Apindo: Pabrik di Bekasi jangan direlokasi

Jum'at, 20 Januari 2012 - 18:26 WIB
Apindo: Pabrik di Bekasi...
Apindo: Pabrik di Bekasi jangan direlokasi
A A A


Sindonews.com - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan agar perusahaan-perusahaan asing yang berlokasi di Bekasi, Jawa Barat, tidak merelokasi pabriknya ke negara lain setelah terjadi demonstrasi buruh.

Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi mengatakan, pihaknya telah membahas solusi tersebut dengan duta besar negara asal perusahaan asing yang berlokasi di Bekasi.

Dia mengaku, pemerintah daerah seperti Sukabumi, Jawa Barat dan Semarang, Jawa Tengah telah memberikan jaminan seperti pasokan energi dan upah buruh kepada perusahaan-perusahaan asing yang mau merelokasi pabriknya. Bahkan, upah buruh di daerah-daerah itu lebih murah dibandingkan Bekasi.

Menurutnya, perusahaan-perusahaan asing yang terkena imbas demonstrasi buruh antara lain adalah Epson, Samsung, dan Unilever.

“Saya sudah difasilitasi oleh menteri tenaga kerja untuk ketemu gubernur Bekasi. Gubernur Bekasi melihat itu tidak terlalu banyak soal lalu meminta kepala Dinas Tenaga Kerja untuk bicara dengan buruh. Tapi, tidak berhasil sehingga chaos terjadi dan ditunggangi preman-preman. Maka tutuplah enam pabrik Unilever. Setelah Imlek baru akan buka lagi. Epson dan Samsung juga dirusak pabriknya,” kata Sofjan.

Hingga saat ini, Sofjan mengaku, pihaknya masih berupaya untuk membujuk perusahaan-perusahaan asing agar tidak merelokasi pabriknya ke negara lain.

“Ada sekitar 10 perusahaan labour industry terutama alas kaki yang masih menahan pabriknya di Bekasi,” ucapnya.

Sofjan berharap, pemerintah bisa menjamin adanya ketegasan hukum di Indonesia. Sehingga, tidak menghambat arus investasi yang masuk.

“Upah buruh di Kamboja USD50 per bulan selama lima tahun tidak berubah. Myanmar lebih murah, USD40-50 per bulan. Kita USD200. Hampir sama dengan China,” ujarnya.

Apindo tetap menawarkan peluang untuk membahas kembali UMR di Bekasi. Yakni, skim tertentu untuk golongan tertentu. Skim tersebut, diyakini jauh lebih tinggi dari angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Sofjan mengatakan, skim itu bukan untuk kepentingan industri besar, tapi demi pelaku usaha skala UKM.

“Kalau yang besar-besar saya tidak perlu bela. Mereka bahkan sanggup dan sudah membayar lebih tinggi dari situ. Skim kenaikan 10, 15, dan 20% ini sudah win-win solution,” tuturnya.

Dalam skim tersebut, Apindo mengusulkan, UMR Bekasi tahun 2012 untuk kelompok UMK naik 10% menjadi Rp1,41 juta. Sedangkan SK Gubernur menetapkan, kenaikan 15,97% menjadi Rp1,49 juta.

Untuk Kelompok II, kenaikan diusulkan sebesar 15% menjadi Rp1,58 juta. Sedangkan, SK Gubernur menetapkan kenaikan 24,64% menjadi Rp1,71 juta.

Sementara itu, untuk kelompok III diusulkan kenaikan 20% menjadi Rp1,69 juta. Sedangkan, SK Gubernur menetapkan, kenaikan 30,81% menjadi Rp1,84 juta.

Hal senada diungkapkan oleh Sekretaris Umum Apindo Suryadi Sasmita. “Apindo tetap mempromosikan kepada duta besar asing yang bertanya soal ini. Kami promosikan daerah lain yang aman dan kondusif untuk investasi sehingga mereka tidak merelokasi ke luar negeri,” paparnya.

Dia menjelaskan, selain merelokasi ke daerah lain, solusi lainnya adalah merevisi Undang-Undang nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, pemerintah menghormati dan menerima semua keputusan anggota Dewan Pengupahan, serta memperbaiki struktur gaji dan sistem pengupahan yang selama ini belum adil.

“Sekarang sistem pengupahan sangat tidak adil. Lulusan S1 terima upah minimum provinsi (UMP) sama dengan orang yang membersihkan toilet. Orang kerja baru dan kerja lama gajinya sama saja. Sistem yang baik adalah dapat gaji atau bonus sesuai kemampuan dan kontribusi,” tegasnya.

Sementara, Ketua bidang Pengupahan dan Jaminan Sosial Apindo Hariyadi B Sukamdani mengatakan, demonstrasi buruh tersebut berpotensi menyebabkan kerugian ekspor dari kawasan Bekasi sekitar USD2 miliar.

“Soal kerugian belum tahu angka tepatnya. Tapi dihitung saja, dari potensi ekspor di kawasan itu ada USD2 miliar per tahun. Sedangkan eksportir saat ini sangat mementingkan ketepatan waktu. Kalau terganggu sedikit saja, bayangkan potensial lost-nya,” kata Hariyadi.

Apabila terus dibiarkan, maka perusahaan-perusahaan akan memutuskan untuk tutup.

“Kalau dibiarkan begitu saja dampak terburuk perusahaan akan tutup. Solusinya adalah diupayakan untuk win-win solution,” jelasnya.

Suryadi menambahkan, kerugian jangka panjang akibat demonstrasi tersebut lebih tinggi 10 kali lipat dibandingkan jangka pendek.

“Kalau pengiriman ekspor ke negara empat musim terhambat, maka harus menunda satu tahun kemudian. Lebih baik switch order ke negara yang lebih aman,” tandas Suryadi. (bro)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0471 seconds (0.1#10.140)