Petani dorong penggunaan bibit sawit bersertifikat
A
A
A
Sindonews.com - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mendorong penggunaan bibit kelapa sawit bersertifikat. Langkah itu dilakukan guna menekan peredaran bibit palsu tidak bersertifikat yang selama ini banyak digunakan oleh para petani secara bertahap.
Contohnya di Aceh, penggunaan bibit tak bersertifikat pada tahun lalu mencapai 3 juta butir. Meski dari sisi harga kedua jenis bibit itu sama, namun kualitasnya sangat berbeda.
Dengan menggunakan bibit bersertifikat, maka produktivitas kelapa sawit bisa meningkat, yakni dari sebelumnya hanya 20-25 tandan buah segar (TBS) per hektare (ha) per tahun, bisa menjadi 30-35 TBS per ha per tahun.
“Harganya bibit itu sama, yakni Rp6.000-8.000 per butir. Tapi, kualitasnya berbeda. Dengan menggunakan bibit bersertifikat, maka para petani bisa meningkatkan produktivitas lahan dan tanamanya dengan baik,” kata Sekjen Dewan Pimpinan Pusat Apkasindo Asmar Arsjad di Jakarta, Senin (16/1/2012).
Dia menjelaskan, pihaknya akan memberikan pelatihan kepada para petani untuk menggunakan bibit baru yang bersertifikat. Untuk itu, dirinya berharap, pemerintah mau berpartisipasi dalam melakukan pelatihan itu.
“Selama ini pemerintah diam saja. Kami berharap mereka bisa membantu dalam memberikan pelatihan kepada para petani soal good agriculture practice (GAP),” jelasnya.
Dia menargetkan, penggunaan bibit bersertifikat sudah bisa dilakukan di sejumlah lahan sawit di daerah, seperti Kalimantan Timur, Riau, Lampung, Kalimantan Tengah, dan Papua.
“Tahun ini kami targetkan penggunaan bibit baru di delapan daerah. Terutama di kawasan Indonesia bagian timur,” ucapnya.
Selain penggunaan bibit tak bersertifikat, Asmar mengatakan, dua hal yang masih akan menghambat industri sawit nasional pada tahun ini adalah moratorium lahan dan penerapan bea keluar sawit.
“Moratorium sampai saat ini masih tidak jelas kemana arahnya. Sedangkan untuk bea keluar, kami masih berharap pemerintah mau mengembalikannya ke petani atau bagian hulu,” tegasnya.
Sementara, dia optimistis, ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) tidak akan terhambat meski dihantui krisis Eropa dan Amerika Serikat (AS). “Pasar lainnya masih besar dan terbuka, seperti China, India, Rusia, dan Spanyol. Jadi kami optimis,” jelasnya.
Terkait produksi, dia memperkirakan, akan meningkat 5-10 persen pada tahun ini. “Panen mungkin akan terjadi pada tahun ini, seperti di Medan dan daerah lainnya,” tandasnya. (ank)
Contohnya di Aceh, penggunaan bibit tak bersertifikat pada tahun lalu mencapai 3 juta butir. Meski dari sisi harga kedua jenis bibit itu sama, namun kualitasnya sangat berbeda.
Dengan menggunakan bibit bersertifikat, maka produktivitas kelapa sawit bisa meningkat, yakni dari sebelumnya hanya 20-25 tandan buah segar (TBS) per hektare (ha) per tahun, bisa menjadi 30-35 TBS per ha per tahun.
“Harganya bibit itu sama, yakni Rp6.000-8.000 per butir. Tapi, kualitasnya berbeda. Dengan menggunakan bibit bersertifikat, maka para petani bisa meningkatkan produktivitas lahan dan tanamanya dengan baik,” kata Sekjen Dewan Pimpinan Pusat Apkasindo Asmar Arsjad di Jakarta, Senin (16/1/2012).
Dia menjelaskan, pihaknya akan memberikan pelatihan kepada para petani untuk menggunakan bibit baru yang bersertifikat. Untuk itu, dirinya berharap, pemerintah mau berpartisipasi dalam melakukan pelatihan itu.
“Selama ini pemerintah diam saja. Kami berharap mereka bisa membantu dalam memberikan pelatihan kepada para petani soal good agriculture practice (GAP),” jelasnya.
Dia menargetkan, penggunaan bibit bersertifikat sudah bisa dilakukan di sejumlah lahan sawit di daerah, seperti Kalimantan Timur, Riau, Lampung, Kalimantan Tengah, dan Papua.
“Tahun ini kami targetkan penggunaan bibit baru di delapan daerah. Terutama di kawasan Indonesia bagian timur,” ucapnya.
Selain penggunaan bibit tak bersertifikat, Asmar mengatakan, dua hal yang masih akan menghambat industri sawit nasional pada tahun ini adalah moratorium lahan dan penerapan bea keluar sawit.
“Moratorium sampai saat ini masih tidak jelas kemana arahnya. Sedangkan untuk bea keluar, kami masih berharap pemerintah mau mengembalikannya ke petani atau bagian hulu,” tegasnya.
Sementara, dia optimistis, ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) tidak akan terhambat meski dihantui krisis Eropa dan Amerika Serikat (AS). “Pasar lainnya masih besar dan terbuka, seperti China, India, Rusia, dan Spanyol. Jadi kami optimis,” jelasnya.
Terkait produksi, dia memperkirakan, akan meningkat 5-10 persen pada tahun ini. “Panen mungkin akan terjadi pada tahun ini, seperti di Medan dan daerah lainnya,” tandasnya. (ank)
()