demikian, alur produksi converter kit serta jaminan mutu produk sesuai dengan standardisasi PT Dirgantara Indonesia. Menurut Direktur Teknologi PT DI Eka Wahyono, tugas PT DI ada pada pengadaan converter kit yaitu sebagai perusahaan yang membuat rancang bangun, prototipe, serta sertifikasi produk.
”Kami harus memiliki prototipe pabrik converter kit sesuai dengan desain, jaminan mutu, dan kelayakan untuk acuan perusahaan lainnya,” jelas Eka ketika ditemui di kawasan industri PT DI, Kota Bandung, kemarin.
Dia menyebutkan, untuk membangun pabrik tersebut, PT DI setidaknya membutuhkan dana antara Rp30-50 miliar. Namun demikian, dana tersebut akan disesuaikan dengan kapasitas pabrik yang dikehendaki pemerintah. Eka menjamin, prototipe pabrik tersebut tidak akan memproduksi converter kit secara massal. Karena produksi converter kit, setidaknya butuh 15 production line lainnya. Kalaupun terlibat, pabrik tersebut hanya menyokong komponen kecil seperti silinder dan cup.
”Pembangunan pabrik secepatnya kami lakukan. Tapi kami akan menunggu kontrak yang akan diajukan pemerintah. Baru proyek tersebut bisa dimulai,” timpal dia.
Sementara itu, Program Manager BBG PT DI Achmad Saichu menjelaskan, PT DI telah menyiapkan rancang bangun serta prototipe converter kit untuk menunjang program konvensi BBM ke BBG. Program tersebut telah dimulai sejak Juni 2011 dan rampung selama empat bulan.
”Proses rancang bangun kami mulai dari konsep, desain, hingga uji coba. Proses tersebut telah kami lakukan,” jelas dia.
Bahkan, produk tersebut telah di uji cobakan sejak November 2011 lalu. Di mana, PT DI memproduksi 500 buah converter kit. Sebanyak 200 converter kit didistribusikan ke Palembang dan 300 lainnya untuk wilayah Jakarta. Converter kit tersebut, sebagian besar komponennya mengandalkan produk impor. Seperti multy valve, reduser, injektor, filter, ecu, dan lainnya. Sementara tabung gas, diproduksi di dalam negeri.
Dia mengakui, tabung penyimpan gas pada komponen converter kit dibuat mengikuti standar kelayakan pesawat terbang, yaitu disesuaikan dengan tekanan atmosfer. Tabung tersebut, dirancang tahan terhadap tekanan 200 bar atau setara dengan 200 tekanan atmosfer.
Bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi tabung tersebut yaitu fiberglass, karbon, dan high dencity poly etily (HDPE). Fiberglass dipakai untuk pelapis bagian luar. Serat karbon anyam, dipakai pada dinding kedua tabung, menyatu dengan HDPE. Penyatuan serat karbon dan HDPE menghasilkan materi kenyal dan kuat yang mampu menahan tekanan gas.
”Tabung tersebut baru bisa bocor bila tekanan gas mencapai 400-500 bar. Kebocoran tersebut pun, tidak serta merta menyebabkan tabung meledak. Karena serat karbon dan HDPE mampu menahan pelebaran retakan atau kebocoran pada gas,” beber Achmad.
Kalaupun ada percikan api di sekitar tabung yang bocor, tidak serta merta menimbulkan ledakan. Tapi, api akan menyala sesuai alur kebocoran gas seperti korek api berbahan aftur.
”Makanya hampir 60 persen cost produksi converter kit ada pada tabung. Itu karena komponennya cukup mahal,” timpal dia.
Ketika ditanya jaminan kualitas komponen impor yang akan dipakai pada converter kit, dia yakin kualitasnya memadai. Komponen tersebut biasa dipakai pada mobil mewah di daratan Eropa. Mobil tersebut telah diakui kualitas dan jaminan mutu produknya.
Kendati converter kit dijadikan sebagai alat konvensi BBM ke BBG, kendaraan yang menggunakan converter kit tetap membutuhkan BBM. Fungsi BBM sebagai pemasok energi saat kendaraan distarter. Juga sebagai bahan bakar alternatif ketika BBG habis.
”Sistem pada converter kit akan mengatur secara otomatis, kapan kendaraan menggunakan BBM dan gas,” jelas Menteri BUMN Dahlan Iskan.
Namun demikian, penggunaan BBM tidak akan banyak. Sebab, sifatnya alternatif. Sebagaimana komponen kendaraan pada umumnya, converter kit tetap membutuhkan servis berkala. Setidaknya, untuk converter yang mampu bertahan 15 tahun, harus diservis pada pemakaian 5.000 km, 10.000 km, dan 30.000 km, begitu seterusnya.
”Perawatan tetap harus dilakukan. Itu untuk menjamin semua komponen converter kit masih laik dan berfungsi sebagaimana mestinya,” tambah Program Manager BBG PT DI Achmad Saichu.
Karena itu, bila program tersebut telah berjalan, setidaknya harus ada bengkel yang menangani servis khusus converter kit. (bro)
()